Showing posts with label England. Show all posts
Showing posts with label England. Show all posts

LONDON BUKAN HANYA BIG BEN DAN ISTANA BUCKINGHAM



Mendengar nama London, yang terbersit di benak kita adalah Big Ben, Istana Buckingham dan Tower Bridge. Namun London bukan hanya tempat-tempat kondang yang biasa muncul di brosur wisata itu. Masih banyak tempat menarik lainnya yang layak dikunjungi, terutama bila kita mau sedikit keluar dari pusat kota London. Berada di London selama seminggu, membuat saya mengenal beberapa tempat menarik yang selama ini luput dari perhatian media. Inilah beberapa spot menarik di sekitar London yang menanti kunjungan Anda. 

Hackney
Saya beruntung mempunyai teman yang tinggal di Hackney, London. Sonia Mimouni namanya. Dia adalah Gadis Perancis yang sudah lama tinggal di London. Berkat kebaikan hatinya, saya bisa menginap gratis di London selama hampir dua minggu dan mengetahui tempat-tempat menarik di London yang belum banyak di-expose media. Salah satunya adalah Hackney.
Hackney merupakan sebuah distrik di London, bagian dari Metropolitan London yang berada di sebelah timur laut pusat kota London. Untuk mencapai Hackney, Anda bisa naik Bus Nomor 30/38/48/55/56 (dan masih banyak lagi) dari Terminal Victoria atau naik tube/overground (kereta api) jalur North London Line dan turun di Stasiun Hackney Central atau Dalston Kingsland atau bisa juga naik overground jalur East London Line turun di Stasiun Dalston Junction atau Haggerston. 

Hackney Town Hall

Hackney merupakan tipikal kota kecil (town) dengan irama kehidupan yang lebih santai. Di kota kecil ini, Anda bisa melihat dan merasakan kehidupan Warga Inggris yang sebenarnya tidak seperti di pusat kota London yang metropolis. Jalanan lebih tenang, suasana kota juga lebih sepi. Namun, fasilitas hidup di Hackney tergolong lengkap. Di kota ini terdapat balai kota (town hall), supermarket, gedung bioskop, aneka macam restoran, dan taman-taman yang asri. Yang lebih menyenangkan, di Hackney terdapat masjid dan beberapa restoran muslim. Tak heran karena di Hackney memang banyak pendatang dari berbagai negara Islam seperti Turki, Nigeria, dan Maroko. Bagi umat muslim seperti saya, menemukan masjid dan restoran muslim (halal) di negara berpenduduk mayoritas non muslim seperti Inggris adalah anugerah. Saya bisa menunaikan ibadah sholat tanpa harus dilihatin banyak orang dan makan dengan lahap karena terjamin kehalalannya.

 Masjid Ramazan-I Serif, Hackney, London

Tempat nongkrong paling asyik di Hackney adalah di pinggiran Sungai Lea (Lea River), Anak Sungai Thames. Di sepanjang sungai kecil ini terdapat jalur untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda. Setiap pagi dan sore, tempat ini ramai oleh Warga Hackney yang jogging atau bersepeda. Di sore yang cerah, saya sempat diajak jalan-jalan oleh Sonia dan teman-temanya di pinggiran Sungai Lea. Dengan membawa bekal makanan dan minuman ringan dari rumah, kami duduk-duduk di tepi sungai sambil melihat lalu lalang orang jogging dan bunga-bunga sakura yang sedang bermekaran. 

Camden Town
Tak jauh dari pusat Kota London terdapat daerah yang semarak bernama Camden Town (biasa disingkat Camden). Tempat ini berada di sebelah utara pusat kota London. Camden merupakan salah satu tempat nongkrong favorit muda-mudi London. Cara paling praktis mencapai Camden adalah naik tube (kereta bawah tanah) jalur northern (northern line) dan turun di Stasiun Camden Town

Camden Town Station

Banyak tempat menarik yang bisa dikunjungi di Camden. Di antaranya adalah Jewish Museum, Canal Museum, Gereja Tua St. Pancras, dan Stasiun Kereta Api Internasional St. Pancras dengan arsitekturnya yang bergaya Gothic. Selain itu juga terdapat Camden Market yang menjadi terkenal dengan barang-barangnya yang cukup murah. Camden Market sebenarnya terdiri dari 6 buah pasar yang digabung menjadi satu. Tiap-tiap pasar mempunyai keistimewaan masing-masing. Dari 6 pasar tersebut, ada 2 pasar yang paling ramai dikunjungi turis yaitu Camden Lock Market dan Stables Market. Pasar ini menjual pakaian, aksesori (tas, topi, sepatu, dan lain-lain) dan barang-barang kerajinan (handycraft) murah. Aneka macam oleh-oleh (souvenir) khas London juga bisa Anda dapatkan dengan mudah di sini. Mulai dari kaos, topi, magnet kulkas, gantungan gunci hingga pernak-pernik khas London lainya. Pilihan kios/tokonya pun banyak. Bila Anda belum mendapatkan barang yang Anda cari di Camden Market, Anda bisa mencarinya di toko-toko souvenir yang berada tak jauh dari pasar. Soal harga, Anda tak perlu khawatir karena dijamin lebih murah dibandingkan harga di toko-toko souvenir yang ada di pusat kota London.

 
Camden Market

Greenwich
Julukan Greenwich (baca Grinits) sebagai “The Home of Time” membuat saya penasaran untuk mengunjunginya. Maklum, Greenwich memang dilalui Garis Bujur Nol Derajat (Prime Meridian Line atau Longitude Zero Degrees), garis imajiner yang menjadi titik awal penghitungan/pembagian waktu di dunia. Untunglah Greenwich masih berada dalam wilayah Metropolitan London sehingga sangat mudah mencapainya. Dengan Kereta Docklands Light Railway (DLR)-kereta api otomatis tanpa masinis-, hanya butuh waktu sekitar 15 menit mencapai Greenwich dari Stasiun Canary Wharf, London. 

