Thursday, 25 November 2010

MENGEJAR MATAHARI TERBIT DI KELIMUTU

Foto dulu di dekat Tiwu Ata Polo dan Tiwu Nua Muri Koo Fai

Fajar baru saja menyingsing di ufuk timur. Suasana sepi mencekam, udara dingin menusuk tulang. Kamis, 18 November 2010, pukul 04.15 pagi, dengan mata yang masih sedikit mengantuk, saya dan Ahmad keluar dari hotel di Kampung Moni, Kecamatan Wolowaru, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Dengan berbekal jaket tebal, sarung tangan, dan syal, kami mengendarai sepeda motor, menembus dinginnya udara Moni, menuju Danau Kelimutu. Hanya suara binatang malam dan temaram sinar bulan yang menemani perjalanan kami pagi itu. Keinginan melihat indahnya matahari terbit di Puncak Gunung Kelimutu dan menyaksikan keajaiban warna-warni Danau Kelimutu, mengalahkan rasa kantuk dan malas kami.

Jarak dari Moni ke Puncak Gunung Kelimutu sekitar 13 km atau sekitar 30 menit berkendara. Kami harus melewati jalan yang menanjak dan berkelok-kelok seperti ular untuk mencapai tempat parkir Danau Kelimutu. Beberapa kilometer sebelum sampai di tempat parkir, kami harus berhenti sejenak di Gerbang Taman Nasional Kelimutu untuk membeli tiket masuk sebesar Rp 2.500,00 per orang dan Rp 3.000,00 untuk sepeda motor.

Dari Gerbang Taman Nasional Kelimutu, tempat parkir sudah dekat. Selanjutnya, kami harus jalan kaki dari tempat parkir (sekitar 15 menit), menyusuri jalur trekking dan mendaki ratusan anak tangga untuk mencapai gardu pandang (viewing point) Danau Kelimutu. Jalur trekking dan anak tangga menuju viewing point sudah dibuat dengan rapi dan ada penunjuk arah yang jelas. Namun, di tengah cuaca pagi yang masih gelap (untungnya saat itu sedang terang bulan), penunjuk arah tersebut biasanya tidak jelas terlihat. Sebaiknya Anda membawa senter agar perjalanan Anda lebih nyaman dan tidak salah jalan.

Anak tangga menuju Gardu Pandang (Viewing Point)

Setelah menyusuri jalur trekking dan mendaki ratusan anak tangga, sampaialah kami di gardu pandang (viewing point) Danau Kelimutu. Kami tiba di viewing point tepat sesaat sebelum sang surya memancarkan sinarnya. Kami langsung mencari tempat terbaik dan mengeluarkan kamera, bersiap-siap menyaksikan “pertunjukan alam” yang akan disajikan oleh Danau Kawah Kelimutu. Beberapa turis asing juga sudah nangkring di viewing point sambil memegang kameranya masing-masing. Setiap pagi yang cerah, bisa dipastikan selalu ada turis asing yang berkunjung ke Danau Kelimutu. Mereka sengaja jauh-jauh datang ke Danau Kelimutu untuk menyaksikan keajaiban warna-warni Danau Kelimutu.

Menyaksikan indahnya Danau Kelimutu dari Viewing Point

Perlahan-lahan langit mulai terang, dan semburat warna jingga mulai terlihat di ufuk timur. Dari sekian banyak pengunjung yang ada di Danau Kelimutu saat itu, tak ada satu pun yang bersuara. Semua seperti tersihir melihat perubahan warna langit yang mempesona, mulai dari gelap pekat, lembayung, dan perlahan-lahan berubah menjadi merah dengan semburat jingga. Seiring langit yang semakin terang dan matahari keluar dengan sempurna dari peraduannya, warna-warni ketiga Danau Kelimutu pun mulai nampak. Walau ketiga danau tersebut sering berubah-ubah warna, pagi itu Danau Kelimutu menyajikan warna hijau gelap (Tiwu Ata Polo), hijau toska (Tiwu Nua Muri Koo Fai), dan hitam (Tiwu Ata Mbupu). Cuaca memang sempurna pagi itu, langit cerah dan tak berkabut. Saya duduk di puncak viewing point sambil memandangi ketiga danau kawah yang terlihat sangat indah pagi itu. Tak lupa saya memotret ketiga danau ajaib tersebut. Pemandangan luar biasa indah radius 360 derajat, membuat saya takjub dan tak bisa berkata-kata. Saya sangat bersyukur kepada Allah SWT karena dua kali berkunjung ke Danau Kelimutu, saya bisa melihat ketiga danau secara utuh tanpa terhalang kabut. Menurut Pak Johanes, penjual kopi di Danau Kelimutu, di musim hujan seperti sekarang ini cuaca di Puncak Gunung Kelimutu sering mendung dan berkabut sehingga sulit untuk menyaksikan ketiga danau dengan sempurna. Pernah ada seorang turis dari Perancis, yang selama tiga hari berturut-turut mengunjungi Danau Kelimutu tapi tak bisa menyaksikan tiga danau kawah secara utuh. Mendengar cerita Pak Johanes, saya benar-benar merasa beruntung bisa menyaksikan panorama matahari terbit di atas Danau Kelimutu dan bisa menyaksikan tiga danau kawah secara utuh tanpa terhalang kabut.

