Bersama Pak Muhiding dan anak-anak Pulau Sukun di atas Danau Semparong |
Kabupaten Sikka di Pulau Flores merupakan salah satu kabupaten di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mempunyai banyak pulau kecil.
Setidaknya ada delapan belas pulau kecil yang bertebaran di Teluk Maumere dan
Laut Flores, yang pernah diguncang gempa dan tsunami hebat pada tahun 1992
lalu. Dari delapan belas pulau tersebut, hanya delapan pulau yang berpenghuni,
yaitu : Pulau Besar, Pulau Babi, Pulau Pangabatang, Pulau Dambilah, Pulau Perumaan, Pulau
Kojadoi, Pulau Pemana Besar, Pulau Palue, dan Pulau Sukun. Di
antara pulau-pulau tersebut, ada satu pulau yang menarik perhatian saya berkat
keunikannya, yakni Pulau Sukun.
Perkenalan saya dengan Pulau Sukun berawal dari
obrolan dengan teman yang asli Flores, yang bercerita bahwa ada sebuah pulau
kecil dengan danau indah di Kabupaten Sikka tapi letaknya sangat jauh dari Kota
Maumere. Untuk memastikan lokasi pulau yang diceritakan teman tersebut, saya
langsung buka Google Map. Dan
ternyata, lokasi Pulau Sukun memang benar-benar di tengah laut, jauh dari
mana-mana. Hal ini justru semakin membuat saya penasaran untuk mengunjunginya.
Menuju Pulau Sukun
Pulau Sukun berada di tengah Laut Flores, di antara
Pulau Flores dan Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Secara administratif,
pulau ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Alok, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara
Timur. Kota terdekat dengan Pulau Sukun adalah Maumere di Pulau Flores, yang
merupakan ibu kota Kabupaten Sikka. Dari Maumere, pulau ini bisa ditempuh
dengan perahu motor sekitar empat jam saat cuaca bagus, tak ada angin atau gelombang.
Saat cuaca buruk, perjalanan bisa molor menjadi lima jam atau lebih.
Pelabuhan TPI Maumere |
Namun, bukan perkara mudah untuk mencapai Pulau
Sukun. Pasalnya, sampai saat ini belum tersedia perahu penumpang dengan jadwal
tetap yang berangkat dari Maumere menuju Pulau Sukun. Cara termudah mencapai
Pulau Sukun adalah dengan menyewa perahu nelayan dari Mamumere yang pastinya
sangat mahal.
Tak hilang akal, saya pun “bergerilya” mencari
informasi perahu yang berangkat dari Maumere. Mulai dari bertanya kepada teman
yang asli Maumere sampai minta bantuan Om Google di internet Sayangnya hasilnya
nihil. Mereka tak bisa bisa memberi jawaban pasti tentang jadwal perahu ke
Pulau Sukun. Beruntung saya punya kenalan seorang Warga Asli Pulau Sukun (Syahrul), yang orang tuanya
mempunyai perahu dan sering bolak-balik Maumere - Pulau Sukun sehingga saya
bisa menumpang perahunya.
Perahu Pak Muhiding yang akan membawa saya ke Pulau Sukun |
Di Hari Sabtu yang cerah, saya sudah berada di
Pelabuhan TPI Maumere, Flores. Saya sudah janjian dengan Bapak Muhiding
(ayahnya Syahrul), Warga Pulau Sukun yang mempunyai perahu motor. Kebetulan Sabtu
itu Pak Muhiding sedang ada keperluan di Maumere dan akan kembali ke Pulau
Sukun hari itu juga. Jadi, saya ikut perahu beliau untuk menuju Pulau Sukun.
Menurut Pak Muhiding, perjalanan menuju Pulau Sukun memakan waktu sekitar empat
jam saat cuaca bagus. Asyiknya, cuaca hari itu memang bagus. Langit biru cerah
dan lautan tenang tanpa gelombang. Perahu berangkat dari Maumere sekitar jam
9.00 pagi. Sepanjang jalan kami melewati beberapa pulau, yaitu Pulau Besar,
Pulau Pemana, dan Pulau Pemana Kecil. Alhamdulillah, tepat pukul 13.00, kami
tiba di Pulau Sukun.
Asal Nama
Pulau Sukun
Awalnya, saya mengira kalau di Pulau Sukun banyak
terdapat pohon sukun (Artocarpus altilis)
makanya dijadikan nama pulau. Ternyata dugaan saya salah total. Saya tak
melihat satu pun pohon sukun di pulau ini. Menurut Pak Muhiding, ada beberapa
pohon sukun di pulau ini tapi tak banyak. Nama Pulau Sukun sendiri sebenarnya
berasal dari kata “syukur”. Konon, pelaut dari Bugis yang pertama kali
menemukan pulau ini. Saat itu, pelaut Bugis yang sedang berlayar dari Sulawesi
menuju Flores sedang kehabisan air minum ketika tiba di perairan Pulau Sukun.