Tujuan utama saya dan para turis lainnya datang ke Greenwich adalah untuk mengunjungi Flamsteed House atau lebih populer dengan nama The Royal Observatory, Greenwich yang berada di puncak bukit tertinggi di area Greenwich Park. Di tempat inilah terdapat Garis Bujur 0°0’0” atau yang lebih dikenal Greenwich Mean Time (GMT), garis imajiner yang membagi bumi menjadi dua, yaitu belahan bumi barat (Bujur Barat) dan belahan bumi timur (Bujur Timur).  
  
Royal Observatory Greenwich

Royal Observatory, Greenwich dibangun oleh John Flamsteed, pada masa Raja Charles II (tahun 1675), dengan peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 10 Agustus 1675. Bangunan ini selesai dibangun pada musim panas tahun 1676. Awalnya, bangunan ini diberi nama The Flamsteed House sesuai dengan nama pendirinya. Pada tahun 1957 namanya diubah menjadi The Royal Greenwich Observatory, dan sejak tahun 1998 namanya diubah menjadi The Royal Observatory, Greenwich. 

Di kompleks Royal Observatory, Greenwich terdapat tiga tempat menarik yaitu Astronomy Centre, Peter Harrison Planetarium, dan Altazimuth Pavilion. Untuk memasuki Astronomy Centre di mana terdapat Garis Bujur 0°0’0”, pengunjung dewasa (16 tahun ke atas) harus membayar tiket masuk seharga GBP 10 (sekitar Rp 139.000,00), sedangkan untuk memasuki Peter Harrison Planetarium, dan Altazimuth Pavilion pengunjung tidak perlu bayar sepeser pun alias gratis. Pengunjung berusia di bawah 16 tahun, gratis memasuki tiga tempat tersebut. Tiket masuk Astronomy Centre berlaku untuk masa setahun. Jadi, bila suatu saat Anda ingin kembali mengunjungi Royal Observatory, Greenwich di tahun yang sama, Anda tidak perlu membeli tiket lagi. 

Antrian di loket penjualan tiket sangat panjang, ketika saya tiba Royal Observatory, Greenwich. Meski tiket masuknya cukup mahal, GBP 10, para turis tetap semangat ngantri. Maklum, mereka juga seperti saya, ingin melihat secara langsung dan berfoto di Garis Bujur 0°0’0”, garis imajiner yang membagi bumi menjadi dua, yaitu belahan bumi barat (sebelah barat Garis Bujur 0°0’0”) dan belahan bumi timur (sebelah timur kanan Garis Bujur 0°0’0”). Dan ternyata, sangat susah untuk bisa memotret ataupun berfoto di Garis Bujur tersebut. Antrian turis yang ingin berfoto sangat berjubel dan seolah tiada habisnya. Makanya, begitu ada kesempatan saya langsung menyerobot untuk foto di garis bujur tersebut. Rugi rasanya, datang jauh-jauh ke Greenwich bila tidak berfoto di garis bujur nol derajat tersebut. 

Di dekat Garis Bujur Nol Derajat, terdapat sebuah kotak sertifikat bagi mereka yang pernah menjejakkan kaki di garis ini. Pengunjung yang ingin mendapatkan sertifikat tinggal memasukkan uang koin 1 Pound, dan kotak tersebut akan mengeluarkan selembar sertifikat bertanda waktu tepat di saat kita datang ke tempat itu dalam ketepatan sepersepuluh ribu detik waktu Greenwich Mean Time (GMT). Sertifikat itu ditandatangani oleh Direktur Royal Observatory, Greenwich.

 
 Bunga-bunga bermekaran di Greenwich Park
Selain Royal Observatory, Greenwich, masih ada beberapa tempat menarik di Greenwich Park. Taman yang sangat luas ini dibagi menjadi beberapa area, antara lain : Kompleks Royal Observatory, Greenwich (terdiri dari Astronomy Centre, Peter Harrison Planetarium, dan Altazimuth Pavilion), Taman Bunga (Flower Garden), Taman Rusa (The Wilderness/Deer Park), Taman Mawar (Rose Garden), dan padang rumput yang luas. Perlu stamina prima untuk bisa menjelajahi keseluruhan Greenwich Park karena luasnya mencapai 74 hektar. Karena waktu saya terbatas, saya tidak mungkin menjelajahi seluruh sudut Greenwich Park. Saya hanya mengunjungi beberapa tempat yang menarik perhatian saya. Salah satunya adalah Flower Garden, di mana terdapat berbagai macam bunga cantik warna-warni. Mata saya benar-benar dimanjakan di Flower Garden. Warna-warni bunga yang tengah bermekaran tersebut benar-benar menyegarkan mata saya. Kedatangan saya di Greenwich memang bertepatan dengan musim semi saat bunga-bunga bermekaran di mana-mana. Apalagi ketika saya berjalan melewati jajaran pohon bunga sakura (Cherry Blossom) yang tengah bermekaran dengan bunganya yang berwarna pink. Saya benar-benar takjub dan tak bisa berkata-kata. Impian saya untuk melihat bunga sakura bermekaran telah tercapai meski saya belum pernah pergi ke Jepang. Sejak kedatangan saya di Greenwich, saya sudah terpesona melihat begitu banyak bunga sakura bermekaran di beberapa sudut kota. Yang mengejutkan, ternyata saya bisa melihat lebih banyak bunga sakura di Greenwich Park. Benar-benar anugerah terindah buat saya.

Windsor 
Tempat menarik lain yang layak untuk dikunjungi di sekitar London adalah Windsor. Windsor merupakan kota kecil yang berada sekitar 34 km di sebelah barat London. Untuk mencapai kota ini sangat mudah. Cara paling praktis adalah dengan naik kereta api dari Stasiun Waterloo London dan turun di Stasiun Windsor & Eton Riverside. Anda juga bisa naik Bus (Green Line) Nomor 700/701/702 dari Terminal Victoria London. Perjalanan dengan kereta atau bus memakan waktu sekitar satu jam.