Matahari terbit di Puncak Gunung Kelimutu

Sejarah Kelimutu
Kelimutu merupakan gabungan dari kata “keli” yang berarti gunung, dan “mutu” yang berarti mendidih. Danau Kelimutu ditemukan oleh Van Suchtelen, pegawai Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915. Keindahan Danau Kelimutu semakin dikenal masyarakat dunia setelah Y. Bouman, seorang turis dari Eropa, menulis artikel tentang Danau Kelimutu pada tahun 1929. Sejak saat itu, mulai banyak turis asing dan peneliti yang berdatangan ke Danau Kelimutu.

Danau Kelimutu berada di puncak Gunung Berapi Kelimutu yang memiliki katinggian 1.690 meter di atas permukaan laut. Danau kawah ini dianggap ajaib dan misterius, karena warna air di ketiga danau selalu berubah-ubah seiring dengan perjalanan waktu. Uniknya lagi, warna air di tiga danau tersebut selalu berbeda (jarang warnanya sama) pada waktu yang bersamaan. Karena keunikannya yang tidak bisa ditemui di tempat lain, Kawasan Kelimutu telah ditetapkan menjadi TamanNasional sejak tanggal 26 Februari 1992. Keindahan Danau Kelimutu juga pernah diabadikan dalam uang kertas pecahan lima ribu rupiah, yang terbit tahun 1992 dengan warna danau merah (Tiwu Ata Polo), hijau toska (Tiwu Nua Muri Koo Fai), dan hitam (Tiwu Ata Mbupu).

Masyarakat yang bermukim di sekitar Gunung Kelimutu percaya bahwa seseorang yang meninggal dunia arwah/jiwanya akan meninggalkan kampung halamannya dan tinggal di Kelimutu untuk selama-lamanya. Sebelum masuk ke dalam salah satu danau/kawah, para arwah tersebut terlebih dahulu menghadap Konde Ratu selaku penjaga pintu masuk di Perekonde. Selanjutnya, arwah tersebut masuk ke dalam salah satu danau/kawah yang ada tergantung usia dan perbuatannya. Tiwu Ata Polo merupakan tempat berkumpulnya arwah orang jahat (tukang tenung), Tiwu Nua Muri Koo Fai merupakan tempat berkumpulnya arwah muda-mudi, dan Tiwu Ata Mbupu merupakan tempat berkumpulnya arwah orang tua.

Perubahan Warna Danau Kelimutu
Meski banyak ahli yang sudah melakukan penelitian, sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa penyebab perubahan warna Danau Kelimutu. Sejumlah kalangan menduga, perubahan warna air di Danau Kelimutu disebabkan oleh tekanan gas aktivitas vulkanik, pembiasan cahaya matahari, adanya mikro biota air, kandungan zat kimia terlarut (garam, besi, sulfat dan mineral lain), serta pantulan warna dinding dan dasar danau. Selain itu, aktivitas kegempaan juga dapat mengubah warna kawah danau. Sebagai contoh : meningkatnya kandungan besi (Fe) dalam air kawah menyebabkan warna danau merah kehitaman, sedangkan warna hijau lumut dimungkinkan karena adanya biota jenis lumut tertentu.

Tiwu Nua Muri Koo Fai, saat ini berwarna hijau toska

Menurut kepercayaan penduduk setempat, warna-warni Danau Kelimutu memiliki arti masing-masing dan memiliki kekuatan alam yang sangat dahsyat. Mereka percaya bahwa perubahan warna pada ketiga Danau Kelimutu merupakan isyarat/pertanda akan terjadinya suatu peristiwa/bencana alam di negeri ini, seperti : gunung meletus, tanah longsor, kekeringan atau bencana alam lainnya. Mereka sudah hafal arti warna yang ditunjukkan oleh Danau Kelimutu. Misalnya : bila air Danau Tiwu Ata Polo berwana hijau lumut berarti akan ada warga sekitar yang meninggal dunia.

