Dibandingkan dengan kota-kota tetangganya
seperti Kudus, Jepara atau Rembang, Pati memang kurang terkenal. Maklum, sejauh
ini memang belum ada objek wisata maupun tokoh fenomenal dari Pati. Padahal
kota kecil di Jalur Pantura Jawa Tengah ini memiliki sejumlah tempat menarik,
tak kalah dengan kota-kota tetangganya. Selain itu, Pati juga merupakan
satu-satunya kota penghasil kacang tanah di Indonesia. Dua produsen produk
kacang-kacangan terkemuka di Indonesia
(Garuda dan Dwi Kelinci) berasaal dari Pati. Tak heran kalau Pati dijuluki Kota
Kacang (bukan Kota Kacangan). Sebagai Putra Asli Pati (walaupun sudah lama
tidak tinggal di Pati), saya tergerak untuk menuliskan beberapa tempat menarik
dan kuliner lezat (makanan khas) dari Pati agar lebih dikenal khalayak ramai.
Berikut 8 alasan bagi Anda untuk mampir ke Pati.
Sendang
Tirta Marta Sani
Sekitar
4 km dari pusat Kota Pati, tepatnya di Desa Tamansari, Kecamatan Tlogowungu, Anda
akan menjumpai Sendang Tirta Marta Sani atau biasa disebut Sendang Sani oleh
Warga Pati. Sendang Sani merupakan
sumber mata air yang terbentuk karena kesaktian Sunan Kalijaga, salah satu
anggota Wali Sanga (9 Wali/Sunan penyebar
Agama Islam di Pulau Jawa). Konon, ketika tiba di Desa Tamansari dalam
perjalanannya menyebarkan Agama Islam, sudah masuk waktu sholat zuhur. Karena
tidak menemukan air untuk wudlu, Sunan Kalijaga menancapkan sebatang lidi ke
tanah sambil berdoa kepada Allah agar diberi air untuk wudlu. Atas ridho dari
Allah, keluarlah mata air dari tempat Sunan Kalijaga menancapkan lidinya tadi. Namun,
sebelum Sunan Kalijaga berwudlu dengan air tersebut, salah seorang pengawalnya
meminum air tersebut. Sunan Kalijaga pun marah dengan tindakan pengawalnya yang
tidak sopan tersebut dan mengutuk pengawalnya menjadi seekor kura-kura. Karena
itulah tempat keluarnya mata air tersebut dinamakan Sendang Sani, yang berasal
dari kata Sendang (artinya mata air dalam Bahasa Jawa) dan Sani/Nyisani
(artinya mendahului).
Mata
air di Sendang Sani tetap mengeluarkan airnya sampai sekarang dan tidak pernah
kering sepanjang tahun walau musim kemarau sekali pun. Karena lingkungan
sekitar Sendang Sani cukup asri, masyarakat setempat memanfaatkan mata air di
Sendang Sani dimanfaatkan sebagai objek wisata. Di sekitar Sendang Sani telah
dibangun kolam renang lengkap dengan beberapa seluncuran, kolam pancing, dan
warung-warung makan sederhana.
Air Terjun
Tretes
Sebagian
wilayah Kabupaten Pati berada di kaki dan lereng Gunung Muria. Karena itulah
Kabupaten Pati memiliki beberapa air terjun. Salah satu air terjun yang cukup
menarik adalah Air Terjun Tretes yang terletak di Desa Gunungsari, Kecamatan Tlogowungu. Akses untuk
mencapai Air Terjun Tretes ada dua jalan, yaitu lewat Dukuh Santi, Desa Gunungsari (di sebelah utara sungai) atau lewat Dukuh
Jentir, Desa Tajungsari (di sebelah selatan sungai). Jaraknya sekitar 20 km
dari Kota Pati atau sekitar 40 menit berkendara. Untuk mencapainya Anda harus
berjalan kaki melalui jalan setapak sekitar 500 meter (bila Anda lewat Desa
Gunungsari) atau 700 meter (bila Anda lewat Desa Tajungsari.