 Windsor Castle

Salah satu daya tarik utama Windsor adalah Kastil Windsor (Windsor Castle), yang merupakan kastil tertua dan terluas di dunia yang masih ditempati hingga saat ini. Dari Stasiun Windsor & Eton Riverside, saya berjalan kaki sekitar 10 menit untuk mencapai kastil ini. Antrian di loket sangat panjang ketika saya tiba di depan Kastil Windsor. Padahal hari masih pagi. Untunglah setelah bersabar mengantri selama lebih dari 30 menit, saya bisa masuk ke dalam Kastil Windsor. 

Kastil Windsor merupakan salah satu kediaman resmi Keluarga Kerajaan Inggris selama hampir 1000 tahun. Ratu Elizabeth II menjadikan tempat ini sebagai rumah pribadi yang biasa dipergunakan untuk menghabiskan waktu di akhir pekan, dan juga sebagai tempat melaksanakan kegiatan-kegiatan resminya. Untungnya, beberapa bagian yang menarik dari kastil ini dibuka untuk umum dan dapat dikunjungi para wisatawan.

 Salah satu sudut Windsor Castle

Kastil Windsor dibangun oleh Raja William (William The Conqueror, Duke of Normandy) pada abad XI. Pada awalnya Kastil Windsor merupakan benteng pertahanan dan tidak dipergunakan sebagai tempat tinggal raja. Namun, kemudian menjadi salah satu tempat tinggal Keluarga Keraajan Inggris sampai sekarang. Kastil ini juga sering dipergunakan untuk acara seremonial dan menjamu tamu kenegaraan. 

Beberapa tempat menarik di Kastil Windsor yang bisa dikunjungi oleh turis di antaranya adalah State Apartments, Queen Mary's Doll House, dan St George's Chapel. State Apartments merupakan tempat tinggal Raja dan Ratu Inggris dari masa ke masa. Berbagai lukisan dan karya seni menghiasi apartemen ini, termasuk lukisan di langit-langit (ceiling) karya Antonio Verrio, patung karya Grinling Gibbons serta sejumlah lukisan karya Rembrandt, Rubens, dan Canaletto. 

Queen Mary’s Dolls House (Rumah Boneka Ratu Mary) juga menarik untuk dikunjungi. Tempat ini dibangun oleh arsitek Sir Edwin Lutyens dari tahun 1921 sampai 1924 untuk dipersembahkan kepada Ratu Mary. Rumah boneka ini merupakan yang paling terkenal dan paling indah di dunia. Rumah ini berisi ribuan benda karya seniman dan desainer terkemuka. Salah satu benda yang paling mencolok di Queen Mary’s Dolls House adalah boneka terkenal dari Perancis bernama France dan Marianne yang ditampilkan dalam pakaian dan aksesoris terbaiknya.

 St.George's Chapel

Tempat terakhir yang saya kunjungi adalah St. George’s Chapel. Kapel cantik dengan arsitektur bergaya Gothic ini dibangun pada tahun 1348, pada masa pemerintahan Raja Edward III. Selain sebagai tempat beribadah, di dalam kapel ini juga terdapat makam dari Keluarga Kerajaan Inggris di antaranya adalah makam Raja Charles I dan Raja Henry VIII beserta istri ketiganya Jane Seymour. Kapel ini tertutup untuk umum pada hari Minggu karena digunakan untuk ibadah. 

Changing Guard Ceremony

Selain tempat-tempat tersebut, atraksi menarik yang dapat dilihat saat mengunjungi Kastil Windsor adalah upacara pergantian penjaga atau yang dikenal dengan sebutan “Guard Mounting”. Acara ini meliputi arak-arakan dan upacara pergantian penjaga yang diiringi oleh marching band. Upacara ini berlangsung setiap hari (selain hari Minggu) pada pukul 11.00 dan berlangsung selama kurang lebih 45 menit. (edyra)***

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

ASYIKNYA MENGINAP GRATIS DI LONDON



Hang out bersama Marrion, Sonia dan Nick di tepi Sungai Hackney

Betapa beruntungnya saya bisa menginap gratis di London selama seminggu. Saya bisa jalan-jalan keliling London dan sekitarnya tanpa harus mengeluarkan biaya akomodasi. Ini terjadi berkat kebaikan hati kebaikan hati seorang teman backpacker bernama Sonia Mimouni, Gadis Perancis yang tinggal di Hackney, London. Sebenarnya saya di London selama dua minggu lebih (sejak kedatangan sampai kembali ke Indonesia), tetapi separuhya saya gunakan untuk jalan-jalan ke Skotlandia dan Maroko. Jadi, total saya berada di Rumah Sonia adalah seminggu.

Saya mengenal Sonia ketika sedang mengantri di Kantor Imigrasi Aranyaprathet Thailand (perbatasan dengan Kamboja),tanggal 9 Agustus 2008. Saat itu, Sonia berdiri di depan saya. Karena antrian cukup panjang, saya pun mengajak ngobrol Sonia yang ternyata berasal dari Perancis tetapi tinggal di London. Tak lupa kami saling bertukar alamat email dan Facebook. Sonia juga menawari saya untuk menginap di rumahnya di London, kalau nanti jalan-jalan di London. Tawaran yang menyenangkan bukan?

Tiga tahun berselang, tepatnya April 2011, saya berkesempatan untuk jalan-jalan ke London. Sebelum berangkat, saya pun menghubungi Sonia via email dan mengutarakan niat untuk menginap di rumahnya. Dengan senang hati, Sonia mengizinkan saya menginap di rumahnya. Dia memberi alamat lengkap rumahnya dan nomor ponselnya. Dia meminta saya menghubunginya lagi, bila waktu keberangkatan saya ke London sudah dekat.