Tiwu Ata Polo, saat ini berwarna hijau kebiruan

Saat ini ketiga Danau Kelimutu meiliki warna yang berbeda, yaitu : Tiwu Ata Polo berwarna hijau kebiruan, Tiwu Nua Muri Koo Fai (yang paling besar) berwarna hijau toska, dan Tiwu Ata Mbupu (yang paling kecil dan letaknya terpisah jauh) berwarna hitam pekat. Tiwu Nua Muri Koo Fai dan Tiwu Ata Mbupu warnanya relatif stabil yaitu hijau toska dan hitam pekat. Sedangkan Tiwu Ata Polo paling cepat berubah. Menurut informasi penduduk setempat, selama tahun 2010 ini sudah terjadi tiga kali perubahan warna di Danau Tiwu Ata Polo, dari coklat tua, hijau lumut, dan hijau tua. Pada tahun 2006, saat saya pertama kali berkunjung ke Danau Kelimutu, Danau Tiwu Ata Polo berwarna coklat tua.

Tiwu Ata Mbupu, saat ini berwarna hitam

Dinding Pemisah Danau Kelimutu
Danau Kelimutu terdiri dari tiga buah danau dengan bentuk, ukuran dan warna yang tidak sama. Ketiga danau tersebut adalah Tiwu Ata Polo (letaknya paling kanan), Tiwu Nua Muri Koo Fai (letaknya di tengah dan paling besar), dan Tiwu Ata Mbupu (letaknya terpisah jauh/paling kiri dan paling kecil). Dari tiga danau kawah tersebut, dua danau (Tiwu Nua Muri Koo Fai dan Tiwu Ata Polo) letaknya berdekatan, sedangkan danau satunya lagi (Tiwu Ata Mbupu) letaknya terpisah jauh. Antara Tiwu Nua Muri Koo Fai dan Tiwu Ata Polo dipisahkan oleh dinding pemisah yang sangat sempit. Dari sudut pandang geologi, dinding danau merupakan bagian yang paling labil. Dulunya dinding pemisah tersebut cukup lebar dan bisa dilewati orang. Sekarang, dinding pemisah tersebut sangat tipis/sempit dan tidak bisa dilewati orang. Dengan posisi berdekatan, tidak menutup kemungkinan kedua danau ini akan menyatu bila terjadi gempa bumi dengan skala besar.

Tiwu Nua Muri Koo Fai dan Tiwu Ata Polo letaknya berdekatan dan
hanya dipisahkan oleh dinding pemisah yang sempit


Arboretum

Selain keindahan danau kawah, daya tarik Kelimutu adalah arboretum, hutan mini seluas 4,5 hektar, tempat tumbuhnya berbagai jenis pohon yang mewakili potensi biodiversitas Taman Nasional Kelimutu. Di sana terdapat aneka flora yang jumlahnya sekitar 78 jenis pohon. Di antara flora itu ada yang endemik Kelimutu, yakni uta onga (Begonia kelimutuensis) dan turuwara (Rhododendron renschianum).

Tumbuhan yang terdapat di Taman Nasional Kelimutu antara lain : kayu mata (Albizia montana), kebu (Homalanthus giganteus), tokotaka (Putranjiva roxburghii), uwi rora (Ardisia humilis), longgo baja (Drypetes subcubica), toko keo (Cyrtandra sp.), kayu deo (Trema cannabina), dan kelo (Ficus villosa).

Taman Nasional Kelimutu merupakan habitat sekitar 19 jenis burung yang terancam punah, di antaranya : Punai Flores (Treron floris), Burung Hantu Wallacea (Otus silvicola), sikatan rimba-ayun (Rhinomyias oscillans), Kancilan Flores (Pachycephala nudigula), sepah kerdil (Pericrocotus lansbergei), Tesia Timor (Tesia everetti), opior jambul (Lophozosterops dohertyi), opior paruh tebal (Heleia crassirostris), cabai emas (Dicaeum annae), Kehicap Flores (Monarcha sacerdotum), burung madu matari (Nectarinia solaris), dan Elang Flores (Spizaetus floris).

Taman Nasional Kelimutu memiliki empat jenis mamalia endemik, yang sering dijumpai adalah dua tikus gunung, Bunomys naso dan Rattus hainaldi. Di Taman Nasional Kelimutu juga dapat dijumpai beberapa satwa seperti : banteng (Bos javanicus), kijang (Muntiacus muntjak), luwak (Pardofelis marmorata), trenggiling (Manis javanica), landak (Hystrix brachyura), dan kancil (Tragulu sjavanicus).

