Alasan utama saya mengunjungi India
selain Taj Mahal dan Gulmarg (tempat bermain salju) adalah adanya fasilitas Visa on Arrival (VoA) bagi turis asal
Indonesia (WNI). Dengan VoA, saya tak
perlu repot-repot mengurus visa di Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal India
yang ada di beberapa kota di Indonesia, sebelum berangkat ke India. Apalagi
saya tinggal di kota yang tak ada Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal
Indianya. Tentunya, fasilitas VoA benar-benar menghemat waktu dan biaya.
Pemerintah India memberikan fasilitas Visa on Arrival (VoA) bagi Warga Negara
Indonesia sejak tanggal 25 Januari 2011, bersamaan dengan kunjungan kenegaraan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke India. VoA ini hanya berlaku untuk tujuan
pariwisata (tourism) makanya Pemeritah
India menyebutnya Tourist Visa on Arrival,
dan hanya bisa diperoleh di empat bandara utama India, yaitu New Delhi, Chennai
(Madras), Kolkata (Calcutta), dan Mumbai (Bombay). Bila tujuan kunjungan Anda
ke India bukan untuk wisata atau Anda masuk ke India tidak lewat empat bandara
tadi, silakan mengurus Visa India di Kedutaan Besar India di Jakarta atau
Konsulat Jenderal India yang ada di beberapa kota di Indonesia. VoA ini berlaku
paling lama 30 hari dengan biaya INR 3.600 (sekitar Rp 684.000,00). Syarat
pembuatan VoA juga cukup mudah yaitu : 2 lembar foto berwarna ukuran 3 x 4 cm
dengan latar belakang putih, tiket pulang ke Indonesia, bukti pemesanan hotel
di India, biaya visa sebesar INR 3.600,00 (harus dibayar dalam mata uang
Rupee), dan mengisi formulir permohonan VoA. Walau syaratnya mudah, tapi
prosesnya memakan waktu cukup lama (1 jam lebih) dan butuh kesabaran. Berikut
pengalaman saya mengurus Voa di Bandara Netaji Subash Chandra Bose, Kolkata.
Pesawat Air Asia dengan nomor
penerbangan AK 63 yang membawa saya terbang dari Kuala Lumpur mendarat dengan
mulus di Bandara Netaji Subash Chandra Bose, Kolkata tepat pada pukul 23.50
Waktu India. Senang rasanya, bisa menginjakkan kaki di Negeri Hindustan. Setelah
pesawat berhenti dengan sempurna dan pintu pesawat dibuka, saya dan teman
segera turun dari pesawat melewati garbarata menuju terminal kedatangan.
Seperti biasa, kami bersama penumpang lainnya berjalan menuju kounter imigrasi
untuk mendapat stempel masuk Negara India. Karena kami belum mempunyai Visa
India, kami berniat mengurus segera Visa
on Arrival. Kami melihat kounter VoA di sebelah kiri jalan, tepat di
seberang kounter imigrasi. Sayangnya saat itu tak ada satu pun petugas yang
jaga. Saya hanya melihat seorang Warga India (bukan petugas imigrasi) sedang
duduk di kursi, tak jauh dari kounter VoA tersebut. Saya pun bertanya ke orang
tersebut, di mana tempat mengurus VoA. Dia hanya menunjuk kea rah kounter
imigrasi.
Mendapat jawaban yang tidak memuaskan,
saya dan teman mencari orang lagi yang bisa kami tanya. Untunglah setelah
celingak-celinguk dan toleh sana-sini, kami melihat seorang bapak berbaju biru
muda yang sepertinya petugas imigrasi. Kami segera bertanya ke petugas tersebut
di mana tempat mengurus VoA. Dia menunjuk ke sebuah ruangan kecil, tepat di
sebelah kanan kounter imigrasi 1 (kounter paling kanan) dan sebelah toilet,
yang tak lain adalah ruang imigrasi.
Kami segera masuk ke dalam ruang imigrasi
yang ditunjuk petugas tersebut. Di dalam ruang imigrasi terdapat dua petugas
imigrasi dan tak ada turis lain selain kami berdua. Begitu tiba, kami ditanya
asal negara dan maksud kedatangan kami oleh petugas imigrasi. Kami jawab saja
dari Indonesia dan ingin mengurus VoA. Petugas tersebut menanyakan asal negara
kami ternyata untuk memastikan bahwa kami termasuk warga Negara yang diberi
fasilitas VoA. Petugas juga menanyakan tujuan kedatangan kami ke India, berapa
lama di India, dan mau ke mana saja. Kemudian, petugas imigrasi memberikan dua
lembar formulir permohonan VoA yang harus kami isi. Saat kami sedang mengisi
formulir permohonan VoA, datang seorang turis dari Vietnam yang akan mengurus
VoA juga.
Selesai mengisi formulir, kami
menyerahkan formulir beserta paspor kepada petugas. Saat itu, petugas meminta 2
lembar foto (tak masalah ukuran berapa pun dan latar belakang warna apa pun),
tiket balik, dan bukti pemesanan hotel. Kami pun menyerahkan dokumen-dokumen
yang diminta petugas tersebut. Setelah menerima dokumen dari kami, petugas tersebut
hanya melihatnya sekilas dan tidak memeriksanya dengan teliti. Dia tidak
menanyakan jumlah uang yang kami bawa seperti kata teman-teman yang pernah
mengurus VoA di India.
Selanjutnya, petugas tersebut memfoto
copy paspor kami dan mencatat data kami ke dalam buku (sepertinya buku register
pemohon VoA). Setelah itu, kami diajak ke kounter imigrasi nomor 2, untuk mendapat
stempel kedatangan di paspor. Karena tak ada turis lain, kai pun tak perlu
mengantri di kounter imigrasi.