Melihat sebuah pulau, mereka singgah sejenak untuk mencari air minum. Karena
berhasil mendapatkan air minum, mereka bersyukur kepada Allah. Karena Orang
Bugis susah melafalkan “R”, kata syukur diucapkan menjadi syukun dan lama
kelamaaan menjadi Sukun yang akhirnya dijadikan nama pulau tersebut.
Pulau Sukun dilihat dari kejauhan |
Pulau Mungil
nan Relijius
Sampai detik ini, tak ada data yang jelas tentang
luas Pulau Sukun. Menurut penuturan penduduk setempat, panjang Pulau Sukun
sekitar 3 km dan lebarnya sekitar 1,5 km. Dengan perahu motor,
kita bisa mengelilinginya dalam waktu sekitar 45 menit. Hanya ada satu desa di
Pulau Sukun, yaitu Desa Semparong yang berada di ujung barat pulau. Desa ini
terdiri dari 3 dusun, yaitu Dusun Sambuta, Sukun, dan Kajuangin.
Desa Semparong dilihat dari puncak Bukit Kajuangin |
Penduduk Pulau Sukun terdiri dari beberapai etnis/suku,
yaitu Sikka/Maumere (mayoritas), Bajo, dan Bugis. Menurut data tahun 2014,
jumlah penduduk Pulau Sukun sekitar 1.130 jiwa yang terdiri dari 293 Kepala
Keluarga KK). Pemukiman Warga Pulau Sukun hanya terkonsentrasi di ujung barat pulau.
Masjid Jami'ul A'la, Pulau Sukun |
Berbeda dengan Warga Pulau Flores yang sebagian
besar beragama Katolik, Warga Pulau Sukun semuanya beragama Islam. Di Desa Semparong terdapat sebuah masjid (Masjid Jami'ul A'la) dan
dua buah mushola. Menariknya, penduduk Pulau
Sukun sangat relijius. Sebagian besar kaum perempuannya mengenakan baju yang
menutup aurat lengkap dengan jilbab. Bahkan seragam siswi Sekolah Dasarnya terdiri dari baju lengan panjang, rok panjang dan jilbab. Sementara siswa laki-laki mengenakan celana panjang. Yang membuat saya
terkagum-kagum, saat masuk waktu sholat, masjid selalu ramai jamaah selama 5
waktu, bukan hanya waktu sholat maghrib dan isyak saja. Pada waktu sholat
maghrib dan isyak, masjid selalu penuh dan sehabis sholat subuh selalu ada
kuliah subuh yang ramai diikuti jamaah. Saya sangat senang melihat suasana
Islami di pulau yang letaknya terpencil di tengah lautan ini.
Pantai
Berpasir Putih
Seperti umumnya pulau-pulau kecil, Pulau Sukun juga
dikelilingi pantai-pantai cantik berpasir putih. Pantai-pantai ini tersebar di
beberapa bagian pulau, mulai dari bagian barat (depan desa), bagian selatan
hingga pantai utara. Begitu kita mendarat di bagian barat Pulau Sukun, kita akan disambut
pantai berpasir putih. Menariknya, meski letaknya dekat dengan pemukiman penduduk, air
lautnya sangat bening dengan warna bergradasi hijau biru. Asyiknya lagi,
terumbu karang di pantai ini juga masih cukup bagus sehingga cocok untuk
snorkeling. Dengan berenang beberapa meter dari bibir pantai, kita bisa melihat
aneka terumbu karang dan ikan-ikan cantik warna-warni.
Pantai L yang dihiasi kerikil putih di sepanjang bibir pantainya |
Pantai menarik lainnya yang sempat saya kunjungi
adalah Pantai La’ding yang biasa disebut Pantai “L” oleh warga setempat. Pantai
ini berada di bagian utara pulau, dekat dengan Danau Semparong. Jaraknya
sekitar 1,5 km dari Desa Semparong atau sekitar 45 menit jalan kaki. Sekilas
Pantai L terlihat seperti pantai kebanyakan dengan pasir putih dan air laut
hijau kebiruan. Namun, kalau kita perhatikan dengan seksama, ada yang unik
dengan pantai ini. Tak lain adalah pasirnya yang terdiri dari butiran batu-batu
kerikil berwarna putih tulang (off white).
Di sepanjang bibir pantai terhampar “pasir kerikil” hasil pecahan karang ini
membuat susah untuk berjalan kaki di atasnya. Suasana pantai yang sepi dan
masih alami membuat kita betah
berlama-lama di Pantai L.