Getting There
Untuk mencapai Danau Kelimutu, Anda harus terbang menuju Denpasar atau Kupang. Dari Denpasar/Kupang, lanjutkan perjalanan dengan pesawat menuju kota terdekat dengan Danau Kelimutu, yaitu Ende atau Maumere di Pulau Flores. Harap Anda perhatikan bahwa pesawat dari Denpasar/Kupang ke Ende/Maumere tidak tersedia tiap hari, tetapi hanya beberapa kali seminggu. Untuk memastikan jadwalnya, coba cek situs maskapai yang melayani penerbangan ke dua kota tersebut, yaitu Lion Air (www.lionair.co.id), Merpati Air (www.merpati.co.id), dan Trans Nusa (www.transnusa.co.id). Dari Ende atau Maumere, Anda tinggal melanjutkan perjalanan darat baik dengan kendaraan umum maupun menyewa mobil menuju Kampung Moni (Desa Koanara), desa terdekat dengan Danau Kelimutu. Dari Ende ke Moni jaraknya sekitar 60 km atau sekitar 90 menit berkendara sedangkan dari Maumere jaraknya sekitar 80 km atau sekitar tiga jam berkendara. Dari Moni ke Danau Kelimutu. Anda bisa naik ojek atau menyewa mobil. Jarak dari Moni ke Danau Kelimutu sekitar 13 km atau 30 menit berkendara.

Tips Berkunjung ke Danau Kelimutu
• Waktu terbaik untuk mengunjungi Danau Kelimutu adalah pada musim kemarau (April - September), di mana langit cerah dan tidak ada kabut. Pada musim hujan, cuaca di sekitar Danau Kelimutu sering berkabut sehingga susah untuk melihat ketiga danau secara utuh.
• Saat terbaik untuk menyaksikan keindahan Danau Kelimutu adalah di pagi hari antara pukul 06.00 -09.00 WITA. Lewat pukul 09.00 WITA, Danau Kelimutu biasanya sudah diselimuti kabut sehingga susah untuk melihat panorama ketiga danau secara utuh.
• Untuk bisa menyaksikan matahari terbit (sunrise) di puncak Gunung Kelimutu, sebaiknya Anda menginap di Moni. Di Moni terdapat sejumlah hotel atau home stay sederhana dengan harga terjangkau. Dari Moni, sebaiknya Anda berangkat sekitar pukul 04.00 WITA, sehingga pukul 05.00 WITA Anda sudah sampai di puncak Gunung Kelimutu.
• Jangan lupa untuk membawa jaket tebal, syal, kaos kaki, dan sarung tangan karena udara di sekitar Moni dan Danau Kelimutu sangat dingin, terutama di pagi dan malam hari! (edyra)***

*Dimuat di Majalah SEKAR No. 48, Januari 2011

TAMAN LAUT 17 PULAU RIUNG, SURGA BAWAH LAUT YANG BELUM TERJAMAH

Bermain-main di Pantai Rutong yang berpasir putih dan lembut

Perahu motor telah menunggu saya dan teman (Ahmad) di ujung Dermaga Riung, Desa Nangamese, pagi itu. Pak Burhanudin, sang nahkoda perahu yang telah kami booking kemarin sore, tersenyum manis menyambut kedatangan kami. Setelah membeli tiket masuk Taman Laut 17 Pulau Riung seharga Rp 2.000,00 per orang dan Rp 10.000,00 untuk perahu (total Rp 14.000,00), kami segera naik ke atas perahu. Kami sudah tidak sabar untuk segera memulai petualangan di Taman Laut 17 Pulau Riung karena sudah lama saya memimpikan petualangan ini.

Dermaga Riung dan Pulau Patta yang nampak di sebelah kanan

Dari Dermaga Riung, terlihat beberapa pulau kecil yang seolah melambai-lambai, mengundang kami untuk singgah. Wah, tentunya menarik sekali kalau bisa mengunjungi semua pulau di Taman Laut 17 Pulau Riung! Namun,sepertinya kami tidak bisa mengunjungi semua pulau yang ada di taman laut tersebut karena keterbatasan waktu. Rencananya, dalam waktu setengah hari (sekitar lima jam), kami akan mengunjungi empat pulau dari sekitar 30-an pulau yang ada di Taman Laut 17 Pulau Riung. Meski namanya Taman Laut 17 Pulau Riung, jumlah pulau di kawasan taman laut ini lebih dari 17 pulau. “Jumlah semua pulau di Riung ada 30-an lebih, mas,” kata Pak Burhanudin. Angka 17 sengaja dipilih untuk nama taman laut ini karena alasan patriotisme, sesuai dengan Hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.