Sehari sebelum keberangkatan, saya memberi tahu Sonia via email jadwal kedatangan saya di London. Harapan saya, Sonia bisa menjemput saya di bandara atau di tempat lain di London yang gampang dicari. Sayangnya, saya lupa memberi tahu Sonia, bandara tempat saya mendarat. Saya lupa kalau bandara di London itu ada lima buah. Jadi, saya tidak memberi tahu bandara tempat saya akan mendarat. Sialnya, ketika mendarat di London Stansted Airport, baterai ponsel saya habis. Parahnya lagi saya tidak membawa ponsel lain. Mau menghubungi Sonia lewat internet, saya tidak punya uang Pound pecahan kecil. Padahal saat itu sudah lewat tengah malam. Untunglah sebelumnya saya sudah pesan hotel lewat internet untuk jaga-jaga. Setelah mendapat Peta London gratisan di kounter informasi dan tahu bus yang menuju Victoria Bus Station, saya pun naik bus menuju pusat Kota London.
London Victoria Station

Karena sampai di London dinihari, saya kebingungan arah (disorientasi). Saya harus putar-putar cukup lama untuk mencari alamat hotel saya. Saya juga nanya orang sampai beberapa kali untuk menemukan alamat hotel saya. Setelah satu jam lebih putar-putar, akhirnya saya bisa menemukan hotel saya. Ternyata hotel saya berada tak begitu jauh dari Victoria Bus Station seperti yang tercantum di internet. Saya salah arah, sehingga harus berjalan cukup jauh menuju hotel. Untungnya Kota London aman, sehingga saya tak mengalami kejadian buruk apa pun walaupun harus berjalan sendirian di pagi buta (dinihari).
Bus No.38, dengan rute Victoria Bus Station - Clapton Pond (Hackney)

Keesokan harinya, saya mencoba menghubungi Sonia via email dan ponsel tapi tak ada jawaban. Hari kedua di London, saya baru berhasil menghubungi Sonia. Dia minta maaf tidak bisa menjemput saya karena tidak tahu bandara tempat saya mendarat. Dia juga meminta saya segera check out dari hotel dan pindah ke rumahnya. Dia memberi tahu bus yang harus saya naiki untuk menuju rumahnya di daerah Hackney dan dia akan menjemput saya di halte terdekat.
 Rumah Sonia di Hackney, London

Begitu tiba di halte, saya menelpon Sonia. Dan Alhamdulillah, dia benar-benar menjemput saya di halte tersebut. kami langsung jalan kaki ke rumahnya yang berada tak jauh dari halte tersebut. Rumah Sonia terdiri dari tiga lantai dan terbuat dari bata merah terbuka seperti rumah-rumah di London kebanyakan. Di rumah tersebut, Sonia tinggal bersama kekasihnya (Nick Toladay) dan dua orang temannya. Saya disuruh tinggal di kamar kekasihnya karena Nick akan pulang ke rumahnya di Oxford untuk liburan. Saya diberi kunci rumah agar bebas keluar masuk rumah sepulang jalan-jalan. Saya juga diajak jalan-jalan ke tempat-tempat hang out di sekitar London yang tidak diketahui turis.
Clapton Pond Park

Saya benar-benar beruntung bisa tinggal di rumah Sonia. Saya tidak mengeluarkan uang sepeser pun untuk biaya akomodasi di London yang terkenal sebagai kota mahal. Bahkan saya bisa jalan-jalan ke Skotlandia dan Maroko tanpa harus kerepotan bawa ransel besar karena saya meninggalkan ransel saya di rumah Sonia. Asyiknya lagi, saya punya banyak teman baru yang baik-baik, yang siap menerima kedatangan saya lagi di London, kapan pun saya mau. (edyra)***
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

BIRMINGHAM, KOTA MERAH BATA NAN MEMPESONA

Nampang dulu di Victoria Square, dengan latar belakang Birmingham Town Hall

Dibandingkan dua kota tetangganya, London dan Manchester, Birmingham memang kalah populer. Padahal Birmingham tidak kalah menarik dibanding dengan kedua kota tersebut. Kota yang letaknya di antara London dan Manchester ini kaya akan bangunan tua bersejarah, dengan arsitektur yang menawan. Hebatnya lagi, berbagai bangunan tua tersebut dalam kondisi yang bagus dan sangat terawat. Karena itulah saya tertarik untuk mengunjungi Birmingham sepulang dari Edinburgh, Skotlandia.

Saya mulai jatuh cinta pada Birmingham, begitu bus yang membawa saya dari Birmingham Airport memasuki kota Birmingham. Rumah-rumah dari bata merah dengan cerobong asap yang ada di kanan kiri jalan, segera menarik perhatian saya. Semakin mendekati pusat kota, semakin banyak bangunan dari bata merah yang saya lihat. Sepertinya, sebagian besar bangunan di Birmingham memang terbuat dari bata merah. Berbagai bangunan dari bata merah tersebut membuat mata saya lebih segar karena saat di Glasgow dan Edinburgh, saya hanya melihat bangunan berwarna coklat dan kelabu. Saya jadi tidak sabar untuk segera menjelajahi Birmingham.

Begitu bus tiba berhenti di halte dekat Bull Ring Shopping Center (salah satu landmark-nya Birmingham), saya langsung turun dari bus, dan berjalan menuju Birmingham New Street Station (stasiun kereta api utama di Birmingham). Saya ingin menitipkan ransel saya di left luggage yang ada di stasiun tersebut. Maklum, saya hanya ingin day trip di kota ini, tidak ada rencana menginap di hotel. Makanya, agar bisa jalan-jalan dengan nyaman tanpa harus direpotkan oleh ransel yang berat, saya memutuskan untuk menitipkan ransel saya di left luggage. Harga sewanya tidak terlalu mahal, yaitu : £ 2,00 (sekitar Rp 28.500,00) per tas/ransel/kopor untuk masa enam jam.

