Santai di Dermaga Karimunjawa
Kepulauan Karimunjawa merupakan salah satu tempat
liburan favorit saya di Indonesia. Keindahan pantai, pulau-pulau kecil, dan alam
bawah lautnya benar-benar membuat saya jatuh cinta dengan kepulauan ini. Apalagi
letaknya juga cukup dekat dari kota kelahiran saya (Pati). Jadi semakin
menambah alasan bagi saya untuk mencintai Karimunjawa. Selain berbagai alasan
tersebut, masih ada satu alasan lagi yang menjadi magnet bagi saya untuk datang
lagi dan lagi ke Karimunjawa. Tak lain adalah Karimunjawa membawa keberuntungan
bagi saya. Dua kali mengunjungi Karimunjawa, saya mendapat berbagai
keberuntungan yang tidak saya temui di tempat lain. Berikut cerita lebgkapnya.
Menginap
Gratis di Hotel
Ketika pertama kali mengunjungi Karimunjawa pada
tahun 2007, suasana masih cukup sepi, jauh dari hingar bingar turis. Jangankan turis
asing, turis lokal saja masih jarang yang berkunjung ke sana. Hotel belum
banyak, homestay pun masih bisa
dihitung dengan jari. Saat berangkat ke Karimunjawa pun, saya hanya mengantongi
lima nama hotel di sana, yakni Karimunjawa
Inn, Nirwana Lodge, Dewa Daru Resort, Blue Laguna, dan Wisma
Wisata Karimunjawa. Beruntunglah saat di atas fery, dalam perjalanan dari
Jepara ke Karimunjawa saya bertemu dengan seorang bapak dari Yogyakarta (sebut
saja Pak Yogya karena saya lupa namanya) yang adiknya memiliki sebuah homestay dan hotel di Karimunjawa. Homestay tersebut sudah beroperasi
beberapa tahun tapi hotelnya belum dibuka untuk umum karena baru selesai
dibangun. Setelah ngobrol panjang lebar, bapak tersebut menawarkan kepada saya
untuk menginap di homestay milik adiknya.
Tentu saja saya menerima tawarannya dengan senang hati.
Escape Beach Resort, Karimunjawa
Sayangnya homestay
yang ditawarkan Pak Yogya sedang tutup ketika saya dan teman jalan (keponakan) sampai
di sana. Menurut penjaganya, homestay
sedang direnovasi. Kecewa tak mendapat hotel, kami langsung menuju hotel milik
adik Pak Yogya yang berada di pinggir pantai, tak jauh dari pelabuhan. Saat
tiba di hotel tersebut, saya bertemu dengan Pak Yogya dan adiknya yang bernama
Sri, si pemilik hotel. Saya memberi tahu Pak Yogya bahwa homestay yang ditawarkan sedang tutup. Mengetahui kami belum
mendapatkan hotel, Pak Yogya menawari kami untuk menginap di Hotel Escape Beach Resort milik anaknya tapi
fasilitas hotel belum begitu lengkap karena baru jadi. Rencananya, besok siang
akan diadakan upacara peresmian pembukaan hotel. Saya pun menerima tawaran Pak
Yoga dengan gembira (karena memang itu yang kami harapkan). Apalagi kondisi
hotel yang katanya baru jadi itu sangat bagus, kamarnya bersih dengan fasilitas
AC dan kamar mandi di dalam. Dan yang paling menyenangkan, posisi kamar
menghadap ke laut biru. Saya yakin biaya menginap di hotel ini di atas Rp
200.000,00 per malam.
Setelah dua hari menginap di Escape Beach Resort, tibalah waktunya untuk check out dan membayar biaya hotel. Saya pun menemui Pak Yogya
untuk pamitan dan membayar biaya hotel. Di luar dugaan saya, Pak Yogya tidak
mau menerima uang saya. Walaupun saya paksa, dia tetap tidak mau. Alasannya,
hotel tersebut milik adiknya dan saat kedatangan saya, kondisi hotel belum siap
100% karena memang belum dibuka untuk umum. Saya pun mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Pak Yogya dan Mbak Sri serta berdoa semoga Tuhan
membalas kebaikan hati mereka. Saya benar-benar tak menyangka bisa menginap di
hotel bagus dan baru dengan gratis. Apalagi saya juga mendapat makan siang dan snack gratis saat peresmian pembukaan
hotel. Benar-benar rezeki dan keberuntungan yang diberikan oleh Tuhan pada
saya.
Menginap
Gratis di Rumah Penduduk
Pada saat kunjungan ke-2 saya ke Karimunjawa, Juli
2014, suasana di Karimunjawa sudah banyak berubah. Hotel semakin banyak dan homestay menjamur di mana-mana. Karena Karimunjawa
sudah ngetop sebagai salah satu destinasi wisata bahari di Indonesia, turis
yang datang ke Karimunjawa juga semakin bejibun, baik turis domestik maupun
turis asing. Apalagi waktu kunjungan saya bertepatan dengan libur panjang
setelah lebaran. Turis benar-benar memadati Karimunjawa. Sejak di Pelabuhan
Jepara sudah terlihat membludaknya turis yang akan mengunjungi Karimunjawa.
Sebagai imbasnya, semua hotel dan homestay
yang ada di pusat kota Karimunjawa penuh, baik yang letaknya strategis di
pinggir pantai atau di pinggir jalan utama maupun yang letaknya nyempil di
gang-gang kecil. Malam pertama di Karimunjawa, saya dan teman (Doel) memilih
menginap di sebuah homestay di daerah
Batu Lawang, Pulau Kemujan. Karena letaknya jauh dari pusat kota, homestay tersebut kosong melompong,
hanya kami berdua tamunya.