Pulau-pulau kecil di Taman Laut 17 Pulau Riung

Taman Laut 17 Pulau Riung merupakan gugusan pulau-pulau kecil dan pulau-pulau karang yang terletak di sebelah utara Pulau Flores, tepatnya di Teluk Riung yang secara administratif masuk ke dalam wilayah Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Taman laut ini terhampar memanjang dari Tanjung Toro Padang di sebelah barat sampai dengan Pulau Pangsar di sebelah timur. Pulau-pulau di Taman Laut 17 Pulau Riung beraneka ragam bentuk dan ukurannya, dengan pulau terbesar adalah Pulau Ontoloe (Pulau Kelelawar). Selain Pulau Ontoloe ada Pulau Patta, Pulau Pau, Pulau Borong, Pulau Dua, Pulau Kolong, Pulau Lainjawa, Pulau Besar, Pulau Halima (Pulau Nani), Pulau Rutong, Pulau Meja, Pulau Bampa (Pulau Tampa atau Pulau Tembang), Pulau Tiga (Pulau Panjang), Pulau Tembaga, Pulau Taor, Pulau Sui, dan Pulau Wire. Seluruh pulau tersebut tidak berpenghuni. Pulau Patta yang letaknya paling dekat dengan Dermaga Riung, dulu pernah dihuni oleh Suku Bugis dan Bajo. Namun, sejak tahun 1976, semua penghuni Pulau Patta dipindahkan ke daratan Pulau Flores (sekitar Teluk Riung) oleh pemerintah. Karena keunikannya, oleh Departemen Kehutanan, kepulauan yang terletak di Pantai Utara Flores itu ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam dengan nama Taman Wisata Alam 17 Pulau Riung, yang terdiri dari darat dan laut. Luas taman wisata alam daratan (kawasan konservasi) adalah 19.100 hektar, dan kawasan konservasi taman lautnya 9.900 hektar. Kawasan ini berada sekitar 75 Km sebelah utara Kota Bajawa, ibukota Kabupaten Ngada. Walaupun nama resminya Taman Wisata Alam 17 Pulau Riung, para turis lebih senang menyebutnya Taman Laut 17 Pulau Riung atau Riung, Seventeen Islands Marine Park.

Pulau Ontoloe (Pulau Kelelawar)
Petualangan di Taman Laut 17 Pulau Riung kami awali di Pulau Ontoloe. Perjalanan dari Dermaga Riung menuju Pulau Ontoloe hanya memakan waktu sekitar dua puluh menit. Pulau Ontoloe yang berbukit-bukit dan dikelilingi hutan bakau (mangrove), merupakan pulau terbesar di kawasan Taman Laut 17 Pulau Riung. Walaupun tidak memiliki terumbu karang yang berarti, pulau ini memiliki pesona tersendiri yang tidak dimiliki oleh pulau-pulau lainnya di Taman Laut 17 Pulau Riung. Hutan bakau di Pulau Ontoloe telah lama menjadi rumah dari ribuan kelalawar, elang laut, dan monyet. Karena itulah Pulau Ontoloe disebut juga Pulau Kelelawar atau Pulau Kalong. Ketika senja tiba, rombongan kelalawar terbang meninggalkan Pulau Ontoloe untuk mencari makan di berbagai tempat di Pulau Flores. Keesokan harinya, sebelum matahari terbit, mereka kembali ke sarangnya di pucuk-pucuk pohon mangrove dan digantikan oleh elang laut yang berburu di Teluk Riung dan Pantai Utara Flores. Sementara itu, monyet-monyet mencari makan di Pulau Ontoloe dan juga berenang ke Pulau Flores.

Kelelawar beterbangan di atas Pulau Ontoloe

Dari kejauhan sudah terlihat ribuan titik hitam di atas Pulau Ontoloe. “Itu kelelawarnya, mas,” kata Pak Burhanudin sambil menunjuk ke tititk-titik hitam tersebut. Semakin mendekati pulau, titik-titik hitam itu semakin jelas dan berubah menjadi pemandangan yang luar biasa. Rupanya, titik-titik hitam tersebut adalah kelelawar penghuni Pulau Ontoloe. Kami terkesima melihat ribuan kelelawar beterbangan di atas hutan mangrove Pulau Ontoloe. Pagi itu, langit biru tanpa awan di atas Pulau Ontoloe berubah menjadi meriah dipenuhi ribuan kelelawar yang beterbangan ke segala arah. Mereka menyambut kedatangan kami dengan ramah. Mereka beterbangan di atas kami dan sepertinya tidak terganggu dengan kehadiran kami. Hampir lima belas menit kelelawar itu beterbangan kesana-kemari, sebelum akhirnya menggantung lagi di dahan pohon mangrove untuk beristirahat. Senang rasanya, pagi-pagi sudah disuguhi atraksi alam yang sangat memukau.

