Sabtu, 10 April 2010, saya bersama teman saya (Ahmad), mengunjungi Air Terjun Nungnung yang terletak di Desa Nungnung, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali. Jaraknya sekitar 45 kilometer dari Kota Denpasar atau sekitar 90 menit berkendara. Perjalanan menuju air terjun ini sangat menyenangkan. Dari Kota Denpasar, arahkan kendaraan Anda menuju Sangeh/Petang melalui Jalan Ahmad Yani. Air Terjun Nungnung memang satu arah dengan Hutan Pala Sangeh yang terkenal itu. Setelah keluar dari Kota Denpasar, perjalanan melewati pedesaan Bali yang tenang dan nggak begitu banyak kendaraan. Anda akan melewati banyak areal persawahan dan perkebunan yang hijau menyejukkan mata. Mendekati Desa Nungnung, pemandangan semakin indah dan hijau. Udara pun semakin sejuk karena Desa Nungnung berada di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut.
Setelah memasuki Desa Nungnung, saya memperlambat laju motor sambil mencari papan penunjuk arah menuju Air Terjun Nungnung. Soalnya kata teman saya, memang ada papan penunjuk arah menuju Air Terjun Nungnung di sebelah kiri jalan (kalau kita datang dari arah Denpasar). Setelah melihat papan penunjuk arah tersebut, saya belok kanan menyusuri jalan kecil sepanjang 600 meter, sampai ke tempat parkir. Dari tempat parkir, kami harus membayar tiket masuk yang cukup murah, Rp 3.000,00 per orang. Setelah memarkir sepeda motor di tempat yang aman dan teduh, kami harus melanjutkan perjalanan menuju air terjun dengan berjalan kaki menuruni ratusan anak tangga. Di beberapa tempat, anak tangganya sangat curam, bahkan ada yang memiliki kemiringan lebih dari 45 derajat. Kami harus ekstra hati-hati menuruni anak tangga yang curam dan licin tersebut, karena sebagian besar anak tangganya tidak dilengkapi dengan pegangan tangan (handrail). Meleng sedikit saja bisa fatal akibatnya. Jarak air terjun dari tempat parkir juga lumayan jauh sehingga cukup menguras tenaga. Namun, Anda tak perlu khawatir karena di beberapa tempat sudah dibangun gazebo (bale bengong), untuk beristirahat bila Anda sudah lelah berjalan. Untuk kaum perempuan, saya sarankan untuk tidak memakai sepatu berhak tinggi kalau berkunjung ke Air Terjun Nungnung. Pasalnya Anda harus berjalan menuruni ratusan anak tangga yang curam dan licin. Anda masih bisa tampil gaya kok, walau tidak memakai sepatu berhak tinggi. Saat kami datang ke sana, kami sempat melihat beberapa perempuan yang menenteng sepatu hak tingginya dan harus berjalan tanpa alas kaki karena anak tangga cukup licin berkat guyuran hujan semalam.
Setelah menuruni ratusan anak tangga yang curam dan menyeberangi jembatan kecil, akhirnya kami sampai juga Air Terjun Nungnung. Dari kejauhan, sudah terdengar suara gemuruh air terjun tersebut. Awalnya, nampak air terjun kecil di pinggir sungai. Kemudian, nggak jauh dari air terjun kecil tersebut, nampaklah Air Terjun Nungnung yang tinggi dengan debit air yang cukup besar. Air terjun ini memiliki ketinggian kurang lebih 50 meter dari permukaan tanah. Debit air saat itu cukup besar dan arus airnya juga lumayan kencang. Maklum, akhir-akhir ini (meski sudah masuk bulan April), di Bali hujan turun cukup sering. Hembusan air terjun, mampu membasahi tubuh kami, walaupun kami berada cukup jauh dari air terjun tersebut. Untuk mengambil foto pun harus hati-hati, mata kamera harus sedikit ditutupi tangan agar lensanya tidak terkena hembusan air terjun. Mulailah saya beraksi memotret Air Terjun Nungnung dari berbagai sudut. Kebetulan saat itu tidak terlalu ramai, jadi saya bisa mengambil gambar dengan leluasa. Sayangnya, angin bertiup cukup kencang saat itu sehingga agak menyulitkan saya untuk memotret air terjun. Jadinya saya harus melindungi kamera saya dengan plastik transparan agar lebih aman. Untunglah, walaupun cuaca nggak begitu bersahabat, saya masih bisa mendapat beberapa foto Air Terjun Nungnung yang indah. Benar-benar mempesona, suara gemuruh air terjun yang menghantam bebatuan, hembusan udara sejuk menerpa tubuh, dan aliran air dingin membasahi kaki.
Saat itu, ada beberapa pengunjung yang mandi dan bermain-main di sekitar air terjun. Namun, saya dan teman saya memilih tidak berbasah-basah karena air sangat dingin, mirip air di kulkas. Saya memang tidak tahan dengan air yang sangat dingin. Jadi, kami hanya memandangi keindahan Air Terjun Nungnung dari kejauhan, sambil bermain-main di pinggir sungai. Sesekali hembusan angin membawa percikan Air Terjun Nungnung yang segar ke wajah saya. Kesejukan pun menjalar di wajah saya. Sungguh menyenangkan, menyaksikan panorama air terjun yang indah, dengan dikelilingi pepohonan yang hijau dan asri. Udara yang sejuk dan bebas polusi, semakin membuat kami betah berlama-lama di Air Terjun Nungnung.(edyra)***
*Dimuat di Majalah READER'S DIGEST INDONESIA Edisi Juni 2010.
Saat itu, ada beberapa pengunjung yang mandi dan bermain-main di sekitar air terjun. Namun, saya dan teman saya memilih tidak berbasah-basah karena air sangat dingin, mirip air di kulkas. Saya memang tidak tahan dengan air yang sangat dingin. Jadi, kami hanya memandangi keindahan Air Terjun Nungnung dari kejauhan, sambil bermain-main di pinggir sungai. Sesekali hembusan angin membawa percikan Air Terjun Nungnung yang segar ke wajah saya. Kesejukan pun menjalar di wajah saya. Sungguh menyenangkan, menyaksikan panorama air terjun yang indah, dengan dikelilingi pepohonan yang hijau dan asri. Udara yang sejuk dan bebas polusi, semakin membuat kami betah berlama-lama di Air Terjun Nungnung.(edyra)***
*Dimuat di Majalah READER'S DIGEST INDONESIA Edisi Juni 2010.
No comments:
Post a Comment