Menikmati semilir angin rumput savana di Bukit Wolor Pass |
Saya harus mengetuk-ngetuk pintu terminal
kedatangan Bandara Wunopito, Lewoleba untuk masuk ke dalamnya. Gara-gara
keasyikan memotret panorama menawan di sekitar bandara, saya terkunci sendirian
di luar gedung terminal sementara penumpang lainnya sudah masuk ke dalam gedung
terminal sejak tadi. Untunglah, tak lama kemudian seorang petugas keamanan
berbaik hati membukakan pintu untuk saya sambil berkata, “Maaf Mas. Saya kira
sudah tidak ada penumpang lagi, makanya pintu saya kunci.” Saya pun tersenyum
sambil melangkah masuk ke dalam terminal kedatangan yang tak seberapa luas. Baru
kali ini saya merasakan terkunci di luar terminal bandara. Rupanya, inilah
“kejutan” Selamat Datang ala Lembata bagi saya. Hmmm, sebuah kejutan yang unik.
Bandara Wunopito dengan panorama yang menawan |
Lovely Airport
Bandara Wunopito yang merupakan salah satu
gerbang masuk Pulau Lembata hanyalah bandara perintis tapi panorama di sekitar
bandara juara. Lokasi bandara berada persis di pinggir pantai berpasir putih
dengan laut biru bening. Di kejauhan nampak Gunung Ile Boleng yang berdiri
gagah di Pulau Adonara. Dengan landas
pacu hanya sepanjang 1.200 meter, bandara ini hanya bisa didarati pesawat jenis
Cassa, Cessna, maupun Fokker. Gedung terminalnya sangat mungil, tanpa ada troli
maupun conveyor belt. Setiap harinya
hanya ada satu pesawat jenis Fokker 50 yang mendarat maupun terbang dari Bandara
Wunopito. Tak heran kalau setelah semua penumpang masuk/keluar dari gedung
terminal, petugas bandara segera mengunci semua pintu terminal. Kalau ada
penumpang yang melipir seperti saya
pasti akan terkunci di luar gedung terminal. Jangan harap ada taksi ataupun bus
untuk mencapai pusat kota. Satu-satunya alat transportasi yang ada hanya ojek.
Untung pusat kotanya hanya berjarak 3 km dari bandara. Jadi, naik ojek pun
nyaman-nyaman saja, seperti yang saya lakukan pagi itu untuk mencapai hotel
yang berada tak jauh dari Pelabuhan Lewoleba.
Lembata at a Glance
Kalau Anda belum pernah mendengar nama Pulau
Lembata, saya maklum tapi sedih juga. Soalnya pulau ini cukup mungil dan
letaknya jauh di belantara Nusa Tenggara Timur, tepatnya di sebelah timur Pulau Adonara dan di sebelah
barat Pulau Pantar. Pada zaman penjajahan Belanda pulau ini dikenal dengan nama
Pulau Lomblen. Namun, sejak tanggal 1 Juli 1967 namanya diubah menjadi Lembata.
Dulunya Lembata hanyalah sebuah kecamatan dan masuk ke dalam wilayah Kabupaten
Flores Timur yang beribu kota di Larantuka. Namun, sejak tanggal 7 Maret 1999
Lembata menjadi sebuah kabupaten baru dengan Lewoleba sebagai ibu kotanya. Meski
krang terdengar gaungnya di Indonesia, Lembata sangat terkenal ke berbagai
penjuru dunia berkat tradisi berburu paus yang dilakukan Warga Desa Lamalera
secara turun-temurun sejak ratusan tahun yang lalu dan masih berlanjut hingga
kini. Selain itu, Lembata juga menyimpan berbagai pesona alam yang menarik,
mulai dari gunung berapi yang masih aktif, padang savana yang luas, pantai berpasir
putih nan perawan hingga alam bawah laut yang menakjubkan.
