Mungkin belum banyak yang mendengar nama Pulau
Sabu selain Warga Nusa Tenggara Timur (NTT). Padahal pulau yang letaknya di
antara Pulau Timor dan Pulau Sumba, NTT ini, mempunyai banyak nama. Setidaknya,
pulau kecil ini mempunyai empat nama, yakni Sabu, Sawu, Savu, dan Rai Hawu.
Sabu adalah nama resminya dalam Bahasa Indonesia. Sawu merupakan namanya pada
zaman penjajahan Belanda. Savu merupakan namanya dalam Bahasa Inggris.
Sedangkan Rai Hawu merupakan nama pulau tersebut dalam bahasa setempat (Bahasa
Sabu).
Sejak tahun 2010, Pulau Sabu bersama dengan
tetangganya, Pulau Raijua, mendapat otonomi khusus sebagai sebuah kabupaten
baru dengan nama Kabupaten Sabu Raijua. Dulunya, Sabu Raijua hanyalah sebuah
kecamatan yang masuk ke dalam administrasi Kabupaten Kupang, yang ibu kotanya
berada di Kupang, Pulau Timor. Setelah menjadi kabupaten, Sabu Raijua memilih Desa
Menia sebagai ibu kota atau pusat pemerintahannya. Namun, pusat kegiatan
ekonomi dan bisnis berada di Kota Seba. Letak Seba memang lebih strategis
dibanding Menia. Seba berada di pinggir pantai dan menjadi gerbang masuk ke
Pulau Sabu karena di kota kecil ini terdapat sebuah pelabuhan dan sebuah
bandara perintis yang hanya bisa didarati pesawat kecil semacam Cessna Grand Caravan.
Terlepas
dari letaknya yang terpencil di tengah lautan dan susahnya transportasi menuju
ke sana, Pulau Sabu menyimpan segudang keindahan alam dan keunikan budaya yang
tidak bisa Anda temui di daerah lain. Berikut delapan alasan mengapa Anda harus
mengunjungi Sabu.
1. Pantai Bo’do
Sabu merupakan pulau yang kecil sehingga
pantai bisa Anda temukan di mana-mana. Asyiknya lagi, hampir semua pantai di
Sabu masih sepi dan alami, tanpa biaya masuk/retribusi. Salah satu pantai yang
layak untuk dikunjungi adalah Pantai Bo’do. Pantai ini berada tak jauh dari
Pelabuhan Seba dan berdampingan dengan Pantai Napae, hanya dipisahkan oleh
sebuah sungai kecil. Pantai Bo’do berpasir putih kecoklatan. Keunikan pantai
ini tak lain berkat adanya sebuah benteng tua yang terbuat dari tumpukan batu
karang di atas bukit kecil, di pinggir pantai. Dari benteng ini, nampak Pantai
Napae dan Dermaga Seba di kejauhan. Seperti pantai-pantai lainya di Sabu,
suasana di Pantai Bo’do juga sangat sepi dan masih alami. Tak ada kafe,
restoran ataupun warung makan. Semuanya masih alami, tanpa sentuhan komersial
seperti pantai-pantai di Bali. Karena menghadap ke barat, pantai menjadi lokasi
yang tepat untuk menyaksikan panorama matahari terbenam (sunset).
2. Kampung Namata
Sabu memiliki beberapa kampung adat yang
menarik. Kampung adat terdekat dari Kota Seba adalah Kampung Namata, yang
berada di Desa Raeloro, Kecamatan Sabu Barat. Kampung yang berada di atas bukit
ini cukup terkenal di kalangan wisatawan dan sudah menjadi salah satu destinasi
wajib kunjung di Sabu. Daya tarik Kampung Namata di antaranya adalah rumah adat
Khas Sabu yang disebut Emu Rukoko Rumah adat ini bentuknya sangat unik mirip
perahu terbalik. Dinding rumah terbuat dari bambu dan atap terbuat dari daun
lontar yang atap menjuntai sampai hampir menyentuh tanah sehingga menutupi
seluruh dinding rumah. Bentuk rumah yang seperti perahu terbalik bukan tanpa
alasan. Filosofinya adalah Warga Sabu merupakan nelayan yang biasa menggunakan
perahu saat menangkap ikan di laut. Selain rumah adat yang unik di Kampung
Namata juga terdapat lapangan berbentuk lingkaran dengan batu-batu megalitikum
yang berusia ratusan tahun di dekatnya. Lapangan tersebut tak lain adalah
tempat warga Kampung Namata menyelenggarakan berbagai upacara adat.