Kompleks
Air Terjun Tretes terdiri dari dua air
terjun dan berada di tengah-tengah perkebunan kopi milik warga sehingga cukup
jauh dari jalan raya. Air terjun pertama yang disebut Tretes berada di sebuah
tebing persis di samping sungai. Air terjun ini tidak begitu tinggi dan debit
airnya tidak begitu besar. Air terjun
kedua dinamakan Jenar terletak di sebelah atas. Air terjun kedua ini lebih besar
dan tinggi dari pada air terjun yang pertama.
Air Terjun
Watu Sirap Grenjengan
Ada satu lagi air terjun di Kabupaten Pati yang
sayang untuk dilewatkan, yakni Air Terjun Watu Sirap Grenjengan. Air terjun yangoleh
warga setempat biasa disebut Air Terjun Grenjengan ini berada di Desa Jollong,
Kecamatan Gembong. Air terjun ini cukup unik karena terdiri dari empat air
terjun yang bertingkat-tingkat. Dari keempat air terjun tersebut hanya tiga
tingkatan air terjun yang bisa Anda capai. Air terjun pertama yang berada
paling bawah, bentuknya agak miring (karena berada di tebing batu yang miring)
dan memiliki ketinggian sekitar enam meter. Di bawah air terjun pertama
terdapat sebuah kolam yang dibendung dan bisa dimanfaatkan untuk mandi atau
bermain air. Air terjun kedua terdiri dari dua air terjun yang sekilas nampak kembar
dan berada di sebuah tebing batu yang dinaungin pohon kersen
yang rindang. Tepat di atas air terjun kedua ada sebuah air terjun lagi dengan
debit air yang lebih besar dan berada di antara tanaman hijau yang merambat. Sedangkan
air terjun ke empat letaknya terpisah jauh dari ketiga air terjun di bawahnya.
Air terjun ini berada di sebuah tebing yang tinggi di antara tanaman yang rimbun.
Sampai saat ini, air terjun ke empat belum bisa dicapai (didekati) dan hanya
bisa dilihat dari kejauhan (seberang sungai).
Waduk Gunung
Rawa
Waduk Gunung Rawa
merupakan sebuah bendungan/waduk yang terletak di Desa Sitiluhur, Kecamatan
Gembong. Waduk ini berada di sebuah lembah, di antara perbukitan di lereng
Gunung Muria sebelah timur sehingga mempunyai panorama yang indah. Waduk Gunung
Rawa dibangun pada masa penjajahan Belanda, pada tahun 1928. Luas area waduk
sekitar 320 hektar dan mampu menampung air sebanyak 5,5 juta meter kubik yang mampu mengairi sawah di beberapa kecamatan. Di
bagian timur waduk, terdapat sebuah jalan yang dapat digunakan untuk melintasi waduk.
Selain sebagai sarana penampungan air, Waduk Gunung Rawa
juga dimanfaatkan sebagai salah satu tempat wisata yang ramai dikunjungi
wisatawan di akhir pekan dan hari libur. Warga setempat juga memanfaatkan Waduk Gunung Rawa sebagai
tempat memancing gratis karena banyak ikan air tawar yang hidup di dalam waduk.
Maka jangan heran kalau Anda melihat banyak penjual ikan di sekitar Waduk
Gunung Rawa.
Waduk
Seloromo
Selain
Waduk Gunung Rawa, masih ada satu waduk lagi di Kecamatan Gembong, yaitu Waduk
Seloromo. Waduk ini pertama kali dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda
pada tahun 1930.