Gunung Ile Ape dilihat dari Pantai Wunopito, Lewoleba |
Lovely
Mountain
Seperti pulau-pulau lainnya di Nusa Tenggara, Lembata
juga mempunyai sebuah gunung berapi yang masih aktif hingga kini, yaitu Gunung
Ile Ape. Gunung setinggi 1.450 meter di atas permukaan
laut ini terlihat jelas dari berbagai sudut Kota Lewoleba, membuat saya penasaran untuk mendekatinya.
Bukan, bukan untuk mendakinya tapi sekedar melihatnya dari dekat. Sebenarnya
tidak butuh waktu lama untuk mendaki Gunung Ile Ape. Kata teman-teman yang
pernah mendaki Gunung Ile Ape, hanya butuh waktu 3 - 4 jam untuk mencapai
puncak gunung ini dari desa terdekat. Sejauh ini, ada dua jalur untuk memulai
pendakian ke gunung yang juga disebut Lewotolok oleh Warga Lembata ini, yaitu
via Desa Jontona di Kecamatan Ile Ape Timur atau via Desa Lewotolok di
Kecamatan Ile Ape. Keduanya menawarkan pemandangan yang menakjubkan. Namun,
karena keterbatasan waktu dan tidak ada persiapan pendakian, saya memutuskan
untuk tidak mendaki Gunung Ile Ape dalam kunjungan ke Lembata kali ini. Saya
hanya mengelilingi gunung ini dan memandanginya dari dekat.
Rumah-rumah penduduk bertengger di tebing dekat laut di Kawasan Ile Ape |
Gunung Ile Ape berada di bagian semenanjung
Pulau Lembata yang biasa disebut “Kepala Burung” oleh Warga Lembata. Semenanjung
ini terbagi menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Ile Ape dan Kecamatan Ile Ape
Timur. Semenanjung yang berada di bagian barat laut Pulau Lembata ini sangat
menarik karena dikelilingi Teluk Waienga di sebelah timur, Laut Flores di
sebelah utara, dan Teluk Lewoleba di sebelah barat. Saya dan teman mengelilingi
Semenanjung Kepala Burung berlawanan arah jarum jam, yaitu dari sisi selatan,
timur, utara dan barat. Banyak hal menarik yang kami temui saat mengelilingi
semenanjung ini. Mulai dari pantai berpasir hitam, pantai berbatu-batu, sumber
belerang yang telah mengering, kampung adat dengan rumah-rumah unik, hingga perkampungan
penduduk yang bertengger di tebing curam, di pinggir laut. Sepanjang perjalanan
tersebut, Gunung Ile Ape berdiri gagah di dekat saya dan puncaknya pun terlihat
dengan jelas. Kadang di depan, kadang di sebelah kiri, kadang di sebelah kanan.
Dari berbagai sudut, gunung ini terlihat menarik dan sayang untuk tidak
dipotret. Tak terhitung berapa kali saya meminta teman saya untuk menghentikan
kendaraannya agar saya bisa memotret. Untunglah dia sabar menuruti keinginan
saya. Ada satu fakta menarik tentang Kawasan Ile Ape, yaitu seluruh sumber air di kawasan ini mengandung belerang karena
letaknya berada di dekat gunung api yang masih aktif. Alhasil, warga pun harus
membeli air minum untuk keperluan memasak sehari-hari.
Lovely
Hills
Kontur Pulau Lembata sebagian besar
berbukit-bukit. Menariknya lagi bukit-bukit tersebut ditumbuhi rerumputan dan
semak-semak membentuk savana yang luas. Ada dua bukit yang harus kita datangi
saat mengunjungi Lembata, yakni Bukit Wolor Pass dan Bukit Doa Watomiten. Kedua
bukit tersebut letaknya berdekatan, tepatnya berada di Desa Bour, Kecamatan
Nagawutung. Di hari kedua kunjungan saya di Lembata, saya dan teman menyambangi
kedua bukit tersebut.
