Menikmati hari yang indah di Air Terjun Mauhalek |
Atambua adalah ibu kota Kabupaten Belu
yang berada di ujung timur Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kota yang berada
di Pulau Timor ini berbatasan darat langsung dengan Negara Timor Leste yang dulu
pernah menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga tak
heran kalau Atambua menyebut dirinya sebagai Kota di Perbatasan. Bila Anda
datang ke Atambua via darat dari arah Kupang/Kefamenanu, Anda akan melihat gapura
di pintu masuk kota dengan tulisan “Selamat
Datang di Atambua, Kota di Perbatasan.”
Sebagai kota perbatasan, Atambua mempunyai
banyak tempat menarik, mulai dari
pantai, padang rumput (savana) hingga air terjun. Salah satu air terjun yang menarik
untuk dikunjungi adalah Air Terjun Mauhalek yang masih alami dan belum
diketahui banyak orang. Saya mengenal air terjun cantik juga baru belakangan
ini, lewat instagram.
Air Terjun Mauhalek terletak di Dusun
Fatumuti, Desa Raiulun, Kecamatan Lasiolat, Kabupaten Belu. Jaraknya sekitar 31
km dari pusat Kota Atambua atau sekitar 45 menit berkendara. Sejauh ini, tidak ada
kendaraan umum menuju air terjun ini. Jadi, untuk mencapainya Anda harus naik
ojek atau menyewa kendaraan dari Atambua. Saya membawa kendaraan sendiri ketika
mengunjungi Air Terjun Mauhalek.
Perjalanan menuju Air Terjun Mauhalek
cukup menantang karena saya harus melewati jalan yang mendaki dan berkelok-kelok
mirip ular. Perjalanan saya ke sana juga cukup banyak tantangan karena saya
berkunjung saat musim hujan, di mana banyak tebing yang longsor di beberapa
tempat. Selain itu, di ruas jalan ini juga sedang ada perbaikan jalan di mana-mana
sehingga mengharuskan saya berkendara
dengan lebih sabar dan hati-hati.
Gerbang menuju Air Terjun Mauhalek |
Setelah berkendara sekitar 40 menit,
akhirnya tibalah saya di pertigaan Desa Raiulun dengan gerbang bertuliskan “Selamat
Datang di Air Terjun Mauhalek.” Dari gerbang ini, tempat parkir Air Terjun
Mauhalek berjarak 700 meter dengan kondisi jalan sebagian disemen di kanan
kiri, sabagian lagi jalan tanah. Di kanan kiri jalan, saya melihat banyak ladang
jagung dan di kejauhan tampak Gunung Lakaan yang berdiri misterius diselimuti
kabut di puncaknya.
Anak tangga menuju Air Terjun Mauhalek |
Di dekat tempat parkir terdapat sebuah
rumah sederhana yang konon adalah penjaga Air Terjun Mauhalek. Ada juga sebuah
lopo-lopo (gazebo) yang cukup besar. Dari tempat parkir, kita tinggal berjalan
kaki lima menit menuruni ratusan anak tangga. Dari tangga tersebut, Air Terjun
Mauhalek yang menawan sudah terlihat. Suara gemericik airnya begitu
menenangkan, membuat saya lupa akan perjuangan untuk mencapai air terjun ini.
Air Terjun Mauhalek yang menakjubkan |
Air Terjun Mauhalek berbeda dari air
terjun kebanyakan. Air terjun ini berada di samping sungai dengan bentuk air
terjun yang berundak-undak (cascading)
terdiri dari beberapa tingkatan yang cukup tinggi. Ketinggian air terjun
sekitar 50 meter menjadikannya air terjun tertinggi di Pulau Timor. Air terjun
ini dinaungi pepohonan yang rindang di sekitarnya membuat suasana menjadi lebih
asri dan indah. Tak heran kalau Air Terjun Mauhalek disebut-sebut sebagai air
terjun tertinggi dan terindah di Pulau Timor.
Menariknya lagi, sumber Air Terjun
Mauhalek ini bukan berasal dari sungai melainkan dari mata air yang airnya mengalir
sepanjang tahun. Saat musim kemarau, air terjun ini tetap mengalir meski dengan
debit air yang lebih kecil. Warga setempat pun memanfaatkan Air Terjun Mauhalek
untuk kebutuhan air sehari-hari di musim kemarau.
Air terjun mini di dekat Air Terjun Mauhalek |
Di dekat Air Terjun Mauhalek terdapat
sebuah air terjun kecil yang airnya berasal dari aliran sungai. Terbukti saat kedatangan saya yang tepat setelah
hujan reda, air terjun kecil tersebut berwarna coklat keruh sedangkan Air Terjun
Mauhalek tetap bening karena sumber mata airnya berbeda.
Selain mandi dan bermain air, ada satu hal
lagi yang bisa Anda lakukan di Air Terjun Mauhalek, yaitu mendaki air terjun
ini hingga ke puncaknya. Awalnya, saya tidak menyangka Air Terjun Mauhalek bisa
didaki/dipanjat karena saya pikir pasti licin dengan banyaknya lumut di sana. Ternyata
dugaan saya keliru. Beberapa saat setelah kedatangan saya, datanglah beberapa
warga setempat bersama seorang turis. Mereka langsung mendaki Air Terjun
Mauhalek sampai ke puncak. Saya pun terkagum-kagum dibuatnya. Sebenarnya, saya
pengen juga mendaki Air Terjun Mauhalek tapi saya mengurungkan niat karena saya
tidak membawa baju ganti dan hari juga sudah sore. Saya sudah cukup puas
memandangi keindahan air terjun ini dan mendengarkan gemericik airnya yang menenangkan
jiwa. (Edyra)***