3. Bukit Lede Pemulu
Kontur Pulau Sabu berbukit-bukit tapi tidak
memiliki gunung. Salah satu titik tertinggi di Sabu adalah Bukit Lede Pemulu
yang berada di perbatasan Desa Loborai dan Desa Mehona, Kecamatan Sabu Liae. Untuk
menemukan bukit ini sangat mudah karena berada di jalan raya utama yang
membelah Pulau Sabu menuju arah Kecamatan Liae/Mesara. Bukit Lede Pemulu
ditandai dengan adanya sebuah menara Built
Transmission System (BTS) salah satu operator provider GSM terkemuka di Indonesia. Dari puncak bukit ini, Anda
bisa melihat panorama 360 derajat Pulau Sabu. Mulai dari bukit-bukit hijau,
telaga kecil dengan puluhan kerbau dan kambing, pantai selatan yang berpasir
putih, dan laut biru yang mengelilingi Sabu. Memotret dari sudut manapun, Anda
akan mendapatkan foto yang menawan.
4. Kelebba Maja
Sabu memiliki keajaiban alam yang hanya ada
satu-satunya di Indonesia dan belum diketahui banyak orang, yaitu Kelebba Maja.
Kalau Anda pernah ke Cappadoccia, Turki, kira-kira seperti itulah Kelebba Maja
tapi dalam versi yang lebih kecil dengan warna-warni yang lebih indah dan semarak.
Kelebba Maja adalah fenomena alam berupa tebing-tebing berukir di sebuah bukit dengan
pilar-pilar batu yang pucaknya berbentuk mirip jamur/payung. Lekak-lekuk tebing
sangat unik dengan warna bergradasi dari merah muda (pink), merah marun, hingga coklat tua. Kelebba Maja merupakan
salah satu tempat yang disakralkan oleh Warga Sabu sebagai tempat pemujaan
terhadap Dewa Maja (salah satu Dewa yang dipercaya Orang Sabu) dan tempat
penyelenggaraan berbagai upacara adat, di antaranya Upacara Meminta Hujan.
Tempat ini tersembunyi di balik bukit dan sukup sulit untuk menjangkaunya, tepatnya
di Desa Raerobo, Kecamatan Sabu Liae, sekitar 22 km dari pusat Kota Seba.
5. Gua Lie Madira
Sekitar tiga puluh menit berkendara dari Kota
Seba, menyusuri tepian pantai utara Pulau Sabu Anda akan bertemu dengan Gua Lie
Madira. Gua yang terletak di Desa Daieko, Kecamatan Hawu Mehara ini cukup unik,
dengan mulut gua yang sangat pendek dan sempit, tak sampai satu meter
tingginya. Untuk memasukinya, Anda harus jongkok agar kepala Anda tidak
kepentok. Anda harus ditemani seorang pemandu dan membawa lampu/senter untuk
menjelajahi gua ini karena lorong gua
berbelok-belok dan naik turun sepanjang kurang lebih 50 meter. Di beberapa
tempat ketinggian lorong gua sangat pendek sehingga Anda harus berjalan dengan
menunduk atau jongkok. Suasana di dalam gua sangat gelap karena sinar matahari
tidak bisa menembus masuk dan tidak ada lampu/penerangan sama sekali. Gua yang
pernah dihuni oleh Madira ini (sehingga dinamakan Gua Lie Madira), memiliki
formasi stalaktit dan stalakmit yang sangat menarik. Selain itu, di ujung gua
juga terdapat sebuah kolam berair biru jernih yang dipercaya penduduk setempat,
mempunyai khasiat membuat wajah awet muda. Terlepas dari kebenaran mitos
tersebut, tak ada salahnya Anda mencuci muka dengan air kolam tersebut karena
airnya sangat jernih dan segar.
6. Cium Hidung ala Sabu (Hengedo)
Ada satu budaya/tradisi unik yang tidak bisa
dijumpai di belahan dunia mana pun selain di Pulau Sabu dan Pulau Raijua, yaitu
budaya cium hidung yang dalam Bahasa Sabu disebut “Hengedo.” Cium hidung ini
dilakukan oleh dua orang Suku Sabu, baik laki-laki maupun perempuan, dengan
cara saling menggesekkan ujung hidung selama kurang lebih tiga detik. Awalnya
saya sedikit heran melihat Pak Nico menggesekkan hidung dengan seorang ibu yang
menyambut kedatangan kami di Kampung Namata. Ternyata itu adalah cium hidung
ala Sabu. Cium hidung ini akan dilakulkan oleh dua Orang Sabu yang bertemu di
mana pun, untuk menunjukkan rasa persaudaraan. Selain itu, cium hidung juga
bermakna sebagai tanda perdamaian. Bila ada dua orang berselisih, dan kemudian
berciuman hidung maka masalahnya dianggap selesai. Budaya yang unik memang.
Belakangan, saat berada di Kupang (sepulang dari Sabu), saya sering melihat
budaya cium hidung tersebut. Saat di mal, bank, toko buku, dan tempat-tempat
umum lainnya, secara tak sengaja saya melihat dua orang saling menggesekkan
ujung hidungnya. Saya jadi tidak heran lagi melihatnya dan saya jadi bisa
menebak bahwa dua orang tersebut berasal dari Sabu.
