Setelah menunggu sekian lama, akhirnya kesempatan untuk mengunjungi Pulau Satonda terlaksana juga pada hari Sabtu, 11 April 2009. Saya bersama teman saya (Annas) menyambangi Pulau Satonda setelah puas menjelajahi Pantai Lakey, Dompu selama dua hari. Perjalanan dari Pantai Lakey ke Desa Nangamiro (desa terdekat untuk menuju Pulau Satonda) memakan waktu sekitar lima jam dengan melewati Kota Dompu. Perjalanan menuju pulau ini penuh petualangan dan perjuangan. Apalagi kami menggunakan sepeda motor untuk menuju ke sana. Sebagian besar jalan yang kami lalui (lebih dari 70%) rusak parah. Dari Kota Dompu sampai di pertigaan Manggalewa kondisi jalan masih bagus. Aspal jalan masih cukup mulus. Setelah keluar dari Desa Manggalewa, jalan berubah jadi buruk dan hancur. Lubang besar menganga di sana-sini. Bahkan di beberapa tempat, aspal sudah hilang sama sekali sehingga jalan berubah menjadi jalan tanah berbatu. Butuh keberanian dan keahlian ekstra untuk bisa melewati jalanan berbatu ini. Oleng sedikit saja, kami bisa jatuh terluka karena jalanan penuh dengan kerikil-kerikil tajam. Jarak dari Manggalewa sampai Desa Nangamiro sekitar 110 km. Namun, dengan kondisi jalan yang rusak parah, waktu tempuh yang sebenarnya hanya sekitar tiga jam, membengkak jadi lima jam.
Berangkat dari Pantai Lakey jam 07.45 pagi, kami sampai di Dompu sekitar jam 08.00 pagi. Kami berhenti sebentar di Kota Dompu untuk mengambil uang di ATM, belanja logistik, dan mengisi bensin sampai penuh. Kami juga membeli bensin sebanyak dua botol air mineral (masing-masing 1,5 liter) untuk bekal perjalanan kami ke Pulau Satonda. Menurut keterangan dari sopir truk yang kami temui di pom bensin, tidak ada pom bensin di sepanjang jalan dari Kota Dompu ke Desa Calabai atau Nangamiro yang jaraknya lebih dari 100 km. Hanya kios-kios bensin kecil yang tersedia di pinggir jalan. Itu pun jumlahnya nggak banyak. Kami nggak mau ambil risiko kehabisan bensin dan harus menuntun sepeda motor di siang bolong. Walau rada repot, kami membekali diri dengan dua botol bensin agar kami lebih tenang dan bisa menikmati perjalanan.
Setelah menempuh perjalanan panjang dan berliku serta bertanya ke beberapa orang, akhirnya kami sampai di Desa Nangamiro tepat pada pukul 13.45 WITA. Kami langsung menuju pantai desa ini. Dari Pantai Nangamiro ini nampak Pulau Satonda yang hijau di kejauhan. Sambil melepas lelah, kami berbincang-bincang dengan para nelayan setempat yang sedang menjemur ikan hasil tangkapannya. Dari obrolan tersebut, kami memperoleh sedikit informasi tentang Pulau Satonda dan bagaimana cara untuk ke sana. Menurut mereka, ada seorang guide (yang sekaligus penjaga pulau tersebut, yaitu Pak Abdurrahman) yang biasa mengantar turis ke Pulau Satonda. Tanpa kami minta, salah satu dari mereka langsung menghubungi Pak Abdurrahman via HP. Namun, karena Pak Abdurrahman tidak bisa dihubungi, mereka dengan baiknya mendatangi rumah Pak Abdurrahman dan memanggilkannya untuk kami.
Setelah menunggu beberapa saat, Pak Abdurrahman datang juga. Pak Abdurrahman memberi penjelasan kepada kami tentang Pulau Satonda. Biaya boat ke Pulau Satonda (pulang pergi) adalah Rp 25.000,00 per orang. Pak Abdurrahman bertanya kepada kami, apakah kami ingin menginap atau tidak di Pulau Satonda? Kami pun menjawab tidak. Sebenarnya kami ingin menginap di pulau tersebut, tetapi kami tidak membawa perbekalan yang lengkap untuk menginap. Selain itu, waktu kami sangat terbatas. Jadinya kami memutuskan untuk tidak menginap. Dan rencananya kami ingin menginap (menumpang) di rumah Pak Abdurrahman. Dan ternyata, Pak Abdurrahman mengizinkan kami menginap di rumahnya.
