Thursday, 31 December 2015

PULAU SUKUN, SEBERKAS CAHAYA ISLAM DI TENGAH LAUT FLORES

Bersama Pak Muhiding dan anak-anak Pulau Sukun di atas Danau Semparong




Kabupaten Sikka di Pulau Flores merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mempunyai banyak pulau kecil. Setidaknya ada delapan belas pulau kecil yang bertebaran di Teluk Maumere dan Laut Flores, yang pernah diguncang gempa dan tsunami hebat pada tahun 1992 lalu. Dari delapan belas pulau tersebut, hanya delapan pulau yang berpenghuni, yaitu : Pulau Besar, Pulau Babi, Pulau Pangabatang, Pulau Dambilah, Pulau Perumaan, Pulau Kojadoi,  Pulau Pemana Besar, Pulau Palue, dan Pulau Sukun. Di antara pulau-pulau tersebut, ada satu pulau yang menarik perhatian saya berkat keunikannya, yakni Pulau Sukun.

Perkenalan saya dengan Pulau Sukun berawal dari obrolan dengan teman yang asli Flores, yang bercerita bahwa ada sebuah pulau kecil dengan danau indah di Kabupaten Sikka tapi letaknya sangat jauh dari Kota Maumere. Untuk memastikan lokasi pulau yang diceritakan teman tersebut, saya langsung buka Google Map. Dan ternyata, lokasi Pulau Sukun memang benar-benar di tengah laut, jauh dari mana-mana. Hal ini justru semakin membuat saya penasaran untuk mengunjunginya. 

Menuju Pulau Sukun
Pulau Sukun berada di tengah Laut Flores, di antara Pulau Flores dan Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Secara administratif, pulau ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Kota terdekat dengan Pulau Sukun adalah Maumere di Pulau Flores, yang merupakan ibu kota Kabupaten Sikka. Dari Maumere, pulau ini bisa ditempuh dengan perahu motor sekitar empat jam saat cuaca bagus, tak ada angin atau gelombang. Saat cuaca buruk, perjalanan bisa molor menjadi lima jam atau lebih.

Pelabuhan TPI Maumere
Namun, bukan perkara mudah untuk mencapai Pulau Sukun. Pasalnya, sampai saat ini belum tersedia perahu penumpang dengan jadwal tetap yang berangkat dari Maumere menuju Pulau Sukun. Cara termudah mencapai Pulau Sukun adalah dengan menyewa perahu nelayan dari Mamumere yang pastinya sangat mahal.

Tak hilang akal, saya pun “bergerilya” mencari informasi perahu yang berangkat dari Maumere. Mulai dari bertanya kepada teman yang asli Maumere sampai minta bantuan Om Google di internet Sayangnya hasilnya nihil. Mereka tak bisa bisa memberi jawaban pasti tentang jadwal perahu ke Pulau Sukun. Beruntung saya punya kenalan seorang Warga Asli Pulau Sukun (Syahrul), yang orang tuanya mempunyai perahu dan sering bolak-balik Maumere - Pulau Sukun sehingga saya bisa menumpang perahunya.

Perahu Pak Muhiding yang akan membawa saya ke Pulau Sukun

Di Hari Sabtu yang cerah, saya sudah berada di Pelabuhan TPI Maumere, Flores. Saya sudah janjian dengan Bapak Muhiding (ayahnya Syahrul), Warga Pulau Sukun yang mempunyai perahu motor. Kebetulan Sabtu itu Pak Muhiding sedang ada keperluan di Maumere dan akan kembali ke Pulau Sukun hari itu juga. Jadi, saya ikut perahu beliau untuk menuju Pulau Sukun. Menurut Pak Muhiding, perjalanan menuju Pulau Sukun memakan waktu sekitar empat jam saat cuaca bagus. Asyiknya, cuaca hari itu memang bagus. Langit biru cerah dan lautan tenang tanpa gelombang. Perahu berangkat dari Maumere sekitar jam 9.00 pagi. Sepanjang jalan kami melewati beberapa pulau, yaitu Pulau Besar, Pulau Pemana, dan Pulau Pemana Kecil. Alhamdulillah, tepat pukul 13.00, kami tiba di Pulau Sukun.

Asal Nama Pulau Sukun
Awalnya, saya mengira kalau di Pulau Sukun banyak terdapat pohon sukun (Artocarpus altilis) makanya dijadikan nama pulau. Ternyata dugaan saya salah total. Saya tak melihat satu pun pohon sukun di pulau ini. Menurut Pak Muhiding, ada beberapa pohon sukun di pulau ini tapi tak banyak. Nama Pulau Sukun sendiri sebenarnya berasal dari kata “syukur”. Konon, pelaut dari Bugis yang pertama kali menemukan pulau ini. Saat itu, pelaut Bugis yang sedang berlayar dari Sulawesi menuju Flores sedang kehabisan air minum ketika tiba di perairan Pulau Sukun. Melihat sebuah pulau, mereka singgah sejenak untuk mencari air minum. Karena berhasil mendapatkan air minum, mereka bersyukur kepada Allah. Karena Orang Bugis susah melafalkan “R”, kata syukur diucapkan menjadi syukun dan lama kelamaaan menjadi Sukun yang akhirnya dijadikan nama pulau tersebut.