Setelah menitipkan ransel di left luggage, saya langsung menuju Tourist Information Center yang juga berada di dalam Birmingham New Street Station, untuk mencari peta Kota Birmingham dan beberapa brosur wisata tentang kota tersebut. Di negara maju seperti Inggris, turis sangat dimanjakan. Peta dan brosur wisata bisa didapatkan dengan mudah dan gratis di berbagai tempat umum seperti : bandara, stasiun kereta api, maupun Tourist Information Center.
Victoria Square
Berbekal Peta Birmingham, saya segera keluar stasiun dan berjalan menuju Victoria Square yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari Birmingham New Street Station. Victoria Square merupakan alun-alun di pusat Kota Birmingham yang dikelilingi berbagai bangunan tua dengan arsitektur yang sangat indah. Tiga bangunan yang sangat menonjol dan selalu menjadi objek foto para turis adalah Council House, Town Hall, dan Kantor Pos Lama. Ketiga bangunan tua tersebut, memiliki gaya arsitektur yang berbeda-beda. Council House dengan gaya Victoria, Town Hall dengan gaya Georgia, dan Kantor Pos Lama dengan gaya Renaissance. Dulunya, Victoria Square bernama Council House Square. Pada tanggal 10 Januari 1901, namanya diganti menjadi Victoria Square untuk menghormati Ratu Victoria.
Victoria Square. Nampak Council House dengan The River Fountain di depannya

Ketika saya tiba di Victoria Square, suasana sudah ramai walau hari masih pagi. Banyak turis dan Warga Kota Birmingham yang duduk-duduk santai di dekat The River Fountain (air mancur), yang berada di depan Council House. Beberapa turis nampak asyik memotret Council House dan Town Hall. Bebarapa turis lainnya nampak berfoto dengan latar belakang The River Fountain dan Council House. Saya pun tak mau ketinggalan untuk mengabadikan berbagai bangunan cantik yang ada di Victoria Square tersebut. Kapan lagi bisa mendapatkan berbagai objek foto menarik di satu tempat?

Birmingham Museum and Art Gallery
Dari Victoria Square saya beranjak menuju Birmingham Museum and Art Gallery yang berada di Chamberlain Square, di belakang Council House. Museum ini berisi koleksi berbagai benda seni, sejarah, arkeologi, dan etnografi dari lima benua, mulai dari lukisan, patung, sampai keramik. Jumlah koleksi seluruhnya sekitar 500.000 objek/barang. Benda koleksi tersebut ditata/dipajang dengan sangat menarik sehingga membuat pengunjung betah berlama-lama di dalamnya.

Birmingham Museum and Art Gallery


Birmingham Museum and Art Gallery
buka setiap hari dari jam 10.00 pagi sampai jam 05.00 sore. Pada hari Minggu, jam bukanya hanya setengah hari, yaitu dari jam 12.30 - 17.00. Museum ini hanya tutup pada hari libur nasional (tanggal merah). Asyiknya lagi, museum ini tidak memungut biaya sepeser pun bagi pengunjungnya. Pihak museum hanya menyediakan kotak donasi bagi pengunjung yang ingin memberikan donasi seikhlasnya di lobi utama, di dekat pintu masuk museum.

Victoria Law Courts

Victoria Law Courts
Dari Birmingham Museum and Art Gallery saya berjalan menuju Victoria Law Courts yang berada di Corporation Street. Saya tertarik untuk mengunjungi Victoria Law Courts gara-gara melihat foto bangunan ini yang berwarna merah menyala di brosur wisata Kota Birmingham. Bentuk bangunan yang unik, arsitektur yang menarik, dan warnanya yang merah menyala, membuat bangunan ini tampak menonjol dan mudah dicari. Victoria Law Court merupakan gedung tua yang berusia lebih dari 100 tahun. Gedung ini awalnya merupakan gedung Pengadilan Negeri Birmingham, namun sekarang dimanfaatkan sebagai tempat Birmingham Magistrate’s Court. Gedung unik nan cantik ini dirancang oleh desainer asal London, Aston Webb dan Ingress Bell. Victoria Law Courts dibangun pada tahun 1887 dan selesai pada tahun 1891. Peletakan batu pertama pembangunan gedung ini dilakukan sendiri oleh Ratu Victotia, pada tanggal 23 Maret 1887. Sayangnya, turis/pengunjung tidak bisa masuk ke dalam Victoria Law Courts. Kita hanya bisa mengagumi keindahan gedung tersebut dari luar.

Jewellery Quarter
Puas mengagumi keindahan Victoria Law Courts, saya segera menuju Jewellery Quarter,yang letaknya agak jauh di luar Kota Birmingham. Sebenarnya saya tidak tertarik untuk mengunjungi Jewellery Quarter karena saya bukan penggemar perhiasan. Namun, saya tergerak juga untuk mampir ke sana karena kata orang kunjungan ke Birmingham serasa kurang lengkap tanpa mampir ke Jewellery Quarter.
Clock Tower di Jewellery Quarter
Jewellery Quarter merupakan sebuah kawasan pusat penjualan perhiasan emas, perak, intan dan berlian di Birmingham. Di sana terdapat sekitar 800 pelaku bisnis perhiasan yang membuka toko dan galeri di sana. Bagi pecinta perhiasan, Jewellery Quarter merupakan surga. Anda bisa membeli berbagai jenis perhiasan dengan model yang menarik. Bahkan Anda bisa memesan perhiasan dengan model sesuai keinginan Anda. Namun, perlu Anda ketahui, harga perhiasan di berbagai toko yang ada di Jewellery Quarter sangat mahal bagi pemegang Rupiah. Maklum, selain nilai tukar Pound terhadap Rupiah yang memang tinggi, harga berbagai jenis perhiasan tersebut juga memang lebih mahal bila dibandingkan dengan dI Indonesia. Namun, bagi pecinta perhiasan sejati, harga sepertinya bukan masalah. Yang penting bisa mendapatkan perhiasan yang indah sesuai keinginan.
Bull Ring Shopping Center
Setelah capai mengelilingi Jewellery Quarter, saya kembali ke pusat kota Birmingham untuk mencari makan siang. Saya membeli chicken sandwich dan jus jeruk di sebuah supermarket, lalu membawanya ke Bull Ring Shopping Center. Saya nikmati makan siang di mal tersebut, sambil melihat lalu lalang orang di dalam mal.
Gedung Bull Ring Shopping Center yang unik

Bull Ring Shopping Center merupakan pusat perbelanjaan modern (mal) di Birmingham. Gedung Bull Ring Shopping Center sangat berbeda dengan gedung-gedung lainnya yang ada di Birmingham, yang sebagian besar merupakan bangunan tua yang terbuat dari bata merah. Bull Ring Shopping Center menempati sebuah gedung baru dengan arsitektur modern yang sangat unik, dengan warna dominan silver. Tak ayal, Bull Ring Shopping Center pun menjadi salah satu landmark terbarunya Birmingham. Berbagai departemen store/retailer terkenal ada di sini. Mulai dari Debenhams, Mango, Zara sampai Top Man Top Shop. Bagi penggila belanja, sepertinya harus meluangkan waktu untuk mampir ke Bull Ring Shopping Center ketika berkunjung ke Birmingham.