Pak Abdurrahman segera mengantar kami ke rumahnya yang nggak begitu jauh dari pantai. Kami langsung memarkir motor kami di rumah Pak Abdurrahman yang berbentuk rumah panggung dan terbuat dari kayu. Kami juga meninggalkan ransel kami di sana. Kami tidak ingin membawa beban berat ke Pulau Satonda agar kami bisa menikmati petualangan kami di sana. Kami hanya membawa makanan ringan, minuman, baju ganti, peralatan snorkeling, dan tentunya kamera.
Setelah semuanya siap, kami segera berlayar ke Pulau Satonda. Kami ditemani Pak Abdurrahman dan nahkoda perahu berangkat ke Pulau Satonda menggunakan perahu motor kecil bercadik (lebih tepatnya disebut sampan). Perjalanan berperahu ke Pulau Satonda sangat menyenangkan. Laut sangat tenang, tanpa ombak, tanpa gelombang. Matahari sedang bersinar terik saat itu. Namun, semilir angin laut yang menerpa wajah kami memberikan kesejukan tersendiri. Tak terasa sudah setengah jam kami di atas perahu, dan perahu kami pun segera merapat ke Pantai Satonda yang berpasir putih.
Setelah menunggu beberapa saat, Pak Abdurrahman datang juga. Pak Abdurrahman memberi penjelasan kepada kami tentang Pulau Satonda. Biaya boat ke Pulau Satonda (pulang pergi) adalah Rp 25.000,00 per orang. Pak Abdurrahman bertanya kepada kami, apakah kami ingin menginap atau tidak di Pulau Satonda? Kami pun menjawab tidak. Sebenarnya kami ingin menginap di pulau tersebut, tetapi kami tidak membawa perbekalan yang lengkap untuk menginap. Selain itu, waktu kami sangat terbatas. Jadinya kami memutuskan untuk tidak menginap. Dan rencananya kami ingin menginap (menumpang) di rumah Pak Abdurrahman. Dan ternyata, Pak Abdurrahman mengizinkan kami menginap di rumahnya.
Pak Abdurrahman segera mengantar kami ke rumahnya yang nggak begitu jauh dari pantai. Kami langsung memarkir motor kami di rumah Pak Abdurrahman yang berbentuk rumah panggung dan terbuat dari kayu. Kami juga meninggalkan ransel kami di sana. Kami tidak ingin membawa beban berat ke Pulau Satonda agar kami bisa menikmati petualangan kami di sana. Kami hanya membawa makanan ringan, minuman, baju ganti, peralatan snorkeling, dan tentunya kamera.
Setelah semuanya siap, kami segera berlayar ke Pulau Satonda. Kami ditemani Pak Abdurrahman dan nahkoda perahu berangkat ke Pulau Satonda menggunakan perahu motor kecil bercadik (lebih tepatnya disebut sampan). Perjalanan berperahu ke Pulau Satonda sangat menyenangkan. Laut sangat tenang, tanpa ombak, tanpa gelombang. Matahari sedang bersinar terik saat itu. Namun, semilir angin laut yang menerpa wajah kami memberikan kesejukan tersendiri. Tak terasa sudah setengah jam kami di atas perahu, dan perahu kami pun segera merapat ke Pantai Satonda yang berpasir putih.
Tulisan “WELCOME TO SATONDA ISLAND DOMPU” menyambut kedatangan kami di Pulau Satonda. Nampak beberapa bangunan kecil di sana, dan hampir semuanya dalam kondisi yang kurang terawat. Ada serombongan turis asing beserta guide-nya yang tengah bersantai di pantai, ketika kami tiba di sana. Pulau Satonda memang lebih dikenal oleh wisatawan mancanegara daripada wisatawan domestik. Mereka biasanya naik kapal pesiar dari Bali atau Lombok. Mereka singgah sebentar di Pulau Moyo dan Satonda untuk snorkeling dan melihat keindahan Danau Satonda, kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke Pulau Komodo dan Flores.