Setelah dari kounter imigrasi, kami
berpikir bahwa urusan VoA sudah beres dan kami bisa melenggang keluar. Ternyata
dugaan kami salah. Oleh petugas di kounter imigrasi, kami disuruh kembali ke
ruang imigrasi. Kami diminta membayar biaya visa sebesar INR 3.600,00 per orang
dan pembayarannya harus dalam mata uang Rupee. Karena kami sudah membawa uang
Rupee, kami segera memberikan uang sebesar INR 8.000,00. Petugas meminta uang
pas karena dia tidak punya uang kembalian. Karena kami memang tidak punya uang
kecil, kami bilang saja tidak punya.
Petugas imigrasi meneliti satu per
satu, delapan lembar uang Rupee yang kami berikan, baik dengan cara meraba
maupun menerawangnya. Bahkan dia minta ganti yang lebih bagus sampai dua kali
karena uang yang kami berikan rada lece, padahal saya sengaja memberikan uang yang
lecek. Dia juga menasehati kami, agar berhati-hati dengan uang Rupee yang
berasal dari luar India karena saat ini marak beredar uang Rupeea palsu. Di
dinding ruang imigrasi tersebut juga dipasang pengumuman agar berhati-hati
dengan uang Rupee, lengkap dengan contoh gambar dan ciri-ciri uang Ruppe yang asli.
Kalau nanti kami berkunjung ke India lagi, petugas
imigrasi tersebut menyarankan agar kami membawa Dolar Amerika saja dan kemudian
menukarnya dengan Rupee di India agar bisa terjamin keaslian uang tersebut.
Proses meneliti keaslian uang Rupee
kami, ternyata memakan waktu yang lama. Selesai diraba dan diterawang lembar
demi lembar, selanjutnya uang Rupee kami dimasukkan ke dalam mesin pendeteksi
keaslian uang. Petugas yang memeriksa keaslian uang kami dengan mesin berbeda
dengan petugas yang menerima uang kami tadi. Saat itu, petugas meminta kami
mengganti selembar uang Rupee karena menurut dia meragukan.
Setelah semua uang kami dinyatakan
asli, petugas tersebut pergi ke money
changer untuk menukar uang ke dalam pecahan kecil agar bisa memberikan
kembalain kepada kami. Dia juga sekalian mengajak turis Vietnam untuk
menukarkan uangnya, karena dia tidak membawa uang Rupee.
Sambil menunggu uang kembalian,
petugas mengajak kami ngobrol. Mengetahui kami berasal dari Indonesia, dia
mengambil sebuah catatan. Rupanya dia mengambil catatan nomor telepon seorang
guru Bahasa Jepang yang katanya berasal dari Indonesia, bernama Andrimeda. Dia
meminta saya mencatat nomor telepon si Andrimeda dan menghubunginya nanti saat
sudah kembali ke Indonesia. Saya disuruh menelpon Andrimeda dan memintanya
mmenghubungi si petugas imigrasi tersebut. Nggak nyambung banget kan? Masa
mengurus VoA malah diminta menelepon seseorang yang nggak saya kenal, yang
katanya berasal dari Indonesia. Saya dan teman hanya cengar-cengir saja melihat
keanehan ini.
Setelah menunggu lumayan lama, petugas
yang menukarkan uang tadi datang juga bersama turis Vietnam. Dia memberikan
uang kembalian sebesar INR 800 kepada saya. Petugas imigrasi juga membuat kuitansi pembayaran visa kepada
saya dan meminta saya menandatangani kuitansi tersebut. Selanjutnya, petugas
memberikan stempel Visa on Arrival di
paspor kami. Sebagai informasi, Visa on
Arrival India bentuknya hanya berupa stempel bukan stiker seperti VoA
negara-negara lainnya. Namun, sebelum memberikan stempel VoA, petugas tersebut
bertanya kami sekali lagi kapan kami akan pulang ke Indonesia. Kami jawab saja
tanggal 13 April, sesuai tiket kepulangan kami. Setelah stempel VoA tertempel
di paspor kami, petugas tersebut meniup-niup stempel VoA tersebut dan membiarkannya
sejenak agar stempelnya kering. Kemudian, dia mengisi data-data di VoA
tersebut. Setelah semuanya beres, petugas memberikan paspor kami dan mempersilakan
kami meninggalkan ruang imigrasi tersebut. Beres sudah urusan visa.
Kami pun meninggalkan ruang imigrasi
tersebut dengan wajah sumringah. Dengan stempel visa di paspor, kami bebas
menjelajah Negara India kemana pun kami mau. Sambil keluar ruangan, kami
memeriksa VoA yang baru kami dapatkan di pasapor kami. Rupanya tanggal
kepulangan kami diisikan petugas tersebut ke dalam tanggal kadaluwarsa visa. Jadi,
petugas imigrasi memberikan visa kepada kami dengan masa berlaku hanya selama 9
hari, sesuai rencana kunjungan kami di India bukan 30 hari.
Syarat aplikasi Visa on Arrival India memang mudah. Namun prosesnya memakan waktu
yang cukup lama dan membutuhkan kesabaran ekstra. Setelah kami hitung-hitung,
total waktu yang kami habiskan untuk mengurus aplikasi VoA memakan waktu
sekitar 75 menit, mulai dari kami masuk ruangan pukul 23.55 sampai kami keluar
pukul 01.10 dinihari. Untungnya kami tak terburu-buru. Jadi, meskipun prosesnya
lama, kami menjalaninya dengan santai. (edyra)***