St. Martin's Church

St. Martin’s Church
Tak jauh dari Bull Ring Shopping Center, terdapat pusat perbelanjaan lainnya, yaitu Bull Ring Market. Namun, saya tidak langsung menuju pasar tersebut karena saya melihat sebuah gereja tua dengan arsitektur Gaya Gothic di dekat Bull Ring Shopping Center. Saya mampir sejenak di gereja yang terletak di antara Bull Ring Shopping Center dan Bull Ring Market tersebut. Gereja yang bernama St. Martin’s Church ini dibangun pada tahun 1873 - 1875 oleh arsitek Victoria bernama J. A. Chatwin. Gereja St. Martin sangat mudah dikenali karena menaranya yang tinggi menjulang. Uniknya, menara gereja ini dibangun lebih dulu daripada gereja St. Martin itu sendiri, yaitu pada tahun 1850. Gereja ini terbuka untuk umum dari hari Selasa – Sabtu, dari pukul 09.00 – 18.00.

Bull Ring Market
Beberapa saat sebelum kembali ke London, saya menyempatkan diri mampir ke Bull Ring Market. Pasar tradisional ini menyediakan berbagai kebutuhan makanan sehari-hari seperti daging, ayam, ikan, telor, susu, buah-buahan, dan sayur-mayur. Harga barang di Bull Ring Market sangat murah. Saya sampai tidak percaya melihat harga barang semurah itu di Inggris. Bayangkan, 12 butir telor ayam yang besar-besar hanya dijual £1,00 (sekitar Rp 14.500,00). Buah segar seperti jeruk sunkist, anggur merah, kiwi, strawberry, peach, dan plum juga dijual seharga £1,00 per mangkuk besar. Bahkan kalau kita membeli dua mangkuk, harganya hanya £1,50. Benar-benar murah kan?

Buah segar yang menggiurkan di Bull Ring Market

Melihat buah-buahan segar yang harganya sangat murah, saya pun tertarik untuk membelinya. Saya membeli satu mangkuk plum merah dan satu mangkuk kiwi dengan harga total £1,50 dari salah seorang penjual yang ada di pasar tersebut. Saya menikmati buah tersebut di dalam bus, dalam perjalanan kembali ke London.

Sebenarnya masih banyak gedung-gedung tua yang cantik di Birmingham. Namun, karena saya sudah terlanjur membeli tiket bus ke London untuk sore hari, saya tidak bisa mengunjungi semua gedung cantik tersebut. sepertinya butuh waktu dua sampai tiga hari untuk bis menjelajahi seluruh sudut kota Birmingham. Ternyata, Birmingham memang kota merah bata yang mempesona.

Getting There
Untuk mencapai Birmingham, dari London Anda bisa naik bus atau kereta api. Perjalanan dengan bus akan memakan waktu sekitar tiga jam, dan bus akan berangkat dari Victoria Coach Station, London. Banyak bus yang melayani rute London - Birmingham dan sebaliknya. Dua perusahaan bus yang paling terpercaya adalah National Express (www.nationalexpress.com) dan Megabus (www.megabus.com). Tiket bus bisa Anda beli secara on line di situs bus masing-masing. Semakin cepat Anda booking, semakin besar kemungkinan Anda akan mendapatkan harga tiket yang murah.

Kalau Anda memilih naik kereta api, perjalanan akan memakan waktu sekitar dua jam (satu jam lebih cepat daripada naik bus). Kereta akan berangkat dari London Euston Station dan berhenti di Birmingham New Street Station. Salah satu kereta api yang melayani rute London - Birmingham dan sebaliknya adalah Virgin Train (www.virgintrains.co.uk). Tiket kereta juga bisa Anda beli secara on line di situs Virgin Train. Sama seperti tiket bus, sebaiknya Anda booking jauh-jauh hari sebelum keberangkatan agar bisa mendapatkan harga tiket yang murah. Anda bisa membeli tiket kereta menjelang keberangkatan, tapi dengan risiko akan mendapatkan harga tiket yang sangat mahal. Harga tiket biasanya membengkak sampai dua kali lipat.(edyra)***

*Dimuat di Majalah VENUE Edisi Agustus 2011.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

GREENWICH, WHERE THE TIME BEGINS


Di depan Altazimuth Pavilion, Greenwich

Tepat pukul 12.45 GMT (Greenwich Mean Time), kereta yang membawa saya dari Canary Wharf Station, London, tiba di Greenwich Station, Greenwich (baca Grinits). Ternyata, tak butuh waktu lama untuk mencapai Greenwich. Dari London, hanya butuh waktu sekitar 15 menit perjalanan dengan Kereta Docklands Light Railway (DLR)-kereta api otomatis tanpa masinis. Langit yang cerah dan udara yang cukup hangat membuat saya begitu bersemangat menjelajah Greenwich siang itu. Maklum, saya memang sudah lama memendam impian untuk berkunjung ke Greenwich kota yang dijuluki “The Home of Time” oleh orang Inggris. Julukan yang sangat tepat, pasalnya di kota ini terdapat Garis Bujur Nol Derajat (Prime Meridian Line or Longitude Zero Degrees), garis imajiner yang menjadi titik awal penghitungan/pembagian waktu di dunia.