Pak Abdurrahman langsung membawa kami berjalan masuk ke tengah pulau. Jalanan semakin menanjak dan kami harus meniti anak tangga. Setelah sampai di atas, saya terpana dengan pemandangan indah yang terhampar di hadapan kami. Sebuah danau cantik berwarna hijau membentang dengan permukaannya yang beriak-riak kecil dan pepohonan rimbun berjajar di sekelilingnya. Nampak sebuah bukit kecil di seberang danau, yang seolah-olah menaungi danau ini. Inilah Danau Satonda yang merupakan ikon Pulau Satonda, yang membuat penasaran banyak orang untuk mengunjunginya. Thanks God! Akhirnya sampai juga saya di Danau Satonda. Sudah sekian lama saya memendam impian untuk bisa mengunjungi Danau Satonda, dan hari ini impian saya jadi kenyataan. Kami segera menuruni anak tangga menuju bibir danau. Saya sudah tak sabar untuk berenang dan snorkeling di danau hijau seluas 0,8 kilometer persegi tersebut.
Kami duduk-duduk sambil menikmati makanan ringan yang kami bawa di gubug kecil, di pinggir Danau Satonda. Suasana begitu hening, tenang, dan damai. Sesekali terdengar kicauan burung dan riak-riak air danau. Tiba-tiba perhatian kami tertuju pada pepohonan yang unik di pinggir danau. Banyak batu bergelantungan di pepohonan tersebut. Seolah-olah pepohonan tersebut berbuah batu. Ternyata, ada kepercayaan yang beredar bahwa kalau kita menggantungkan batu di pohon tersebut, harapan dan keinginan kita akan tercapai. Saya tidak mengetahui kebenaran mitos tersebut. Namun, iseng-iseng saya pun ikut menggantungkan sebuah batu di pohon tersebut.
Setelah mengambil foto panorama di sekitar danau, saya dan Annas segera nyebur ke danau untuk bersnorkeling. Sejak tadi, danau berair hijau tersebut seperti memanggil-manggil kami untuk berenang-renang di dalamnya. Kami pun berenang-renang dan bersnorkeling di danau yang kedalamannya bervariasi antara 15-69 meter tersebut. Karena kami hanya membawa sebuah masker dan snorkel, kami bergantian snorkeling. Ternyata air Danau Satonda sangat asin, lebih asin dari air laut. Akibatnya, tidak banyak biota laut yang mampu bertahan hidup dalam danau tersebut. Ikan di danau pun kecil-kecil dan jumlahnya nggak banyak. Hanya lumut dan ganggang hijau yang banyak tumbuh di dalam danau, sehingga membuat air danau berwarna hijau. Menariknya, setiap terjadi pasang surut air laut di luar Pulau Satonda, hal yang sama terjadi juga di danau tersebut.
Kami tidak berlama-lama snorkeling di Danau Satonda. Kami segera melanjutkan petualangan kami di Pulau Satonda, dengan berjalan-jalan meniti anak tangga di sekeliling danau. Sebenarnya kami ingin mendaki sampai ke titik tertinggi pulau, tetapi waktu tidak memungkinkan. Menurut Pak Abdurrahman, jalanan menuju puncak pulau cukup sulit. Banyak semak belukar yang menghadang di perjalanan. Kami harus membawa sabit atau parang untuk membabat semak belukar tersebut. Alhasil, kami pun membatalkan niat kami untuk mendaki ke puncak pulau.
Kami langsung turun ke pantai yang dekat dermaga karena kami akan bersnorkeling di sana. Saya segera memakai masker dan snorkel, lalu terjun ke laut. Saya harus berenang agak ke tengah untuk menuju spot snorkeling yang bagus. Saya sempat kecewa ketika melihat banyak terumbu karang yang hancur di sana. Ikan pun nggak banyak saya jumpai. Saya berenang lebih ke tengah lagi, dan saya mulai melihat terumbu karang warna-warni. Ikan aneka bentuk dan warna berenang berseliweran di sekitar saya. Saya puas-puasin bercanda bersama ikan-ikan cantik tersebut. Sekali lagi, saya dan Annas harus bergantian menggunakan masker dan snorkel.
Kami tidak berlama-lama snorkeling di Danau Satonda. Kami segera melanjutkan petualangan kami di Pulau Satonda, dengan berjalan-jalan meniti anak tangga di sekeliling danau. Sebenarnya kami ingin mendaki sampai ke titik tertinggi pulau, tetapi waktu tidak memungkinkan. Menurut Pak Abdurrahman, jalanan menuju puncak pulau cukup sulit. Banyak semak belukar yang menghadang di perjalanan. Kami harus membawa sabit atau parang untuk membabat semak belukar tersebut. Alhasil, kami pun membatalkan niat kami untuk mendaki ke puncak pulau.