Pulau Rutong
Setelah puas menyaksikan atraksi kelelawar, kami segera meninggalkan Pulau Ontoloe. Perahu yang kami tumpangi bergerak perlahan membelah Laut Flores yang cukup tenang. Angin laut juga tak bertiup kencang. Sepertinya alam Flores benar-benar bersahabat dengan kami pagi itu. Pak Burhanudin mengarahkan haluan ke sebuah pulau yang dari kejauhan nampak berpasir putih. Pulau Rutong, itulah tujuan kami selanjutnya. Mendekati Pulau Rutong, air laut berubah menjadi sangat bening sehingga pemandangan di bawahnya terlihat begitu jelas. Nampak berbagai jenis terumbu karang dan ikan-ikan cantik aneka warna. “Di sini mas, tempat snorkelingnya,” ujar Pak Burhanudin mengagetkan saya yang sedang terkagum-kagum menikmati panorama bawah laut Pulau Rutong dari atas perahu. Segera saja saya mengenakan masker dan snorkel, lalu nyebur ke laut. Dan benar saja, begitu saya nyebur ke laut, panorama luar biasa indah terhampar di depan mata saya. Terumbu karang aneka warna, mulai dari hijau, biru, ungu, coklat, krem sampai pink semuanya ada di sekitar saya. Ikannya pun sangat banyak dan beraneka ragam. Beberapa ikan berwarna biru menyala berenang berseliweran di sekitar saya. Saya benar-benar takjub dan tak mampu berkata-kata menyaksikan keajaiban panorama bawah laut Pulau Rutong. Saya seperti berada di aquarium raksasa bersaman makhluk-makhluk cantik aneka bentuk dan warna. Tidak salah memang, kalau Pulau Rutong dianggap sebagai salah satu surga bawah laut terindah di Indonesia. Sayangnya saya tidak membawa camera underwater. Jadi, saya tidak bisa mengabadikan keindahan bawah laut Taman Laut 17 Pulau Riung.

Pantai Rutong yang berpasir putih, dengan air laut berwarna hijau toska

Selesai snorkeling, saya kembali naik perahu. Kali ini perahu bergerak menuju daratan Pulau Rutong. Begitu perahu mendekati bibir Pantai Rutong yang berpasir putih, Pak Burhanudin segera membuang sauh, dan kami pun langsung meloncat ke daratan Pulau Rutong. Saat itu, kami melihat beberapa perahu telah tertambat di bibir Pantai Rutong. Rupanya, cukup banyak turis yang berkunjung ke Pulau Rutong saat itu. Selain turis lokal, saya juga melihat beberapa rombongan turis asing.

Berada di daratan Pulau Rutong, lagi-lagi saya terkesima dengan pemandangan di depan mata saya. Pantai berpasir putih selembut tepung, air laut sebening kristal berwarna hijaui toska, dan langit biru tanpa awan ada di sekitar saya. Panorama alam yang benar-benar menyejukkan mata dan batin saya. Saya dan Ahmad berlarian di pasir putih seperti anak kecil yang kegirangan. Kami segera jalan-jalan keliling Pulau Rutong dan memotret tiap sudut pulaunya yang eksotis.

Bermain bersama bintang laut yang banyak terdapat di Pantai Rutong

Saat berjalan di bibir pantai yang ramai dengan turis, langkah saya terhenti sejenak. Saya melihat banyak bintang laut berwarna coklat (Protoreaster nodosus) di pinggir pantai. Rupanya laut di sekitar Pulau Rutong yang bersih dan bening merupakan habitat berbagai jenis bintang laut. Saya segera bermain-main dengan makhluk cantik tersebut. Melihat saya begitu terpesona menyaksikan bintang laut, seorang anak kecil dengan semangat mengumpulkan bintang laut untuk saya. Dia bolak-balik ke laut untuk mengambil bintang laut. Alhasil, bintang laut yang terkumpul pun semakin banyak. Saya pun memotret makhluk-makhluk cantik nan lucu tersebut. Dan tentunya, kami tak melewatkan acara foto bersama bintang laut tersebut. Para pengunjung pulau pun ikut berfoto dengan bintang laut bersama kami.

