Dari hotel tempat saya menginap, saya berjalan kaki menuju Vatikan. Sebenarnya saya bisa naik Metro (kereta bawah tanah) untuk mencapai Vatikan. Namun, saya lebih memilih jalan kaki karena jaraknya tak begitu jauh dari hotel saya. Selain itu, saya juga malas berdesak-desakan di dalam Metro yang pastinya sangat ramai di jam-jam sibuk seperti ini. Dengan berjalan kaki, saya juga bisa melihat suasana Kota Roma di pagi hari.
Jembatan Vittorio Emanuele II
Tak perlu waktu lama untuk mencapai Vatikan. Dari Jembatan Vittorio Emanuele II yang membentang di atas Sungai Tiber (Orang Italia menyebutnya Fiume Tevere), kubah besar Basilika Santo Petrus di Vatikan sudah kelihatan. Setelah memotret Jembatan Vittorio Emanuele II dan Sungai Tiber, saya melanjutkan perjalanan ke Vatikan. Saya sudah tidak sabar untuk segera menjejakkan kaki di Vatikan.
Tugu Obelisk yang berdiri gagah di tengah-tengah Piazza San Pietro (Saint Peter’s Square), menyambut kedatangan saya di Vatikan. Pilar-pilar yang berjajar rapi mengelilingi piazza (alun-alun/lapangan), tampak kokoh dan indah. Meski hari masih pagi, sudah banyak turis yang berkerumun di Piazza San Pietro. Kebanyakan dari mereka sedang asyik berfoto dengan latar belakang Basilika Santo Petrus.
Piazza San Pietro
Saya seperti tak percaya sudah berada di Vatikan, negeri terimut di dunia. Beberapa menit yang lalu, saya masih berada di Roma, Italia. Tanpa melewati tugu perbatasan atau pemeriksaan imigrasi, tiba-tiba saya sudah berada di Negara Vatikan. Perbatasan Vatikan dengan Italia memang berupa tembok sepanjang 3,2 km yang mengelilingi Vatikan. Tembok ini dulunya dibangun untuk melindungi Paus dari serangan orang jahat. Namun, saya tidak melihat tembok ini karena saya memasuki wilayah Vatikan melalui jalan utama dari wilayah Italia, Via della Conciliazione (jalan dalam Bahasa Italia disebut Via).
Vatikan memang negara yang berada di dalam Kota Roma. Negara yang memiliki nama resmi Stato della Città del Vaticano (State of the Vatican City) ini merupakan negara terkecil di dunia, baik dari segi luas wilayah maupun jumlah penduduk. Meski luasnya hanya 0,44 km2 (44 hektar) dan jumlah penduduknya tak sampai 1.000 orang, Vatikan adalah negara merdeka berdaulat. Negara yang menjadi pusat Agama Katolik dunia ini, dipimpin oleh Paus (sekarang Paus Benediktus XVI). Sedangkan untuk keperluan sehari-hari dipimpin oleh seorang gubernur. Sebagai negara merdeka berdaulat, Vatikan juga memiliki bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan.
Turis bermain-main dengan burung merpati di Piazza San Pietro
Berada di tengah-tengah Piazza San Pietro yang sangat luas, membuat saya takjub. Saya benar-benar kagum pada sang arsitek, Gian Lorenzo Bernini, yang berhasil merancang piazza ini dengan indahnya sehingga menjadi objek foto favorit para fotografer. Tanpa disuruh, jari tangan saya juga tak henti-hentinya menekan tombol rana kamera untuk mengabadikan keindahan Piazza San Pietro. Saya benar-benar bahagia bisa menginjakkan kaki di Piazza San Pietro. Kalau biasanya saya hanya bisa melihat piazza ini dalam acara “Siaran Langsung Misa Natal dari Vatikan” yang disiarkan beberapa stasiun televisi di Indonesia setiap tanggal 25 Desember, sekarang saya sudah berada di sana.
Patung Santo dan santa di atas Basilika Santo Petrus
Piazza San Pietro dibangun pada tahun 1656 – 1667. Lapangan berbentuk oval (elips) ini memiliki diameter 240 meter pada bagian yang paling lebar dan 196 meter pada bagian yang sempit. Lapangan ini dikelilingi pilar-pilar kokoh sebanyak 284 pilar, yang menopang atap di sisi kiri dan kanan membentuk bangunan setengah lingkaran. Di atas pilar bangunan setengah lingkaran tersebut terdapat patung orang suci (Santo/Santa) yang dibuat oleh murid Gian Lorenzo Bernini dengan jumlah 140 buah patung, dengan tinggi masing-masing patung 3,2 meter. Tepat di tengah Piazza San Pietro, terdapat Tugu Obelisk yang setinggi 25,5 meter. Di kanan kiri Obelisk terdapat air mancur cantik karya Maderno dan Carlo Fontana. Obelisk tersebut dibawa oleh Kaisar Agustus dari Alexandria, Mesir. Obelisk dipindahkan ke lapangan ini pada tahun 1586 oleh Domenico Fontana atas perintah Paus Sixtus V.