Pulau Sukun dilihat dari kejauhan

Pulau Mungil nan Relijius
Sampai detik ini, tak ada data yang jelas tentang luas Pulau Sukun. Menurut penuturan penduduk setempat, panjang Pulau Sukun sekitar 3 km dan lebarnya sekitar 1,5 km. Dengan perahu motor, kita bisa mengelilinginya dalam waktu sekitar 45 menit. Hanya ada satu desa di Pulau Sukun, yaitu Desa Semparong yang berada di ujung barat pulau. Desa ini terdiri dari 3 dusun, yaitu Dusun Sambuta, Sukun, dan Kajuangin.
 
Desa Semparong dilihat dari puncak Bukit Kajuangin

Penduduk Pulau Sukun terdiri dari beberapai etnis/suku, yaitu Sikka/Maumere (mayoritas), Bajo, dan Bugis. Menurut data tahun 2014, jumlah penduduk Pulau Sukun sekitar 1.130 jiwa yang terdiri dari 293 Kepala Keluarga KK). Pemukiman Warga Pulau Sukun hanya terkonsentrasi di ujung barat pulau.

Masjid Jami'ul A'la, Pulau Sukun

Berbeda dengan Warga Pulau Flores yang sebagian besar beragama Katolik, Warga Pulau Sukun semuanya beragama Islam. Di Desa Semparong terdapat sebuah masjid (Masjid Jami'ul A'la) dan dua buah mushola. Menariknya, penduduk Pulau Sukun sangat relijius. Sebagian besar kaum perempuannya mengenakan baju yang menutup aurat lengkap dengan jilbab. Bahkan seragam siswi Sekolah Dasarnya terdiri dari baju lengan panjang, rok panjang dan jilbab. Sementara siswa laki-laki mengenakan celana panjang. Yang membuat saya terkagum-kagum, saat masuk waktu sholat, masjid selalu ramai jamaah selama 5 waktu, bukan hanya waktu sholat maghrib dan isyak saja. Pada waktu sholat maghrib dan isyak, masjid selalu penuh dan sehabis sholat subuh selalu ada kuliah subuh yang ramai diikuti jamaah. Saya sangat senang melihat suasana Islami di pulau yang letaknya terpencil di tengah lautan ini.

Pantai Berpasir Putih
Seperti umumnya pulau-pulau kecil, Pulau Sukun juga dikelilingi pantai-pantai cantik berpasir putih. Pantai-pantai ini tersebar di beberapa bagian pulau, mulai dari bagian barat (depan desa), bagian selatan hingga pantai utara. Begitu kita mendarat di bagian barat Pulau Sukun, kita akan disambut pantai berpasir putih. Menariknya, meski letaknya dekat dengan pemukiman penduduk, air lautnya sangat bening dengan warna bergradasi hijau biru. Asyiknya lagi, terumbu karang di pantai ini juga masih cukup bagus sehingga cocok untuk snorkeling. Dengan berenang beberapa meter dari bibir pantai, kita bisa melihat aneka terumbu karang dan ikan-ikan cantik warna-warni.

Pantai L yang dihiasi kerikil putih di sepanjang bibir pantainya

Pantai menarik lainnya yang sempat saya kunjungi adalah Pantai La’ding yang biasa disebut Pantai “L” oleh warga setempat. Pantai ini berada di bagian utara pulau, dekat dengan Danau Semparong. Jaraknya sekitar 1,5 km dari Desa Semparong atau sekitar 45 menit jalan kaki. Sekilas Pantai L terlihat seperti pantai kebanyakan dengan pasir putih dan air laut hijau kebiruan. Namun, kalau kita perhatikan dengan seksama, ada yang unik dengan pantai ini. Tak lain adalah pasirnya yang terdiri dari butiran batu-batu kerikil berwarna putih tulang (off white). Di sepanjang bibir pantai terhampar “pasir kerikil” hasil pecahan karang ini membuat susah untuk berjalan kaki di atasnya. Suasana pantai yang sepi dan masih alami membuat  kita betah berlama-lama di Pantai L.

Danau Semparong
Salah satu daya tarik utama Pulau Sukun yang membuat orang penasaran (termasuk saya) untuk mengunjunginya adalah keberadaan sebuah danau cantik di bagian timur pulau. Namanya Danau Semparong yang kemudian dijadikan nama desa. Danau ini terletak di bagian timur pulau, dengan jarak  sekitar 1,5 km dari Desa Semparong atau sekitar 45 menit jalan kaki. Danau cantik ini dikelilingi perbukitan dengan Bukit Mahe yang merupakan bukit tertinggi di Pulau Sukun, membentenginya di sisi timur. Keunikan danau ini tak lain adalah airnya yang sangat asin, jauh lebih asin dari air laut. Padahal letaknya bukan di pinggir pantai. Kalau kita turun ke dasar danau, kita akan melihat busa-busa berwarna putih di pinggir danau yang berlumpur. Busa-busa tersebut akan berubah akan menjadi kristal garam setelah terkena sinar matahari.