Kami langsung turun ke pantai yang dekat dermaga karena kami akan bersnorkeling di sana. Saya segera memakai masker dan snorkel, lalu terjun ke laut. Saya harus berenang agak ke tengah untuk menuju spot snorkeling yang bagus. Saya sempat kecewa ketika melihat banyak terumbu karang yang hancur di sana. Ikan pun nggak banyak saya jumpai. Saya berenang lebih ke tengah lagi, dan saya mulai melihat terumbu karang warna-warni. Ikan aneka bentuk dan warna berenang berseliweran di sekitar saya. Saya puas-puasin bercanda bersama ikan-ikan cantik tersebut. Sekali lagi, saya dan Annas harus bergantian menggunakan masker dan snorkel.
Setelah puas bersnorkeling, kami segera jalan-jalan di sekitar dermaga dan sekeliling pantai. Pantai di Pulau Satonda berpasir putih dan di beberapa tempat terdapat-batu-batu besar. Kami bermain-main di pantai yang indah dan sepi tersebut. Kami sangat betah berada di pulau yang sepi, tenang dan damai ini. Waktu serasa berhenti berputar di pulau ini.
Hari beranjak sore dan sinar mentari pun semakin redup. Pertanda bahwa kami harus segera meninggalkan Pulau Satonda dan kembali ke Desa Nangamiro. Rasanya baru sebentar saja kami menikmati keindahan pulau mungil ini, dan sekarang kami harus pergi meninggalkannya. Dengan berat hati, kami pun segera naik ke perahu kami dan berkata “Selamat Tinggal” kepada Pulau Satonda yang cantik dan eksotis.
How to Get There
Pulau Satonda terletak di Laut Flores, tepatnya di sebelah utara Semenanjung Sanggar, Pulau Sumbawa. Secara administratif, pulau seluas 4,8 kilometer persegi ini masuk ke dalam wilayah Desa Nangamiro, Kecamatan Calabai, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Perjalanan ke Pulau Satonda dapat ditempuh dari Kota Sumbawa Besar sejauh delapan jam perjalanan, atau dari Kota Dompu sejauh lima jam perjalanan, ditambah penyeberangan laut dari Desa Nangamiro sekitar tiga puluh menit. Untuk menuju Kota Sumbawa Besar, Anda bisa naik bus selama enam jam atau pesawat (Merpati) selama empat puluh menit dari Kota Mataram. Bus tersedia tiap hari, tetapi pesawat hanya beberapa kali seminggu. Cek jadwal penerbangannya di situs Merpati, www.merpati.co.id. (edyra)***
*Dimuat di Majalah JALAN-JALAN Edisi Mei 2010.
Hari beranjak sore dan sinar mentari pun semakin redup. Pertanda bahwa kami harus segera meninggalkan Pulau Satonda dan kembali ke Desa Nangamiro. Rasanya baru sebentar saja kami menikmati keindahan pulau mungil ini, dan sekarang kami harus pergi meninggalkannya. Dengan berat hati, kami pun segera naik ke perahu kami dan berkata “Selamat Tinggal” kepada Pulau Satonda yang cantik dan eksotis.
How to Get There
Pulau Satonda terletak di Laut Flores, tepatnya di sebelah utara Semenanjung Sanggar, Pulau Sumbawa. Secara administratif, pulau seluas 4,8 kilometer persegi ini masuk ke dalam wilayah Desa Nangamiro, Kecamatan Calabai, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Perjalanan ke Pulau Satonda dapat ditempuh dari Kota Sumbawa Besar sejauh delapan jam perjalanan, atau dari Kota Dompu sejauh lima jam perjalanan, ditambah penyeberangan laut dari Desa Nangamiro sekitar tiga puluh menit. Untuk menuju Kota Sumbawa Besar, Anda bisa naik bus selama enam jam atau pesawat (Merpati) selama empat puluh menit dari Kota Mataram. Bus tersedia tiap hari, tetapi pesawat hanya beberapa kali seminggu. Cek jadwal penerbangannya di situs Merpati, www.merpati.co.id. (edyra)***
*Dimuat di Majalah JALAN-JALAN Edisi Mei 2010.
No comments:
Post a Comment