Basilika Santo Petrus
Puas mengabadikan keindahan Piazza San Pietro, saya bergegas masuk ke Basilika Santo Petrus (Basilica Papale di San Pietro in Vaticano). Untuk masuk ke gereja terbesar di dunia ini, pengunjung tidak dipungut biaya sepeser pun. Namun, kita harus siap-siap mengantri dengan sabar karena gereja ini dikunjungi sekitar 300.000 orang setiap harinya. Sebenarnya pintu masuk ke dalam Basilika Santo Petrus ada di tengah-tengah bangunan. Namun, sebelum memasuki ruangan gereja, kita harus menjalanani serangkaian pemeriksaan keamanan seperti di bandara, yang berada di sebelah kanan piazza. Semua pengunjung harus melalui metal detector dan semua barang bawaan (tas, kamera, camcorder, dan lain-lainl) harus melewati sensor X-Ray. Yang perlu diingat, kita harus berpakaian sopan dan menutup aurat untuk masuk ke dalam gereja ini. Kita harus memakai celana/rok dengan panjang di bawah lutut serta baju yang menutup lengan dan pusar. Pengunjung yang memakai celana pendek, rok mini atau baju tanpa lengan dilarang masuk ke dalam gereja. Memakai topi (apa pun bentuknya) juga dilarang di dalam gereja.
Untunglah pengunjung belum banyak pagi itu. Jadi, saya bisa melewati pemeriksaan keamanan dengan mudah tanpa harus ngantri. Padahal, kata teman-teman yang pernah masuk ke dalam Basilika Santo Petrus, mereka harus ngantri lama dan ekstra sabar. Ternyata, trik saya datang pagi-pagi untuk masuk ke dalam Basilika Santo Petrus sangat tepat. Saya tak perlu terjebak antrian panjang dan membosankan.
Memasuki ruangan utama Basilika Santo Petrus membuat saya terkagum-kagum. Interior gereja ini begitu megah dan indah. Mulai dari lantai, dinding hingga langit-langit (ceiling) penuh dengan ornamen yang dibuat dengan detil dan indah. Patung-patung yang menghiasi dinding, pintu jendela maupun altar juga sangat indah. Salah satu patung yang paling menarik adalah Patung Pieta karya Michelangelo, yang terletak di sebelah kanan pintu masuk. Patung ini menggambarkan Bunda Maria menggendong Yesus yang sudah wafat di pangkuannya setelah penyaliban. Asyiknya lagi, kita diperbolehkan memotret di dalam gereja, asalkan tidak pakai lampu kilat (flash). Jadi, saya bisa mengabadikan setiap sudut menarik Basilika Santo Petrus dengan leluasa, tanpa harus sembunyi-sembunyi dari petugas.
Interior Basilika Santo Petrus
Basilika Santo Petrus merupakan Gereja Katolik terbesar di dunia. Gereja yang menjadi “kiblat” umat Katolik sedunia ini dapat menampung 60.000 orang. Gereja dengan panjang 220 meter dan lebar 150 meter ini dibangun selama 120 tahun, dari tahun 1506 sampai 1626. Gereja ini juga memiliki kubah yang sangat besar dengan diameter 42 meter dan tinggi 138 meter. Pembangunan gereja bergaya Renaissance ini melibatkan banyak arsitek terkemuka Italia, di antaranya adalah Donato Bramante, Michelangelo, Carlo Maderno and Gian Lorenzo Bernini.
Turis berziarah di makam Paus Yohannes Paulus II
Selain menjadi tempat ibadah dan berdoa umat Katolik dari seluruh dunia, Basilika Santo Petrus juga menjadi tempat ziarah. Di dalam gereja ini juga terdapat makam para orang suci (santo/santa) dan Paus, termasuk makam Paus Yohanes Paulus II. Semula dia dimakamkan di ruang bawah tanah gereja bersama Paus-Paus lainnya. Namun, sejak mendapat gelar Beato (orang suci) pada tanggal 1 Mei 2011, jasad pemilik nama asli Karol Józef Wojtyla ini dipindah ke lantai dasar Basilika Santo Petrus. Letak makamnya berada di sisi sebelah kanan gereja. Saat saya ke sana, tampak beberapa pengunjung yang sedang berdoa dengan khusyuk di depan makam. Beberapa di antaranya bahkan sampai menitikkan air mata.
Kubah Basilika Santo Petrus
Mengunjungi Basilika Santo Petrus tak lengkap tanpa naik ke kubahnya yang disebut Cupola dalam Bahasa Italia. Untuk naik ke Cupola, kita harus membayar tiket masuk sebesar 7 Euro (sekitar Rp 84.000,00) bila menggunakan lift, dan 5 Euro (sekitar Rp 60.000,00) bila tidak menggunakan lift. Loket penjualan tiket Cupola berada di luar ruang utama gereja, tepatnya di sebelah kanan ruangan utama. Jika kebingungan, kita bisa bertanya pada petugas atau mengikuti petunjuk arah “Ingresso Cupola/Entrance to The Cupola.”