Danau Semparong yang cantik tapi misterius

Namun, di balik keindahan dan ketenangannya, Danau Semparong menyimpan sejumlah cerita misterius. Danau Semparong dianggap angker oleh Warga Pulau Sukun dan tak ada yang berani mandi atau berenang di sana. Bahkan, sampai saat ini, belum ada yang tahu pasti berapa kedalaman danau ini. Konon, pernah ada turis asing yang nekad mandi di Danau Semparong meski sudah dilarang oleh warga. Akibatnya, turis tersebut menghilang dan tak pernah kembali sosok ataupun jenazahnya. 

Busa-busa berwarna putih di tepi Danau Semparong

Seperti kebanyakan danau-danau di Indonesia, Danau Semparong juga menyimpan kisah legenda yg cukup tragis di balik keindahannya. Konon, ada seorang pemuda desa bernama Kare yang sudah punya istri. Istrinya Kare mempunyai seorang adik perempuan yang bernama Noni. Suatu malam, setelah menghadiri pesta, Kare pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Ketika tiba di rumah, dia bertemu Noni yang wajahnya agak mirip dengan istrinya. Karena dalam keadaan mabuk berat, Kare mengira Noni adalah istrinya. Maka dia pun mengajak Noni masuk kamar agar melayaninya. Noni tak bisa menolak Kare yang dalam keadaan mabuk berat, hingga terjadilah perselingkuhan itu. Setelah kejadian tersebut, tiba-tiba ada gempa besar yang mengguncang Pulau Sukun. Akibat gempa hebat tersebut, terbentuklah sebuah danau cantik di ujung timur pulau yang kemudian dinamakan Danau Semparong. Sementara Kare dan Noni berubah menjadi batu, yang masih ada sampai sekarang. Batu tersebut dinamakan Batu Mandi Laki-laki dan Batu Mandi Perempuan yang kini berada di tengah laut, dekat dengan ujung timur pulau. Dua batu tersebut letaknya terpisah, di bagian tenggara dan timur laut pulau.

Pantai barat Pulau Sukun yang berpasir putih
Keindahan Panorama Bawah Laut
Pulau kecil selain mempunyai pantai berpasir putih biasanya juga mempunyai panorama bawah laut yang cantik. Begitu juga dengan Pulau Sukun. Pulau ini juga mempunyai beberapa pantai dengan keindahan panorama bawah laut yang cocok untuk snorkeling. Salah satunya adalah pantai yang ada di depan (sebelah barat) desa. Jadi tak perlu jauh-jauh kalau ingin snorkeling.

Pantai di depan Desa Semparong berpasir putih dengan air laut biru jernih. Di pinggir pantai terdapat beberapa pohon waru tapi belum begitu tinggi. Kontur pantainya sangat landai sehingga berenang jauh ke tengah pun air lautnya masih dangkal. Asyiknya lagi, terumbu karangnya cukup rapat dan sehat. Ada Jenis karang yang mendominasi adalah karang keras (hard coral) semacam Acropora, dengan warna yang beragam. Ada juga karang lunak (soft coral) tapi tidak banyak. Ikannya cukup banyak dan berwarna-warni. Ketika snorkeling di sana, saya bertemu berbagai jenis ikan dengan warna-warna yang cantik. Yang paling menyenangkan adalah saat bertemu gerombolan ikan kecil berwarna hijau kebiruan. Saya tidak tahu nama ikan ini dalam Bahasa Indonesia tapi ada yang menyebutnya Ikan Jae-Jae (Chromis viridis). Benar-benar menyegarkan mata dan pikiran saya. (Edyra)***

4 comments:

  1. Ah ini pulau yang pernah diceritakan sama pak Sartono tentang pulau yang punya danau di tengahnya.. udah punya rencana mau ke sini nih eh udah ada yang duluin... kawasan pulau di Sikka emang cakep-cakep ya viewnya.. ngiler pengen balik ke pulau2 ini

    ReplyDelete
  2. Ya Mas, pulau2 kecil di Sikka emang keren2. Aku udah lama banget penasaran dengan Pulau Sukun ini karena pengen lihat danaunya. Ternyata emang cantik banget. BTW, Pak Sartono siapa, Mas?

    ReplyDelete
  3. Mas thanks ulasan ttg pulau kera th 2014 lalu. Bulan depan sy solo travelling ke kupang,utk transport ke pulau kera apakah sebaiknya mengikuti saran Mas utk menumpang perahu nelayan? Kira2 nelayan pergi dan pulang pukul berapa? Terima kasih banyak mas ��

    ReplyDelete
  4. Sangat membantu..
    Makasih Mimin.

    ReplyDelete