Pulau Meja dan Pulau Rutong

Pulau Meja

Pulau Meja berdekatan dengan Pulau Rutong. Kami tidak menginjakkan kaki di daratan pulau mungil ini, tetapi hanya berenang-renang di perairan sekitarnya. Dari kejauhan tampak pasir putih yang berkilauan tertimpa sinar matahari di sekeliling Pulau Meja. Perairan di sekitar pulau ini juga sangat bersih dan jernih. Apalagi pulau ini juga jarang dikunjungi turis. Pulau ini merupakan salah satu surga bawah laut terindah di Taman Laut 17 Pulau Riung, dengan aneka ragam terumbu karang dan ikan hias. Terumbu karang yang paling banyak di sekitar Pulau Meja adalah jenis karang meja (acropora). Saat saya snorkeling, sejauh mata memandang, karang meja terhampar di hadapan saya. Di sela-sela karang tersebut ada karang lunak (soft coral), kipas laut (sea fan) dan berbagai jenis karang lainnya yang memancarkan warna-warni sangat indah. Nafas saya seperti terhenti menyaksikan panorama bawah laut Pulau Meja yang begitu menakjubkan. Baru kali ini saya melihat hamparan karang meja yang begitu luas. Mungkin karena itulah pulau ini dinamakan Pulau Meja selain bentuknya yang memang mirip meja bila dilihat dari jauh.

Pulau Tiga
Selanjutnya kami beranjak menuju Pulau Tiga. Dinamakan Pulau Tiga karena di pulau ini terdapat tiga gundukan bukit kecil dengan ketinggian yang tidak sama. Kami tiba di pulau ini menjelang tengah hari, sehingga cuaca sangat panas dan menyengat. Kami beristirahat sejenak di pinggir pantai yang teduh sambil menikmati makanan ringan yang kami bawa. Seperti pulau-pulau lainnya di Taman Laut 17 Pulau Riung, Pulau Tiga juga berpasir putih bersih dan lembut. Air lautnya tak kalah bening dengan pulau-pulau lainnya, sehingga membuat saya tergoda untuk bersnorkeling lagi. Segera saya kenakan masker dan snorkel, lalu nyebur ke dalam hijaunya laut Pulau Tiga. Berbagai binatang laut cantik pun berseliweran di dekat saya. Saya juga melihat banyak bintang laut berwarna biru (Linckia laevigata) dan bintang laut berwarna coklat seperti yang saya temui sebelumnya di Pulau Rutong. Sayangnya, terumbu karang di sekitar Pulau Tiga tidak sebanyak terumbu karang di pulau-pulau lainnya. Banyak terumbu karang yang rusak dan mati karena ulah para nelayan yang tidak bertanggung jawab.

Pulau Tiga yang mempesona

Baru beberapa saat snorkeling, tiba-tiba Ahmad memanggil saya dan meminta saya untuk berhenti snorkeling. Dia mengingatkan bahwa kami harus segera meninggalkan Pulau Tiga karena waktu sudah menunjukkan pukul 12.00 lebih dan air laut sudah mulai naik. Dengan berat hati saya pun menepi ke pinggir pantai.

Sebenarnya saya belum puas menjelajahi Taman Laut 17 Pulau Riung. Masih banyak pulau-pulau menarik lainnya yang ingin saya kunjungi. Antara lain : Pulau Batang Kolong dan Pulau Bampa, habitat mawar laut yang berwarna merah, Pulau Sui yang terkenal dengan tebing dan jurang bawah lautnya yang menawan, serta Tanjung Toro Padang habitat Biawak Riung (Varanus riungensis), yang oleh warga setempat disebut “Mbou.” Sayang, waktu yang kami miliki sangat terbatas sehingga kami hanya bisa menjelajah empat pulau di Taman Laut 17 Pulau Riung. Ketika perahu bergerak meninggalkan Pulau Tiga, dalam hati saya berjanji, suatu hari nanti saya akan kembali ke Riung untuk menjelajahi semua pulau di Taman Laut 17 Pulau Riung.