Saya membeli tiket yang menggunakan lift, karena saya sudah lumayan capek berkeliling Piazza san Pietro dan Basilika Santo Petrus yang sangat luas. Selain itu, saya juga malas naik tangga yang katanya berjumlah 551 anak tangga dari dasar samapi puncak. Semula saya berpikir bahwa lift akan membawa saya sampai ke puncak kubah. Ternyata dugaan saya keliru. Lift hanya membawa saya sampai atap gereja. Selanjutnya, saya masih harus berjalan menaiki puluhan anak tangga di lorong yang sempit dan pengap. Bahkan, menjelang puncak kubah, saya harus menaiki tangga putar yang melingkar-lingkar bikin pusing kepala. Yang perlu diingat, sekali kita menaiki tangga menuju kubaha, kita tidak boleh turun melewati jalur tersebut karena jalan turun berbeda. Bila nekad turun di jalur tersebut, siap-siap saja didamprat orang yang sedang berjalan naik.
Piazza San Pietro dilihat dari puncak kubah Basilika Santo Petrus
Perjuangan untuk mencapai puncak kubah Basilika Santo Petrus ternyata tak sia-sia. Pemandangan dari atas puncak kubah sangat menakjubkan. Berkali-kali saya berdecak kagum menyaksikan panorama dari puncak kubah. Kita bisa melihat panorama Vatikan 360 derajat. Seluruh sudut Negara Vatikan yang luasnya tak sampai 1 km bisa terlihat dengan jelas. Mulai dari Piazza San Pietro, Taman Kota Vatikan, Museum Vatikan, dan rumah-rumah penduduk Vatikan. Yang semakin membuat saya kagum, Piazza San Pietro dan jalan yang membentang di depannya membentuk anak kunci, dengan ujungnya hampir menyentuh Sungai Tiber.
Selain Piazza dan Basilika Santo Petrus, tempat lain yang wajib dikunjungi di Vatikan adalah Museum Vatikan (Musei Vaticani). Meski tiket masuknya cukup mahal, 14 Euro (sekitar Rp 168.000,00), museum ini dikunjungi jutaan turis dari berbagai penjuru dunia setiap tahunnya. Tahun 2011, jumlah turis yang mengunjungi Museum Vatikan mencapai lebih dari lima juta orang. Mereka rela ngantri berjam-jam untuk bisa masuk ke museum ini. Saya beruntung, tak perlu ngantri lama (cukup 20 menit saja) untuk masuk ke Museum Vatikan. Untuk menghindari antrian panjang, kita bisa membeli tiket masuk museum ini melalui internet atau datang sekitar jam 08.00 pagi, sebelum museum buka jam 09.00 pagi.
Lukisan (fresco) di dinding dan langit-langit Kapel Sistina
Museum Vatikan dibangun oleh Paus Julius II pada tahun 1506. Museum ini memiliki koleksi benda seni yang beragam, mulai lukisan kanvas, lukisan di dinding, lukisan di langit-langit, hingga patung-patung yang dipahat dengan sempurna. Benda-benda seni tersebut merupakan karya seniman besar Eropa/Italia seperti Raphael, Michelangelo dan Leonardo da Vinci. Bagian/ruangan museum yang tak boleh dilewatkan adalah Kapel Sistina (Capella Sistina). Seluruh dinding dan langit-langit kapel ini dihiasi lukisan (fresco) menawan karya Michaelangelo. Lukisan tersebut dikerjakan oleh Michaelangelo dalam waktu empat tahun, dari tahun 1508 sampai tahun 1512. Leher saya sampai pegal-pegal karena harus terus mendongak, melihat lukisan di langit-langit yang sangat mengagumkan. Sebenarnya pengunjung dilarang memotret di dalam Kapel Sistina. Namun, melihat pengunjung lain yang pada mencuri-curi memotret dan dibiarkan oleh petugas, saya pun ikut-ikutan motret. Sayang sekali, bila tidak mengambil foto lukisan menakjubkan tersebut.
Tangga spiral di Museum Vatikan
Sudut menarik lainnya di Museum Vatikan adalah tangga melingkar yang akan kita lewati saat akan keluar. Tangga ini berbentuk melingkar-lingkar seperti spiral. Tangga hasil rancangan Giuseppe Momo pada tahun 1932 ini sudah lama menjadi ikon Museum Vatikan selain Kapel Sistina. Jangan lupa untuk memotret tangga ini dari atas karena bentuknya sangat unik.
Kunjungan ke Museum Vatikan mengakhiri petualangan saya di Vatikan. Ternyata, tak butuh waktu lama untuk mengelilingi Negara Kota Vatikan. Cukup enam jam, semua tempat menarik di Vatikan berhasil saya kunjungi. Kini, giliran Anda mengelingi negara termungil di dunia ini. (edyra)***