Bukit, savana, dan laut biru dilihat dari Bukit Wolor Pass |
Bukit pertama yang kami jumpai dalam
perjalanan dari Kota Lewoleba adalah Bukit Wolor Pass. Bukit yang berjarak
sekitar 15 km dari Lewoleba ini berada persis di pinggir jalan raya yang menuju
Kecamatan Nagawutung. Jadi, kita tak akan kesulitan menemukannya walaupun tak
ada satu pun rambu-rambu atau petunjuk arah yang menunjukkan jalan ke Bukit
Wolor Pass. Di bukit ini sudah dibuat semacam pelataran untuk memudahkan
pengunjung melihat pemandangan sekitar. Ada juga beberapa lopo-lopo (gazebo)
yang bisa kita manfaatkan untuk berlindung dari teriknya matahari Lembata.
Pemandangan dari bukit ini tak perlu ditanyakan lagi. Mulai dari bukit-bukit
yang tinggi menjulang, savana luas membentang, pantai berpasir putih dengan
laut biru jernih, hingga Gunung Ile Boleng yang tinggi menjulang di Pulau
Adonara. Saya sampai tak bisa berkata-kata dibombardir panorama menakjubkan di
sekeliling saya. Yang bisa saya lakukan hanya bersyukur dan mengabadikan
panorama menawan tersebut dengan kamera kesayangan saya.
Sekitar 4 km di sebelah barat Bukit Wolor Pass
terdapat Bukit Doa Watomiten. Namun, tidak seperti Bukit Wolor Pass, untuk
mencapai puncak bukit ini kita butuh perjuangan. Kita harus berjalan mendaki
sekitar 1 km karena jalan menuju puncak bukit masih berupa jalan tanah berbatu
yang tak memungkinkan kendaraan melewatinya. Bukit Doa Watomiten merupakan
kawasan wisata rohani dan tempat ziarah bagi umat Kristiani. Di kawasan bukit
ini telah dibangun 14 pos (stasi) lengkap dengan patung-patung untuk prosesi
Jalan Salib. Pos-pos tersebut melambangkan kesengsaraan Yesus mulai dari
penangkapan, penyiksaan, penyaliban sampai pemakaman. Di puncak bukit terdapat Patung Maria Bunda Segala Bangsa setinggi tujuh
meter. Pada saat kedatangan saya, Kawasan Bukit Doa Watomiten belum sepenuhnya
jadi. Nantinya akan dibangun seribu patung yang juga mencerminkan wisata rohani
di dasar laut tak jauh dari bukit tersebut. Pembangunan seribu patung tersebut
sudah dimulai dari sekarang dan diharapkan selesai pada tahun 2019.
Pantai Waijarang saat sedang surut |
Lovely
Beaches
Lembata merupakan sebuah pulau kecil sehingga
kita bisa menemukan pantai di mana-mana. Menariknya lagi, selain cantik pantai-pantai
di Lembata juga masih perawan, belum “dirusak” oleh berbagai bangunan komersial
seperti hotel, kafe maupun restoran. Pantai pertama di Lembata (selain pantai
di dalam kota) yang saya dan teman kunjungi adalah Pantai Waijarang. Pantai ini
terletak di Desa Waijarang, Kecamatan Nubatukan dan berjarak sekitar 14 km dari
Lewoleba. Pantai Waijarang berpasir putih dengan air laut biru jernih. Garis
pantainya cukup panjang dan kontur pantainya landai sehingga aman untuk
berenang ataupun bermain air. Dari pantai ini, Gunung Ile Boleng yang berada di
Pulau Adonara terlihat dengan jelas. Pantai Waijarang juga sudah dilengkapi
dengan beberapa fasilitas seperti : lopo-lopo, toilet dan tempat parkir yang
cukup luas. Tak heran kalau pantai ini selalu ramai dikunjungi Warga Lewoleba di
akhir pekan dan hari-hari libur.