Nah, di malam kedua kami berencana mencari hotel/homestay di pusat kota. Bisa ditebak,
saya dan teman yang tidak melakukan pemesanan/reservasi di muka, tidak kebagian
kamar hotel. Namun, kami tetap santai. Karena kami berencana menginap di rumah
Bu Is (pemilik sepeda motor yang kami sewa). Kalau tidak diizinkan, kami
berencana tidur di masjid. Namun saya yakin, beliau yang baik hati pasti akan
mengizinkan. Ternyata dugaan kami tak meleset. Mengetahui kami tidak mendapat
hotel, beliau mengizinkan kami menginap di rumahnya asalkan kami bersedia tidur
di ruang tamu karena tidak ada kamar lagi di rumahnya. Kebetulan, saat itu
beliau juga sedang kedatangan seorang saudaranya dari Bangsri, Jepara yang
membawa tiga orang teman. Mereka diberikan tempat tidur di ruangan toko Bu Is.
Jadilah malam itu rumah Bu Is penuh dengan orang asing, termasuk kami. Keesokan
harinya kami berniat untuk pulang tapi tidak jadi karena tidak ada fery yang
berangkat ke Jepara. Hari berikutnya fery baru berangkat. Jadilah kami menginap
dua malam di rumah Bu Is. Seperti dugaan kami, beliau tidak menarik biaya
sepeser pun kepada kami saat kami berpamitan untuk pulang. Bahkan, beliau
mengantarkan kami ke pelabuhan dengan sepeda motornya saat kepulangan kami. Tak
berhenti sampai di situ, Bu Is kembali lagi ke pelabuhan untuk mengantarkan
barang saya yang tertinggal di rumahnya tanpa kami minta. Bu Is memang orang
yang berhati mulia. Semoga Tuhan membalas semua kebaikannya.
Makan Malam
Gratis di Rumah Penduduk
Masih berkaitan dengan kunjungan ke-2 ke Karimunjawa,
pada bulan Juli - Agustus 2014, saya dan teman sengaja mencari hotel/homestay di daerah Batu Lawang, Pulau
Kemujan. Alasan utama kami adalah untuk menghemat biaya tur keliling pulau
keesokan harinya. Pasalnya biaya tur laut dari pusat kota Karimunjawa cukup
mahal, sekitar Rp 600.000,00. Selain itu, kami juga mencari tempat yang sepi,
jauh dari keramaian turis. Sayangnya di daerah Batu Lawang yang notabene jauh
dari pusat kota Karimunjawa, masih jarang warung makan. Di daerah tersebut,
hanya ada dua warung makan, itu pun masih tutup semua karena saat itu masih
dalam suasana Idul Fitri. Alhasil, kami kelimpungan mencari makan. Setelah
putar-putar daerah Batu Lawang dan tak menemukan satu pun warung makan yang
buka, kami nekad mampir ke sebuah toko kelontong yang berada tak jauh dari
Bandara Dewadaru. Kami berniat membeli Pop Mie tapi nggak ada. Kemudian kami
meminta dibuatin mie instant rebus kepada pemilik toko yang bernama Ibu
Mundalikah (panggilanya Bu Lika). Bu Lika tak langsung menyanggupi permintaan
kami. Beliau menyuruh kami menunggu sebentar dengan alasan akan mengecek dapur
terlebih dahulu. Setelah kembali dari dapur, ternyata Bu Lika tidak bersedia
memasakkan mie instant untuk kami. Sebagai gantinya, beliau menawarkan makan
malam dengan lauk seadanya untuk kami. Karena sudah kelaparan dan tak ada
pilihan lain, kami menerima tawaran Bu Lika dengan senang hati. Kami pun makan
dengan lahap di rumah Bu Lika. Selesai makan, kami ngobrol ngalor-ngidul dengan
Bu Lika. Saat berpamitan, kami pun berniat membayar biaya makan kepada Bu Lika.
Namun, Bu Lika dengan tegas menolak uang kami. Kami pun mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada Bu Lika. Dalam perjalanan pulang, kami
ketawa-ketawa keheranan. Kok bisa ya, kami “minta makan” di rumah orang yang
baru kami kenal?
Ditolong
Penduduk Saat Kehabisan Bensin
Doel, teman jalan saya, mempunyai satu kebiasaan
(lebih tepatnya kecerobohan) yang menyebalkan yakni lupa mengisi bensin sampai
kehabisan di tengah jalan. Beberapa kali jalan bareng dia, saya sudah mengalami
kehabisan bensin di tengah jalan. Sialnya, tragedi kehabisan bensin ini terjadi
juga di Karimunjawa tepatnya saat kami hendak kembali ke pusat kota Karimunjawa
sepulang jalan-jalan dari Pulau Kemujan. Memang saat kehabisan bensin, kami
berada tak jauh dari perkampungan penduduk, tapi di dekatnya tak ada penjual
bensin eceran. Ketika sedang kebingungan mencari penjual bensin, kami melihat
seorang gadis sedang main ponsel di atas sepeda motornya tak jauh dari tempat
kami berada. Si Doel pun mendatangi gadis tersebut dan meminta tolong agar
mengantarnya mencari penjual bensin. Ternyata gadis itu tak menolak. Dia
bersedia mengantar Si Doel mencari penjual bensin dan membawanya ke tempat kami
kehabisan bensin. Alhasil, kami tak perlu susah-susah mendorong sepeda motor
untuk mencari penjual bensin. Ternyata, pertolongan Tuhan ada di mana-mana.
Itulah beberapa keberuntungan yang kami alami
selama berwisata ke Karimunjawa. Selain keindahan alamnya, keramahan dan
ketulusan hati warga Karimunjawa membuat kami benar-benar jatuh cinta dengan
Karimunjawa dan selalu ingin kembali ke sana. (edyra)***