Berpose sejenak di depan Pesawat Cessna Grand Caravan 208, di Bandara Tardamu, Pulau Sabu
Karena
tuntutan pekerjaan (dan hobi jalan-jalan), saya sering melakukan perjalanan
dengan pesawat. Berbagai jenis pesawat sudah pernah saya naiki, mulai dari Airbus, Boeing, Bombardier CRJ (Canadair Regional Jet), Fokker, hingga ATR (Aerei da Trasporto Regionale or Avions de Transport Régional) dalam
berbagai serinya. Namun, terbang dengan pesawat super mungil seumur-umur baru saya
alami sekali, yaitu dalam penerbangan dari Bandara El Tari, Kupang menuju
Bandara Tardamu, Kota Seba, Pulau Sabu. Saya dan rekan kerja terpaksa naik
pesawat mungil Cessna Grand Caravan 208
dengan kapasitas penumpang hanya 12 orang, milik maskapai Susi Air, karena hanya
maskapai inilah yang melayani rute Kupang - Sabu.
Terbang
dengan pesawat mini Cessna Grand Caravan 208
ternyata penuh kejutan. Kejutan pertama terjadi saat kami masih di jalan, dalam
perjalanan ke bandara. Karena suatu hal, kami berangkat ke bandara agak telat. Dengan
jumlah penumpang hanya 12 orang, dan saat itu mungkin tinggal kami yang belum check in (padahal waktu sudah mepet),
saya ditelpon oleh Susi Air, menanyakan posisi saya ada di mana. Saya pun
jawab, sudah di jalan menuju bandara. Memasuki bandara, saya ditelpon lagi oleh
Susi Air untuk memastikan saya berada di mana. Saya pun jawab, sudah sampai di
bandara. Saya jadi merasa seperti orang penting, yang sangat ditunggu-tunggu
kehadirannya.
Kejutan
kedua terjadi pada saat check in. Tidak
seperti saat naik pesawat ‘biasa’, yang pada saat check in hanya perlu menyerahkan tiket dan menimbang bagasi, naik
pesawat mungil penumpang (orang) beserta seluruh barang bawaan, baik bagasi
maupun tas/barang yang akan dibawa di kabin harus ditimbang. Bagi yang badannya
langsing seperti saya, nyantai-nyantai aja disuruh nimbang badan. Mungkin bagi
yang berat badannya berlebih yang akan malu-malu disuruh nimbang badan.
Kejutan
ketiga terjadi saat boarding. Karena jumlah
penumpang hanya 12 orang, antrian boarding
sangat sepi. Penumpang (termasuk kami) bisa melenggang dengan santai menuju
pesawat tanpa harus desak-desakan atau saling menyerobot antrian.
Kejutan
selanjutnya, terjadi saat akan naik pesawat. Walaupun sudah diumumkan agar
segera naik pesawat, penumpang tidak bisa naik pesawat. Penumpang dikumpulkan
terlebih dahulu di depan tangga pesawat. Kemudian pilot mengucapkan salam
kepada seluruh penumpang dan meminta waktu kepada penumpang untuk memperhatikan
peragaan keselamatan yang akan dilakukan oleh kru pesawat Susi Air. Selanjutnya
seorang kru pesawat memperagakan cara memakai sabuk keselamatan dan pelampung
seperti pramugara/pramugari karena di dalam pesawat nantinya tidak ada pramugara/pramugari
yang ikut, karena saking kecilnya ukuran pesawat.
Aktivitas pilot bisa dilihat dengan jelas oleh penumpang pesawat Susi Air
Setelah
peragaan keselamatan selesai, seluruh penumpang dipersilakan naik ke dalam
pesawat dengan tempat duduk bebas (free
seat). Formasi tempat duduk, terdiri dari empat baris. Tiap baris terdiri
dari satu kursi di sebelah kiri dan dua di sebelah kanan. Khusus tempat duduk
paling belakang tiga kursinya tidak terpisah (menyatu). Antara ruang pilot (cockpit) dan ruang penumpang tidak
dipisahkan sekat apa pun. Jadi, mirip angkot/bus kota, di mana penumpang bisa
melihat semua aktivitas pilot. Saya yang memilih duduk persisi di belakang
pilot tentunya bisa melihat semua aktivitas pilot dengan jelas.