Greenwich Station

The Royal Observatory, Greenwich (Flamsteed House)
Tempat yang pertama kali saya tuju begitu tiba di Greenwich tak lain adalah Flamsteed House atau lebih populer dengan nama The Royal Observatory, Greenwich. Untuk mencapai tempat ini, dari Stasiun Kereta Api Greenwich (Greenwich Station), saya tinggal jalan kaki ke arah kiri, kemudian masuk ke Greenwich Park dan berjalan mendaki menuju puncak bukit. Royal Observatory, Greenwich memang berada di puncak bukit tertinggi di area Greenwich Park. Setiap turis yang berkunjung ke Greenwich bisa dipastikan selalu mengunjungi Royal Observatory, Greenwich karena di tempat inilah terdapat Garis Bujur 0°0’0” atau yang lebih dikenal Greenwich Mean Time (GMT), yang membagi bumi menjadi dua yaitu belahan bumi barat (Bujur Barat) dan belahan bumi timur (Bujur Timur).

Royal Observatory, Greenwich

Royal Observatory, Greenwich dibangun oleh John Flamsteed, pada masa Raja Charles II (tahun 1675), dengan peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 10 Agustus 1675. Bangunan ini selesai dibangun pada musim panas tahun 1676. Awalnya, bangunan ini diberi nama The Flamsteed House sesuai dengan nama pendirinya. Pada tahun 1957 namanya diubah menjadi The Royal Greenwich Observatory, dan sejak tahun 1998 namanya diubah menjadi The Royal Observatory, Greenwich.

Peter Harrison Planetarium

Di kompleks Royal Observatory, Greenwich terdapat tiga tempat menarik yaitu Astronomy Centre, Peter Harrison Planetarium, dan Altazimuth Pavilion. Untuk memasuki Astronomy Centre di mana terdapat Garis Bujur 0°0’0”, pengunjung dewasa (16 tahun ke atas) harus membayar tiket masuk seharga GBP 10 (sekitar Rp 139.000,00), sedangkan untuk memasuki Peter Harrison Planetarium, dan Altazimuth Pavilion pengunjung tidak perlu bayar sepeser pun alias gratis. Pengunjung berusia di bawah 16 tahun, gratis memasuki tiga tempat tersebut. Tiket masuk Astronomy Centre berlaku untuk masa setahun. Jadi, bila suatu saat Anda ingin kembali mengunjungi Royal Observatory, Greenwich di tahun yang sama, Anda tidak perlu membeli tiket lagi.

Antrian di loket penjualan tiket sangat panjang, ketika saya tiba Royal Observatory, Greenwich. Meski tiket masuknya cukup mahal, GBP 10 (sekitar Rp 139.000,00), para turis tetap rame ngantri. Maklum, mereka juga seperti saya, ingin melihat secara langsung dan berfoto di Garis Bujur 0°0’0”, garis imajiner yang membagi bumi menjadi dua, yaitu belahan bumi barat (sebelah barat Garis Bujur 0°0’0”) dan belahan bumi timur (sebelah timur kanan Garis Bujur 0°0’0”). Dan ternyata, sangat susah untuk bisa memotret ataupun berfoto di Garis Bujur tersebut. Antrian turis yang ingin berfoto sangat berjubel dan seolah tiada habisnya. Makanya, begitu ada kesempatan saya langsung menyerobot untuk foto di garis bujur tersebut. Rugi rasanya, datang jauh-jauh ke Greenwich bila tidak berfoto di garis bujur nol derajat tersebut.

Garis Bujur Nol Derajat (Prime Meridian Line or Longitude Zero Degrees)
Greenwich mendapat kehormatan sebagai tempat bersemayamnya Garis Bujur Nol Derajat bukan tanpa alasan. Pada Bulan Oktober 1884, dalam sebuah Konferensi Meridian Internasional di Washington D.C, Amerika Serikat, 41 utusan dari 25 negara sepakat menentukan Greenwich sebagai tolok ukur waktu dunia. Greenwich dipilih sebagai lokasi Garis Bujur Nol Derajat karena sampai dengan tahun 1884, dua pertiga dari semua peta dunia menggunakannya sebagai meridian utama (prime meridian). Dalam pertemuan tersebut diputuskan bahwa dunia dibagi dalam 24 zona waktu, setiap zona selebar 15° bujur bumi dimulai dari Greenwich.

Turis berfoto di Garis Bujur 0°0’0”

Garis Bujur Nol Derajat itu, kini ditandai dengan dua lempeng baja yang membentuk garis di pekarangan Flamsteed House. Di tengahnya, lampu-lampu kecil menyala di balik kaca. Pada ubin yang mengapit lempeng baja ini, tertera nama beberapa kota besar dunia lengkap dengan posisi garis bujurnya, di antaranya : Amsterdam, Berlin, Buenos Aires, Canberra, Cape Town, Jakarta, dan Tokyo. Jakarta tertulis tepat di bawah Nairobi dengan posisi 106°49'E.

Di dekat dari Garis Bujur Nol Derajat, terdapat sebuah kotak sertifikat bagi mereka yang pernah menjejakkan kaki di garis ini. Pengunjung yang datang tinggal memasukkan uang koin 1 Pound, dan kotak tersebut akan mengeluarkan selembar sertifikat bertanda waktu tepat di saat kita datang ke tempat itu dalam ketepatan sepersepuluh ribu detik waktu Greenwich Mean Time (GMT). Sertifikat itu ditandatangani oleh Direktur Royal Observatory, Greenwich.