Danau
Semparong
Salah satu daya tarik utama Pulau Sukun yang
membuat orang penasaran (termasuk saya) untuk mengunjunginya adalah keberadaan
sebuah danau cantik di bagian timur pulau. Namanya Danau Semparong yang
kemudian dijadikan nama desa. Danau ini terletak di bagian timur pulau, dengan
jarak sekitar 1,5 km dari Desa Semparong
atau sekitar 45 menit jalan kaki. Danau cantik ini dikelilingi perbukitan
dengan Bukit Mahe yang merupakan bukit tertinggi di Pulau Sukun, membentenginya
di sisi timur. Keunikan danau ini tak lain adalah airnya yang sangat asin, jauh
lebih asin dari air laut. Padahal letaknya bukan di pinggir pantai. Kalau kita
turun ke dasar danau, kita akan melihat busa-busa berwarna putih di pinggir
danau yang berlumpur. Busa-busa tersebut akan berubah akan menjadi kristal
garam setelah terkena sinar matahari.
Danau Semparong yang cantik tapi misterius |
Namun, di balik keindahan dan ketenangannya, Danau Semparong menyimpan
sejumlah cerita misterius. Danau Semparong dianggap angker oleh Warga Pulau
Sukun dan tak ada yang berani mandi atau berenang di sana. Bahkan, sampai saat
ini, belum ada yang tahu pasti berapa kedalaman danau ini. Konon, pernah ada turis asing
yang nekad mandi di Danau Semparong meski sudah dilarang oleh warga.
Akibatnya, turis tersebut menghilang dan tak pernah kembali sosok ataupun
jenazahnya.
Busa-busa berwarna putih di tepi Danau Semparong |
Seperti kebanyakan danau-danau di Indonesia, Danau
Semparong juga menyimpan kisah legenda yg cukup tragis di balik keindahannya. Konon, ada seorang pemuda
desa bernama Kare yang sudah punya istri. Istrinya Kare mempunyai seorang adik
perempuan yang bernama Noni. Suatu malam, setelah menghadiri pesta, Kare
pulang ke rumah dalam keadaan mabuk. Ketika tiba di rumah, dia bertemu Noni yang wajahnya agak mirip dengan istrinya.
Karena dalam keadaan mabuk berat, Kare mengira Noni adalah istrinya. Maka dia
pun mengajak Noni masuk kamar agar melayaninya. Noni tak bisa menolak Kare yang dalam keadaan
mabuk berat, hingga terjadilah perselingkuhan itu. Setelah kejadian tersebut,
tiba-tiba ada gempa besar yang mengguncang Pulau Sukun. Akibat gempa hebat tersebut, terbentuklah sebuah danau cantik di ujung timur
pulau yang kemudian dinamakan Danau Semparong. Sementara Kare dan Noni berubah menjadi batu, yang masih ada sampai
sekarang. Batu tersebut dinamakan Batu Mandi Laki-laki dan Batu Mandi Perempuan
yang kini berada di tengah laut, dekat dengan ujung timur pulau. Dua batu
tersebut letaknya terpisah, di bagian tenggara dan timur laut pulau.
Keindahan
Panorama Bawah Laut
Pulau kecil selain mempunyai pantai berpasir putih biasanya juga
mempunyai panorama bawah laut yang cantik. Begitu juga dengan Pulau Sukun. Pulau
ini juga mempunyai beberapa pantai dengan keindahan panorama bawah laut yang cocok
untuk snorkeling. Salah satunya
adalah pantai yang ada di depan (sebelah barat) desa. Jadi tak perlu jauh-jauh
kalau ingin snorkeling.
Pantai di depan Desa Semparong berpasir putih dengan air laut biru jernih.
Di pinggir pantai terdapat beberapa pohon waru tapi belum begitu tinggi. Kontur
pantainya sangat landai sehingga berenang jauh ke tengah pun air lautnya masih
dangkal. Asyiknya lagi, terumbu karangnya cukup rapat dan sehat. Ada Jenis karang
yang mendominasi adalah karang keras (hard
coral) semacam Acropora, dengan warna yang beragam. Ada juga karang lunak (soft coral) tapi tidak banyak. Ikannya
cukup banyak dan berwarna-warni. Ketika snorkeling
di sana, saya bertemu berbagai jenis ikan dengan warna-warna yang cantik. Yang paling
menyenangkan adalah saat bertemu gerombolan ikan kecil berwarna hijau kebiruan.
Saya tidak tahu nama ikan ini dalam Bahasa Indonesia tapi ada yang menyebutnya
Ikan Jae-Jae (Chromis viridis). Benar-benar
menyegarkan mata dan pikiran saya. (Edyra)***