Panorama Pulau Sabu dilihat dari pesawat
Naik
pesawat super mini ternyata “ngeri-ngeri sedap”. Suara dan getaran mesinnya
cukup berisik di telinga, makanya kedua pilot memakai headphone untuk meredam suara berisisk tersebut. Sayangnya saat
itu, saya tidak membawa earphone. Dengan
ruang pandang ke luar yang luas, setiap manuver dan gerakan pesawat juga
terasa. Misalnya, saat pesawat miring untuk berbelok atau ketika pesawat menembus
awan. Namun, dibalik sejumlah kekurangan/ketidaknyamanannya, naik pesawat
mungil juga ada kenikmatan tersendiri. Karena terbangnya tidak terlalu tinggi,
kami bisa melihat pemandangan di bawah dengan jelas. Pantai, laut hingga
pulau-pulau kecil bisa terlihat dengan jelas sehingga cukup menyegarkan mata. Makanya,
sejak duduk di pesawat, kamera sudah siap di tangan untuk memotret panorama
indah yang terebentang di bawah.
Sekitar
40 menit terbang, daratan Pulau Sabu mulai kelihatan. Bukit-bukit hijau, pantai
berpasir putih hingga rumah-rumah penduduk yang masih jarang-jarang, terlihat
dengan jelas. Landas pacu bandara yang panjangnya hanya 900 meter juga terlihat
jelas. Dan tak lama kemudian, pesawat mendarat dengan mulus di Bandara Tardamu,
Kota Seba, Pulau Sabu.
Turun
dari pesawat, ada kejutan lagi bagi penumpang Susi Air. Karena saat itu gedung terminal
Bandara Tardamu yang sangat kecil sedang dibangun, tak ada gedung lain bagi
penumpang untuk berteduh. Yang ada hanya tenda sementara di atas rumput dengan
beberapa kursi di di bawahnya. Penumpang yang menunggu bagasi/jemputan bisa memanfaatkan
tenda tersebut dari teriknya matahari Pulau Sabu.
Tenda untuk berteduh penumpang karena gedung terminal Bandara Tardamu, Sabu sedang dibangun
Kejutan
terakhir, tidak ada taksi/angkot yang akan membawa penumpang ke Kota Seba.
Satu-satunya alat transportasi adalah ojek. Jadi, sebagian besar penumpang sudah
ada penjemputnya masing-masing. Karena kami tidak ada penjemput, mau tak mau
kami harus naik ojek. Sebenarnya saat itu, kami akan dijemput teman. Namun,
karena saat kami mendarat di Sabu ponsel saya tidak ada sinyal sama sekali,
saya tidak bisa menghubungi teman saya. Daripada harus kepanasan di bawah
tenda, kami memilih untuk naik ojek ke hotel. Toh, jaraknmya tak begitu jauh.
Paling hanya sekitar 3 km. Jarak bandara ke pusat kota hanya sekitar 2 km. Bila
Anda tidak membawa tas/kopor/barang yang berat dan tahan akan cuaca panas, tak
ada salahnya Anda berjalan kaki menuju pusat Kota Seba.
wow, enak ya bisa jalan2 kemana-mana, jadi pengen :(
ReplyDeleteSebenarnya karimun jawa itu dimana sih? Di jepara kota ukir atau dimana? Sudah saya cek jadwal kapal terbaru tapi masih bingung, apalagi dengan harga paket wisata 2015, apa liburan ke karimunjawa bisa 2 hari 1 malam, 3 hari 2 malam, atau 4 hari 3 malam? Rencana sih saya mau backpacker sendiri, tapi istri saya malah ngajak honeymoon di hotel karimunjawa. Yang penting saya nyoba ikut wisata karimunjawa ah, siapa tahu dapat harga paket murah, ikut paket homestay juga nggak apa-apa hihihi...