Waduk ini bentuknya tidak bulat seperti Waduk Gunung Rowo tapi memanjang dan
tidak beraturan. Waduk yang sebagian besar areanya berada di Desa Gembong, Kecamatan Gembong ini, sekarang
menjadi sumber pendapatan bagi desa Gembong dan sekitarnya. Selain sebagai
sumber pengairan bagi lahan pertanian (sawah) di kecamatan Gembong dan
kecamatan-kecamatan sekitar seperti Wedarijaksa, Juana, Tlogowungu, dan Pati, juga dipergunakan sebagai lokasi pembudidayaan ikan tawar. Letaknya yang tepat
di tengah-tengah ibukota kecamatan membuatnya mudah diakses sehingga menjadi salah
satu tempat wisata alternatif di Kabupaten Pati sama seperti Waduk Gunung Rawa.
Selain itu, di sekitar Waduk Seloromo juga sering digunakan sebagai tempat berkemah.
Gua Pancur
Gua
Pancur berada di Desa Jimbaran, Kecamatan Kayen. Gua Pancur sangat unik karena
di sepanjang gua ini mengalir sungai bawah tanah dengan air yang jernih. Gua
dengan panjang mencapai ± 736 meter ini juga mempunyai stalaktit dan stalakmit
yang menarik.
Gua Wareh
Tak
seberapa jauh dari Gua Pancur terdapat sebuah gua lagi, yaitu Gua Wareh. Gua
ini terletak di Desa Kedumulyo, Kecamatan Kayen. Gua dengan luas area mencapai
4,5 hektar ini mempunyai dua lorong’ Lorong ke kiri panjangnya mencapai 100 meter
dan, terdapat sungai bawah tanah. Sedangkan lorong ke kanan dari mulut gua
panjangnya 50 meter dan tembus ke luar gua.
Nasi
Gandul
Hampir
setiap kota/daerah di Indonesia mempunyai makanan khas. Begitu juga dengan Pati
yang bangga dengan Nasi Gandulnya yang sangat lezat. Nasi Gandul merupakan nasi
yang sajikan di atas piring yang dialasi daun pisang dengan disiram kuah gandul
yang berwarna coklat mirip semur. Kuah gandul terbuat dari santan ditambah
potongan daging dan jeroan sapi (hati, ampela, babat) yang telah diberi bumbu
dan sedikit kecap. Teman makan nasi gandul biasanya adalah daging sapi semur
(termasuk hati, babat, lidah dan, kulit) tempe goreng, pergedel, dan telor
semur.
Asal-usul
nama Nasi Gandul, ada dua versi cerita. Cerita yang pertama, konon awalnya para
penjual Nasi Gandul menjajakan nasinya dengan berjalan kaki sambil menggotong
pikulan yang terdiri dari panci (kuali) kuah di satu sisi dan bakul nasi di
sisi lainnya. Pikulan itu naik-turun seiring dengan langkah si penjual nasi
sehingga panci/kuali kuah dan bakul nasi tadi tampak menggantung atau dalam
Bahasa Jawa disebut Nggandul. Karena itulah disebut Nasi gandul. Cerita yang
kedua berkaitan dengan cara penyajian nasi gandul yang disajikan dengan alas
piring daun pisang sehingga nasi dan kuahnya tidak menyentuh dasar piring atau
seakan menggantung. Karena itulah disebut Nasi Gandul.
Soto
Kemiri
Selain Nasi Gandul, Pati juga mempunyai kuliner
khas lain yang tak kalah lezatnya yaitu Soto Kemiri. Sebenarnya Soto Kemiri
mirip dengan soto ayam lainya, bedanya adalah penggunaan bumbu kemiri dalam
jumlah yang cukup banyak dan kuah santan yang tidak begitu kental. Pada awalnya, Soto Kemiri dibuat karena Warga Pati
tidak mampu membeli daging atau ayam. Itu sebabnya kemiri digunakan untuk
menggantikannya. Namun, setelah mereka mampu menambahkan daging ayam ke dalam
soto ini, nama Soto Kemiri yang terlanjur melekat tidak diubah.(edyra)***