Getting There
Untuk mencapai Taman Laut 17 Pulau Riung, Anda harus terbang menuju Denpasar atau Kupang. Dari Denpasar/Kupang, lanjutkan perjalanan dengan pesawat menuju kota terdekat dengan Taman Laut 17 Pulau Riung, yaitu Bajawa atau Ende. Harap Anda perhatikan bahwa pesawat dari Denpasar/Kupang ke Bajawa/Ende tidak tersedia tiap hari, melainkan hanya beberapa kali seminggu. Untuk memastikan jadwalnya, coba hubungi maskapai yang melayani penerbangan ke dua kota tersebut, yaitu Lion Air (www.lionair.co.id), Merpati Air (www.merpati.co.id) dan Trans Nusa (www.transnusa.co.id). Dari Bajawa atau Ende, Anda tinggal melanjutkan perjalanan darat baik dengan kendaraan umum maupun menyewa mobil. Dari Bajawa ke Riung jaraknya sekitar 95 km atau sekitar tiga jam berkendara sedangkan dari Ende sekitar empat jam berkendara. Kendaraan umum dari Bajawa ke Riung hanya tersedia sekali sehari, di pagi hari sedangkan dari Ende tidak ada kendaraan umum yang langsung ke Riung. Jadi, sebaiknya Anda menyewa mobil dari Bajawa atau Ende agar lebih nyaman dan hemat waktu.

Getting Around
Untuk mengunjungi pulau-pulau di Taman Laut 17 Pulau Riung, Anda harus menyewa perahu dari nelayan setempat. Besarnya biaya sewa perahu tergantung dari berapa pulau yang ingin Anda kunjungi dan berapa lama kunjungan Anda. Untuk berkeliling Taman Laut 17 Pulau Riung selama lima sampai enam jam, biaya sewa perahu sekitar Rp 250.000,00 - Rp 400.000,00 tergantung kepiawaian Anda menawar. Pastikan Anda mendapatklan perahu sehari sebelum keberangkatan, mengingat waktu terbaik untuk menjelajahi Taman Laut 17 Pulau Riung adalah sekitar jam 06.00 pagi.

Where to Stay
Karena semakin banyak turis yang berkunjung ke Taman Laut 17 Pulau Riung, saat ini di Riung sudah tersedia hotel dan homestay walaupun sangat sederhana. Semua hotel dan bangunan di Riung, seperti bangunan lainnya di Pulau Flores, beratapkan seng. Sebagian besar hotel di Riung tanpa dilengkapi kipas angin atau pendingin ruangan karena listrik di sana hanya menyala di malam hari, dari pukul 18.00 - 06.00 WITA. Berikut ini tiga hotel terbaik di Riung yang memiliki fasilitas kipas angin dan pendingin ruangan.

Hotel Bintang Wisata
Jl. Taman Wisata Alam (TWA) 17 Pulau, Desa Nangamese, Riung.

Nirvana Bungalow
Jl. Taman Wisata Alam (TWA) 17 Pulau, Desa Nangamese, Riung.

Pondok SVD
Jl. Taman Wisata Alam (TWA) 17 Pulau, Desa Nangamese, Riung.

Tips Berkunjung ke Taman Laut 17 Pulau Riung
• Anda bisa mengunjungi Taman Laut 17 Pulau Riung kapanpun Anda mau, tetapi waktu terbaik untuk berkunjung ke Taman Laut 17 Pulau Riung adalah pada saat musim kemarau (April - Oktober), di mana saat itu laut tenang dan tidak ada ombak.
• Cara terbaik untuk menikmati keindahan Taman Laut 17 Pulau Riung adalah dengan snorkeling dan menyelam (diving). Beberapa hotel di Riung menyediakan peralatan snorkeling yang bisa Anda sewa, namun sampai saat ini belum ada hotel atau tempat lain yang menyediakan penyewaan peralatan menyelam. Jadi, Anda harus membawa peralatan menyelam sendiri bila ingin menyelam di Taman Laut 17 Pulau Riung.
• Ketika berkunjung ke Riung, siapkan busana yang tipis dan bisa menyerap keringat (berbahan katun) karena suhu udara di Riung sangat panas dan semua hotel di sana beratapkan seng sehingga membuat suhu udara semakin panas.
• Jangan lupa membawa bekal makanan dan minuman secukupnya. Di Riung belum tersedia restoran atau kafe yang layak untuk turis kecuali di hotel yang bagus. Di Riung hanya ada beberapa warung makan sederhana dengan pilihan menu yang terbatas.
• Listrik di Riung hanya dinyalakan pada pukul 18.00 - 06.00 WITA. Jadi, jangan lupa untuk mengisi ulang (charge) baterai ponsel dan kamera Anda pada jam-jam tersebut.
• Bagi Anda pengguna Telkomsel, Anda masih bisa menggunakan telepon seluler di Riung. Namun, bagi pengguna provider telepon seluler lainnya, tidak ada sinyal sama sekali. (edyra)***