Tuesday, 2 February 2010

NOI BAI INTERNATIONAL AIRPORT, AIRPORT DENGAN BERBAGAI “KEAJAIBAN”

Noi Bai International Airport yang penuh dengan "keajaiban"

Pukul 08.40 Waktu Hanoi (sama dengan WIB), pesawat Thai Air Asia yang membawa saya dari Bangkok mendarat dengan mulus di Noi Bai International Airport, Hanoi, Vietnam. Hujan rintik-rintik dengan disertai kabut tipis menyambut kedatangan saya dan Imel (teman jalan asal Bandung), seolah mengucapkan “Selamat Datang di Vietnam.” Untungnya, begitu keluar pesawat kami langsung melewati garbarata sehingga tidak perlu berhujan-hujan kedinginan. Saat kedatangan kami di Bulan Januari tersebut, Hanoi memang sedang mengalami musim dingin, yang menurut informasi suhu udara hanya berkisar antara 10-16°C. Suhu yang sangat dingin untuk kami yang biasa tinggal di daerah tropis. Apalagi saya tinggal di Bali yang selalu panas, dengan suhu udara harian bisa mencapai 32°C.

Begitu memasuki terminal bandara, saya langsung mencari toilet. Saya harus menuntaskan hasrat buang air kecil dulu, sebelum antri di counter imigrasi. Secara, antri di imigrasi biasanya memakan waktu lama. Belum lagi, kalau ada masalah (untungnya selama ini saya nggak pernah bermasalah). Jadi tambah lama, deh. Padahal saya sudah menahan kencing sejak di pesawat. Ditambah udara dingin, yang hanya belasan derajat celcius, membuat hasrat saya untuk ke toilet semakin tak tertahankan. Ternyata Imel juga kompak pengen ke toliet dulu sebelum antri di imigrasi. Kami sepakat untuk antri bareng di imigrasi setelah dari toilet. Denger-denger imigrasi di Noi Bai International Airport cukup ketat. Jadi kami harus antri bareng, biar gampang berkomunikasi bila nanti terjadi masalah.

Saya segera menuju counter imigrasi setelah urusan toilet beres. Saya dan Imel mengantri di counter imigrasi yang sama. Kami melihat ke sekeliling dengan keheranan. Ini bandara kok sepi banget, ya? Secara Noi Bai, merupakan bandara internasional di ibukota negara. Suasananya sangat jauh berbeda dengan bandara-bandara internasional di negara lain yang pernah saya kunjungi. Meski arealnya cukup luas, suasananya sepi sekali. Counter imigrasinya nggak banyak dan saat itu hanya dibuka tiga counter. Petugas imigrasinya muda-muda dan cakep-cakep. Berkulit kuning bersih dan mata agak-agak sipit, tapi nggak sesipit Orang Cina atau Korea. Semuanya berpenampilan menarik dan sedap dipandang mata. Kayanya Pemerintah Vietnam memang sengaja memilih petugas imigrasi yang muda dan berpenampilan menarik untuk menyambut kedatangan para turis di negaranya. Namun, seperti kebanyakan petugas imigrasi di negara manapun, mereka semua nggak ada yang ramah. Tampang mereka dingin dan nggak bersahabat. Saya juga heran, kenapa petugas imigrasi nggak ada yang ramah? Baik di Indonesia maupun di luar negeri, semua petugas imigrasi sepertinya kompak memasang wajah jutek dan angkuh. Atau memang diharuskan seperti itu ya, oleh pihak imigrasi?

Saya memilih antri di counter yang petugas imigrasinya cewek. Soalnya antriannya paling pendek dibanding yang lain. Selain itu, petugasnya juga cukup cantik. Jadi lumayan menghibur deh, walau harus antri lama. Ternyata, walaupun antriannya paling pendek, kami harus antri lama juga. Kurang lebih 45 menit, waktu yang saya habiskan untuk antri di counter imigrasi. Nyebelin banget kan?

Conveyor Belt di Noi Bai International Airport

Selanjutnya kami menuju baggage claim untuk mengambil bagasi. Kami menemui banyak “keajaiban” di Noi Bai International Airport. “Keajaiban” pertama, baggage claim (dengan conveyor belt) di seluruh terminal kedatangan, baik kedatangan domestik maupun internasional, hanya ada dua. Catat ya! Hanya ada dua conveyor belt. Padahal Noi Bai adalah bandara internasional, gerbang masuk Negara Vietnam, yang pastinya banyak pesawat dari berbagai negara yang mendarat di sana. Ajaibnya, conveyor belt hanya ada dua. Jadinya, satu conveyor belt digunakan untuk beberapa maskapai secara bergantian. Alhasil, kami pun harus sabar menunggu lama untuk mengambil bagasi (tas) kami. Ketika kami sampai di baggage claim, ternyata bagasi yang datang adalah bagasi dari maskapai lain, yang datang lebih dulu. Padahal kami sudah menghabiskan waktu 45 menit di counter imigrasi. Ngapain aja petugas bandara selama itu, ya?

Walaupun BT, tetap sabar menunggu bagasi di Noi Bai International Airport

Saya dan Imel berbagi tugas. Imel menjaga tas kami yang ada di troli, sementara saya menunggu tas di dekat conveyor belt. Saya pun langsung menerobos kerumunan orang untuk mencari tempat yang dekat dengan conveyor belt. Saya tunggu sambil berdirdiri 5 menit, 10 menit, bahkan sampai 30 menit, tas kami belum nongol juga. Saya pun mundur mencari tempat duduk. Sialnya, nggak ada atu pun tempat duduk di area baggage claim tersebut. Saya pun cuek duduk di troli karena sudah cape berdiri. Beberapa turis bule juga sudah mulai putus asa dan mundur teratur untuk duduk lesehan di lantai. Untuk mengurangi ke-BT-an kami, saya dan Imel iseng foto-foto dan mengamati wajah-wajah lemas dan putus asa orang-orang yang menunggu bagasi.