Pantai Mingar yang cantik dan masih alami |
Dari Pantai Waijarang kami melanjutkan
perjalanan ke Pantai Mingar. Pantai ini berada di ujung barat daya Pulau
Lembata, tepatnya di Desa Pasir Putih, Kecamatan Nagawutung. Jaraknya sekitar
35 km dari Lewoleba. Perjalanan ke Pantai Mingar sangat menantang karena jalan
menuju pantai ini sebagian besar rusak parah. Di beberapa tempat aspal jalan sudah hilang sama sekali tinggal
menyisakan jalan tanah berbatu-batu besar. Parahnya lagi, kami juga harus
menyeberangi sungai tanpa jembatan. Untungnya Lembata sedang memasuki musim
kemarau sehingga debit air di sungai cukup kecil. Namun, segala perjuangan kami
untuk mencapai Pantai Mingar terbayar lunas begitu kami tiba di sana. Pantai
berpasir putih bersih dengan air laut biru muda menyambut kedatangan kami.
Garis pantainya sangat panjang dan hamparan pasir putihnya sangat luas. Di
ujung barat nampak Tanjung Naga dan Pulau Suwanggi yang mungil di seberangnya.
Yang perlu diperhatikan, ombak di Pantai Mingar cukup besar karena pantai ini
menghadap ke Laut Sawu. Pada musim-musim tertentu, ombak di pantai ini sangat
besar sehingga cocok untuk olahraga selancar (surfing). Saat itulah, turis-turis dari berbagai negara mendatangi
Pantai Mingar untuk berselancar di sana.
Sunset menakjubkan di Pelabuhan Lewoleba |
Lovely
Sunset
Salah satu kegiatan yang tak pernah saya
lewatkan jika sedang berada di pulau kecil yang dikelilingi banyak pantai
adalah melihat panorama matahari terbenam (sunset).
Asyiknya, ada banyak tempat menarik untuk melihat detik-detik tenggelamnya sang
surya di Lembata. Salah satunya adalah di Pelabuhan Lewoleba. Di kompleks
pelabuhan ini, tepatnya di bagian timur telah dibangun beberapa lopo-lopo dan
dermaga yang menjorok ke tengah laut. Tempat ini biasanya dipadati warga
setempat di sore hari menjelang matahari terbenam, tak terkecuali sore itu. Ada
yang berenang, ada yang duduk-duduk di dermaga, dan ada pula yang membawa
kamera dan tripod untuk mengabadikan sunset
seperti saya. Matahari terbenam di Pelabuhan Lewoleba memang menakjubkan karena
kita tidak hanya melihat matahari dan laut. Dari tempat ini, kita akan melihat bulatan
bola matahari berwarna jingga perlahan-lahan tenggelam ke cakrawala memendarkan
warna kuning keemasan di lautan. Panorama ini dipercantik dengan kehadiran Gunung Ile Boleng yang berdiri menjulang, kapal yang berjajar di dermaga dan aktivitas
warga setempat. Saya pun tak henti-hentinya menekan tombol rana kamera untuk
mengabadikan panorama menawan tersebut.
How
to Get There
Untuk
mencapai Pulau Lembata Anda harus terbang dulu ke Kupang, NTT. Kemudian lanjut
naik pesawat menuju Lewoleba. Bila Anda punya banyak waktu longgar, Anda juga
bisa naik kapal fery dari Kupang menuju Larantuka yang memakan waktu sekitar 15 jam. Dari
Larantuka, Anda bisa naik kapal cepat (dua jam) atau fery (4 jam) menuju
Lewoleba. Sayangnya ferry ini hanya berangkat seminggu 3 kali dari Kupang,
yaitu Hari Selasa, Kamis dan Minggu.(Edyra)***
Where
to Stay
Hotel Rejeki
Jl.
Trans Lembata, Lewoleba
Telp. : (0383) 41028
Tarif
: Mulai Rp 100.000,00
Hotel Olympic
Jl.
Trans Lembata, Lewoleba
Tarif
: Mulai Rp 250.000,00
New An Nisa Beach Hotel &
Restaurant (satu-satunya hotel di pinggir pantai di Lewoleba)
Jl.
SGB Bungsu, Lewoleba
Telp
: (0383) 41052
Tarif
: Mulai Rp 100.000,00
No comments:
Post a Comment