7. Tenun
Ikat Sabu
Seperti pulau-pulau lainnya di NTT, Sabu juga
memiliki tenun ikat yang khas dengan motif-motif yang menarik. Bagi masyarakat
Sabu, kain tenun adalah identitas diri/keluarga dan menjadi jejak rekam di mana
mereka dapat menelusuri garis keturunan nenek moyang melalui motif-motif
berbeda yang dimiliki oleh setiap keluarga. Asal mula tradisi menenun di Sabu
diyakini berasal dari dua perempuan kakak-beradik yang dianggap sebagai leluhur/penenun
pertama di Sabu. Mereka menghasilkan corak tenun dalam dua kelompok yang dikenal
dengan nama Bunga Palem Besar (Hubi Ae)
dan Bunga Palem Kecil (Hubi Iki).
Dari dua kelompok itulah corak tenun Sabu berkembang. Setiap kelompok dan
sub-kelompok (keluarga) kemudian memiliki motifnya sendiri yang tidak mungkin
ditiru/dipakai oleh anggota keluarga lain. Ciri khas tenun ikat Sabu adalah kombinasi
hiasan berderet dalam jalur yang lebar dan teratur tapi tidak simetris. Keistimewaan
tenun ikat Sabu selainnya motifnya yang cantik adalah penggunaan bahan pewarna alami
untuk mewarnai benangnya sehingga mendapatkan warna-warni yang cerah dan indah.
Warna dominan pada tenun ikat Sabu adalah biru tua (nila/indigo), merah, dan
putih. Warna merah didapatkan dari akar mengkudu, putih dari warna alami benang
kapas, dan kuning dari umbi kunyit. Kain hasil tenun ikat tradisional Pulau
Sabu yang paling terkenal adalah “Si Hawu” (sarung) dan “Higi Huri” (selimut).
8. Gula Sabu
Selain tenun ikat, oleh-oleh khas Sabu yang layak
untuk Anda bawa pulang adalah Gula Sabu. Bicara tentang Gula Sabu, mungkin
belum banyak yang tahu selain Warga NTT. Maklum, gula ini tidak dapat dijumpai
di tempat lain di Indonesia (bahkan di dunia) selain di Pulau Sabu dan Pulau
Raijua. Tak heran kalau dinamakan Gula Sabu atau
“Donahu Hawu” dalam Bahasa Sabu. Gula ini cukup unik, berbentuk cairan yang
sangat kental dan lengket serta berwarna coklat kehitaman. Kalau dilihat
sepintas mirip madu tapi cairannya lebih kental. Gula
Sabu merupakan makanan alternatif Warga Sabu selain beras dan jagung di tengah
kondisi geografis Pulau Sabu yang kering dan tandus. Jika terjadi gagal panen
tanaman palawija dan persediaan bahan makanan menipis, maka Gula Sabu
dimanfaatkan sebagai makanan pengganti beras dan jagung untuk bertahan hidup. Gula Sabu
terbuat dari nira buah lontar/siwalan (Borassus
flabellifer) yang direbus selama beberapa jam hingga mengental. Cara menikmati Gula Sabu adalah dengan
meminumnya langsung atau menyeduhnya dengan air, lalu meminumnya seperti minum
teh atau kopi. Di pasaran, Gula Sabu biasanya dijual dalam botol-botol air
mineral atau dalam jerigen. Gula Sabu diyakini mempunyai banyak manfaat untuk
kesehatan, antara lain adalah sebagai obat
penghilang panas dalam dan pereda sakit maag.
Getting
There
Untuk mencapai Pulau Sabu, Anda harus terbang
dulu ke Kupang, NTT. Selanjutnya dari Kupang ada tiga pilihan moda
transportasi menuju Sabu. Pilihan pertama adalah terbang dengan pesawat Susi
Air (www.fly.susiair.com). Ini adalah cara tercepat dan termahal mencapai Sabu
tapi dengan jadwal yang pasti. Susi Air terbang ke Sabu setiap hari (tiga kali
sehari) tapi kapasitas penumpangnya hanya 12 orang. Jadi, Anda harus memesan
tiket jauh-jauh hari agar kebagian tiket. Pilihan kedua dengan kapal cepat yang
berangkat dari Pelabuhan Tenau, dengan lama perjalanan sekitarempat jam.
Sayangnya kapal cepat ini hanya beroperasi seminggu dua kali, yaitu Hari Senin
dan Jumat berangkat dari Kupang dan kembali ke Kupang keesokan harinya (Selasa
dan Sabtu). Pilihan terakhir adalah dengan ferry yang berangkat dari Pelabuhan
Bolok, dengan lama perjalanan sekitar 14 jam. Ferry ini juga hanya beroperasi
seminggu dua kali, yaitu Hari Senin dan Rabu. Bagi Anda yang memiliki waktu banyak,
Anda bisa memilih kapal cepat atau ferry. Namun, bila waktu Anda terbatas,
satu-satunya cara adalah dengan menggunakan pesawat. (edyra)***
No comments:
Post a Comment