Beberapa saat kemudian, muncullah tasnya si Imel. Larilah Imel menerobos keramaian orang, untuk mengejar tasnya. Anehnya, tas saya belum muncul juga. Padahal di Bangkok tadi, kami check in-nya jadi satu. Malahan saya yang check in-kan semuanya. Saya mulai panik, nih. Jangan-jangan tas saya ketinggalan di Bangkok atau terbawa pesawat lain dan dibawa terbang entah kemana. Saya langsung siaga kembali di dekat conveyor belt dan menunggu dengan gelisah. Akhirnya, tas kesayangan saya pun muncul setelah menunggu lebih dari satu jam. Ini merupakan rekor terlama saya menunggu bagasi di bandara. Sungguh ajaib dan menyebalkan.


Money Changer di Noi Bai International Airport

Tas sudah lengkap, kami segera mencari money changer untuk menukarkan uang. Secara kami belum punya Dong (Mata Uang Vietnam) sama sekali. Kami pun muter-muter, membandingkan nilai tukar (rate) di beberapa money changer/bank. Setelah menemukan bank yang nilai tukarnya paling tinggi, yaitu Asian Commercial Bank, dengan rate USD 1 = VND 18.479,00, kami langsung menukarkan Dolar kami. Saya dan Imel masing-masing menukarkan USD 100, dan kami mendapat VND 1.847.900,00. Kami berasa jadi kaya. Uang USD 100 berubah menjadi VND 1.847.900,00. Namun, ini hanya kesenangan sesaat. Secara harga barang di Vietnam juga tinggi karena nilai Dong sangat rendah. Bahkan nilainya lebih rendah daripada rupiah. Saat kedatangan kami di Vietnam, USD 1 = IDR 9.325,00 = VND 18.479,00.

Selanjutnya kami mencari Tourist Information Center, untuk mencari informasi tentang transportasi dari bandara ke Kota Hanoi dan mencari peta Hanoi. Kami menemui “keajaiban” lagi. Tidak seperti bandara internasional di negara-negara lain, yang biasanya menyediakn banyak peta gratis untuk para turis, di Noi Bai International Airport tidak tersedia satu pun Peta Vietnam ataupun Hanoi. Di seluruh penjuru bandara, Tourist Information Center hanya ada satu. Itu pun hanya menyediakan brosur-brosur wisata, tanpa ada peta Vietnam ataupun Hanoi. Saya pun meminta sebuah buku panduan wisata Vietnam kepada petugas Tourist Information Center tersebur. Soalnya Peta Hanoi saya ketinggalan dan peta hasil nge-print dari internet nggak bagus. Ajaibnya lagi, informasi mengenai transportasi menuju pusat kota Hanoi pun nggak tersedia. Padahal, bandara ini letaknya sangat jauh dari pusat kota Hanoi, sekitar 40 km. Loket resmi penjualan tiket bus ataupun taxi juga nggak ada. Jadi kami harus aktif mencari informasi sendiri dengan bertanya kepada orang-orang (sopir) di luar bandara. Sialnya, kebanyakan orang Vietnam nggak bisa berbahasa Inggris. Kalupun bisa, Bahasa Inggrisnya kacau balau.

Menurut informasi dari internet, sebenarnya terdapat 3 moda transportasi dari Noi Bai International Airport ke pusat kota Hanoi, yaitu public bus, minibus (van), dan taxi. Public bus ada dua, yaitu bus no. 7 menuju Kim Ma Bus Station dan bus no. 17 menuju Long Bien Bus Station. Biaya transportasi public bus VND 5.000,00 (USD 0,3) dengan lama perjalanan sekitar satu jam. Bus tersedia setiap 15 - 20 menit, dari jam 05.00 pagi sampai jam 10.00 malam. Sementara minibus, akan mengantar langsung ke hotel kita. Biayanya VND 22.000,00 untuk Warga Negara Vietnam dan VND 32.000,00 (USD 2) untuk turis. Yang paling mahal adalah taxi, tarifnya VND 160.000,00 (USD 10) untuk taxi jenis sedan dan VND 190,000 (USD 12) untuk taxi jenis SUV (semacam Innova di Indonesia).

Berhubung kami membawa ransel yang cukup berat dan nggak mau ambil risiko tersesat di Kota Hanoi, kami memilih naik minibus. Tarifnya juga nggak mahal-mahal amat. Konsekuensinya, kami harus menunggu sampai minibus full penumpang. Soalnya, sopir baru mau menjalankan minibus bila kendaraannya sudah penuhpenumpang. Arrrgh!!! Berarti harus menunggu dan menunggu lagi. Mana di luar bandara udara dingin banget lagi. Udah gitu, disertai dengan hujan rintik-rintik dan kabut tipis. Jadi, saya nggak bisa jalan-jalan ke mana-mana. Traveling di Vietnam memang butuh kesabaran tingkat tinggi. Untungnya, jalan-jalan kali ini saya nggak sendirian. Saya jalan-jalan berdua, bersama Imel. Saya nggak bisa membayangkan kalau harus jalan-jalan sendirian di Hanoi (Vietnam). Kayanya bakalan ribet dan membosankan. Soalnya, Vietnam memang negeri yang penuh dengan ”keajaiban.” Di bandaranya saja kami sudah disambut dengan berbagai “keajaiban.” (edyra)***

1 comment:

  1. kok sedih ya bacanya, padahal bakalan kesana sendirian :(
    kak kasih tips untuk solo trip kesana dong

    ReplyDelete