Bunga Sakura bermekaran di Greenwich Park

Greenwich Park
Puas menjelajah Kompleks Royal Observatory, Greenwich, saya bergerak menuju sisi lain Greenwich Park. Ada begitu banyak tempat menarik di taman yang sangat luas ini. Greenwich Park dibagi menjadi beberapa area, antara lain : Kompleks Royal Observatory, Greenwich (terdiri dari Astronomy Centre, Peter Harrison Planetarium, dan Altazimuth Pavilion), Taman Bunga (Flower Garden), Taman Rusa (The Wilderness/Deer Park), Taman Mawar (Rose Garden), dan padang rumput yang luas. Perlu stamina prima untuk bisa menjelajahi keseluruhan Greenwich Park karena luasnya mencapai 74 hektar. Karena waktu saya terbatas, saya tidak mungkin menjelajahi seluruh sudut Greenwich Park. Saya hanya mengunjungi beberapa tempat yang menarik perhatian saya. Salah satunya adalah Flower Garden, di mana terdapat berbagai macam bunga cantik warna-warni. Mata saya benar-benar dimanjakan di Flower Garden. Warna-warni bunga yang tengah bermekaran tersebut benar-benar menyegarkan mata saya. Kedatangan saya di Greenwich memang bertepatan dengan musim semi saat bunga-bunga bermekaran di mana-mana termasuk. Apalagi ketika saya berjalan melewati jajaran pohon sakura (Cherry Blossom) dengan bunganya yang berwarna pink. Saya benar-benar takjub dan tak bisa berkata-kata. Impian saya untuk melihat bunga sakura bermekaran telah tercapai meski saya belum pernah pergi ke Jepang. Sejak kedatangan saya di Greenwich, saya sudah terpesona melihat begitu banyak bunga sakura bermekaran di beberapa sudut kota. Yang mengejutkan, ternyata saya bisa melihat lebih banyak bunga sakura di Greenwich Park. Benar-benar anugerah terindah buat saya.

Queen's House

Queen’s House
Dari Greenwich Park saya berjalan menuruni bukit, menuju Queen’s House. Queen’s House merupakan salah satu bangunan tua bersejarah di Greenwich karena bangunan ini selesai dibangun pada tahun 1638. Meski sudah uzur, bangunan ini masih terawat dengan baik. Tak ada kesan kotor, kumuh ataupun pengap di bangunan tiga lantai ini. Dulunya, tempat ini merupakan tempat peristirahatan (vila) musim panas Ratu Henriette Maria, istri Raja Charles I. Sekarang, Queen’s House menjadi museum tempat menyimpan berbagai lukisan yang menceritakan sejarah Greenwich. Asyiknya, pengunjung tidak dipungut biaya untuk mengunjungi Queen’s House. Jadi, Anda bisa puas mengagumi berbagai lukisan yang ada di Queen’s House sambil belajar sejarah Greenwich dengan gratis.

National Maritime Museum
The National Maritime Museum
Tak jauh dari Queen’s House terdapat sebuah museum yang sangat menarik, yaitu National Maritime Museum. Museum ini menggambarkan kejayaan maritim Inggris di masa lalu. Ada beberapa tempat menarik di museum ini, antara lain : Maritime London (lantai dasar), Atlantic World (lantai 1), Oceans of Discovery (lantai 2). Di Maritime London terdapat sejumlah baju kebesaran (seragam) Nelson yang dipakai pada saat pertempuran di Sungai Nil pada tahun 1798. Atlantic World menceritakan gerakan manusia dan barang yang menyeberangi Samudera Atlantik dari abad XVII sampai abad XIX. Sedangkan Oceans of Discovery mrnceritakan sejarah manusia dalam menjelajah dunia dan samudera. Sayangnya, saya tidak bisa menjelajahi seluruh sudut museum karena sebentar lagi museum akan ditutup. Meski matahari masih bersinar cukup terik, ternyata waktu sudah menjelang pukul 16.50, yang berarti sepuluh menit lagi museum akan ditutup.

The Royal Naval College
Melihat ada bangunan tua nan cantik di seberang National Maritime Museum, saya tergoda untuk mengunjunginya. Ternyata gedung cantik tersebut adalah Old Royal Naval College. Gedung bergaya Barok ini dirancang oleh Christopher Wren dan mulai dibangun pada tahun 1694. Dulunya, gedung yang terletak di tepi Sungai Thames ini merupakan Rumah Sakit Greenwich (Royal Hospital for Seamen at Greenwich). Sejak tahun 1873 sampai tahun 1998, bangunan ini berubah fungsi menjadi Kampus Royal Naval College. Kemudian, sejak tahun 1999, Gedung Royal Naval College disewa oleh Universitas Greenwich untuk jangka waktu 150 tahun sebagai kampusnya.

Royal Naval College

Meski sudah berusia ratusan tahun dan berubah-ubah fungsinya, Gedung Royal Naval College masih terlihat menarik. Bangunan ini dalam kondisi terawat dan masih mempertahankan bentuk aslinya. Asyiknya lagi Royal Naval College terbuka untuk umum dan para turis. Tak heran kalau setiap harinya, Royal Naval College selalu dipadati turis dari berbagai negara. Letaknya yang berada di tepi Sungai Thames dengan halaman yang luas dan asri, membuat para turis betah berlama-lama di Royal Naval College. Biasanya mereka berkeliling Kompleks Royal Naval College sambil memotret berbagai sudut menarik gedung tersebut. Ada juga yang berjemur di atas hamparan rumput hijau sambil membaca buku. Saya juga tak bosan-bosannya memotret Gedung Royal Naval College yang megah dan indah.

Menjelang senja hari, saya beranjak menuju Greenwich Station untuk kembali ke London. Walau hanya setengah hari di Greenwich, saya cukup puas. Saya mendapat banyak pelajaran berharga dan pengalaman menarik di kota ini. Dan yang paling penting, impian saya untuk berkunjung ke kota “Where The Time Begins” sudah tercapai. Kini, giliran Anda mengunjungi Greenwich.

Getting There
Sangat mudah untuk mencapai Greenwich dari London karena Greenwich sebenarnya merupakan bagian dari Metropolitan London. Di Peta London Tube/Underground (Kereta Bawah Tanah), Greenwich masuk ke dalam zona 2, artinya letaknya tak begitu jauh dari pusat Kota London. Anda bisa naik bus, kereta api, taksi atau perahu (boat). Pilihan paling mudah dan praktis adalah dengan naik Kereta Docklands Light Railway (DLR) dari Canary Wharf Station. Perjalanan dari Canary Wharf Station ke Greenwich Station hanya memakan waktu sekitar 15 menit. Bila Anda sudah memiliki Oyster Card (kartu untuk naik bus dan kereta api di London), Anda tidak perlu membeli tiket kereta lagi untuk menuju Greenwich. Dari Greenwich Station, Anda tinggal jalan kaki menjelajah Greenwich. (edyra)***

*Dimuat di Majalah VENUE Edisi Maret 2012.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments