Wednesday, 4 May 2011

GREENWICH, WHERE THE TIME BEGINS


Di depan Altazimuth Pavilion, Greenwich

Tepat pukul 12.45 GMT (Greenwich Mean Time), kereta yang membawa saya dari Canary Wharf Station, London, tiba di Greenwich Station, Greenwich (baca Grinits). Ternyata, tak butuh waktu lama untuk mencapai Greenwich. Dari London, hanya butuh waktu sekitar 15 menit perjalanan dengan Kereta Docklands Light Railway (DLR)-kereta api otomatis tanpa masinis. Langit yang cerah dan udara yang cukup hangat membuat saya begitu bersemangat menjelajah Greenwich siang itu. Maklum, saya memang sudah lama memendam impian untuk berkunjung ke Greenwich kota yang dijuluki “The Home of Time” oleh orang Inggris. Julukan yang sangat tepat, pasalnya di kota ini terdapat Garis Bujur Nol Derajat (Prime Meridian Line or Longitude Zero Degrees), garis imajiner yang menjadi titik awal penghitungan/pembagian waktu di dunia.

Greenwich Station

The Royal Observatory, Greenwich (Flamsteed House)
Tempat yang pertama kali saya tuju begitu tiba di Greenwich tak lain adalah Flamsteed House atau lebih populer dengan nama The Royal Observatory, Greenwich. Untuk mencapai tempat ini, dari Stasiun Kereta Api Greenwich (Greenwich Station), saya tinggal jalan kaki ke arah kiri, kemudian masuk ke Greenwich Park dan berjalan mendaki menuju puncak bukit. Royal Observatory, Greenwich memang berada di puncak bukit tertinggi di area Greenwich Park. Setiap turis yang berkunjung ke Greenwich bisa dipastikan selalu mengunjungi Royal Observatory, Greenwich karena di tempat inilah terdapat Garis Bujur 0°0’0” atau yang lebih dikenal Greenwich Mean Time (GMT), yang membagi bumi menjadi dua yaitu belahan bumi barat (Bujur Barat) dan belahan bumi timur (Bujur Timur).

Royal Observatory, Greenwich

Royal Observatory, Greenwich dibangun oleh John Flamsteed, pada masa Raja Charles II (tahun 1675), dengan peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 10 Agustus 1675. Bangunan ini selesai dibangun pada musim panas tahun 1676. Awalnya, bangunan ini diberi nama The Flamsteed House sesuai dengan nama pendirinya. Pada tahun 1957 namanya diubah menjadi The Royal Greenwich Observatory, dan sejak tahun 1998 namanya diubah menjadi The Royal Observatory, Greenwich.

Peter Harrison Planetarium

Di kompleks Royal Observatory, Greenwich terdapat tiga tempat menarik yaitu Astronomy Centre, Peter Harrison Planetarium, dan Altazimuth Pavilion. Untuk memasuki Astronomy Centre di mana terdapat Garis Bujur 0°0’0”, pengunjung dewasa (16 tahun ke atas) harus membayar tiket masuk seharga GBP 10 (sekitar Rp 139.000,00), sedangkan untuk memasuki Peter Harrison Planetarium, dan Altazimuth Pavilion pengunjung tidak perlu bayar sepeser pun alias gratis. Pengunjung berusia di bawah 16 tahun, gratis memasuki tiga tempat tersebut. Tiket masuk Astronomy Centre berlaku untuk masa setahun. Jadi, bila suatu saat Anda ingin kembali mengunjungi Royal Observatory, Greenwich di tahun yang sama, Anda tidak perlu membeli tiket lagi.

Antrian di loket penjualan tiket sangat panjang, ketika saya tiba Royal Observatory, Greenwich. Meski tiket masuknya cukup mahal, GBP 10 (sekitar Rp 139.000,00), para turis tetap rame ngantri. Maklum, mereka juga seperti saya, ingin melihat secara langsung dan berfoto di Garis Bujur 0°0’0”, garis imajiner yang membagi bumi menjadi dua, yaitu belahan bumi barat (sebelah barat Garis Bujur 0°0’0”) dan belahan bumi timur (sebelah timur kanan Garis Bujur 0°0’0”). Dan ternyata, sangat susah untuk bisa memotret ataupun berfoto di Garis Bujur tersebut. Antrian turis yang ingin berfoto sangat berjubel dan seolah tiada habisnya. Makanya, begitu ada kesempatan saya langsung menyerobot untuk foto di garis bujur tersebut. Rugi rasanya, datang jauh-jauh ke Greenwich bila tidak berfoto di garis bujur nol derajat tersebut.

Garis Bujur Nol Derajat (Prime Meridian Line or Longitude Zero Degrees)
Greenwich mendapat kehormatan sebagai tempat bersemayamnya Garis Bujur Nol Derajat bukan tanpa alasan. Pada Bulan Oktober 1884, dalam sebuah Konferensi Meridian Internasional di Washington D.C, Amerika Serikat, 41 utusan dari 25 negara sepakat menentukan Greenwich sebagai tolok ukur waktu dunia. Greenwich dipilih sebagai lokasi Garis Bujur Nol Derajat karena sampai dengan tahun 1884, dua pertiga dari semua peta dunia menggunakannya sebagai meridian utama (prime meridian). Dalam pertemuan tersebut diputuskan bahwa dunia dibagi dalam 24 zona waktu, setiap zona selebar 15° bujur bumi dimulai dari Greenwich.

Turis berfoto di Garis Bujur 0°0’0”

Garis Bujur Nol Derajat itu, kini ditandai dengan dua lempeng baja yang membentuk garis di pekarangan Flamsteed House. Di tengahnya, lampu-lampu kecil menyala di balik kaca. Pada ubin yang mengapit lempeng baja ini, tertera nama beberapa kota besar dunia lengkap dengan posisi garis bujurnya, di antaranya : Amsterdam, Berlin, Buenos Aires, Canberra, Cape Town, Jakarta, dan Tokyo. Jakarta tertulis tepat di bawah Nairobi dengan posisi 106°49'E.

Di dekat dari Garis Bujur Nol Derajat, terdapat sebuah kotak sertifikat bagi mereka yang pernah menjejakkan kaki di garis ini. Pengunjung yang datang tinggal memasukkan uang koin 1 Pound, dan kotak tersebut akan mengeluarkan selembar sertifikat bertanda waktu tepat di saat kita datang ke tempat itu dalam ketepatan sepersepuluh ribu detik waktu Greenwich Mean Time (GMT). Sertifikat itu ditandatangani oleh Direktur Royal Observatory, Greenwich.

Bunga Sakura bermekaran di Greenwich Park

Greenwich Park
Puas menjelajah Kompleks Royal Observatory, Greenwich, saya bergerak menuju sisi lain Greenwich Park. Ada begitu banyak tempat menarik di taman yang sangat luas ini. Greenwich Park dibagi menjadi beberapa area, antara lain : Kompleks Royal Observatory, Greenwich (terdiri dari Astronomy Centre, Peter Harrison Planetarium, dan Altazimuth Pavilion), Taman Bunga (Flower Garden), Taman Rusa (The Wilderness/Deer Park), Taman Mawar (Rose Garden), dan padang rumput yang luas. Perlu stamina prima untuk bisa menjelajahi keseluruhan Greenwich Park karena luasnya mencapai 74 hektar. Karena waktu saya terbatas, saya tidak mungkin menjelajahi seluruh sudut Greenwich Park. Saya hanya mengunjungi beberapa tempat yang menarik perhatian saya. Salah satunya adalah Flower Garden, di mana terdapat berbagai macam bunga cantik warna-warni. Mata saya benar-benar dimanjakan di Flower Garden. Warna-warni bunga yang tengah bermekaran tersebut benar-benar menyegarkan mata saya. Kedatangan saya di Greenwich memang bertepatan dengan musim semi saat bunga-bunga bermekaran di mana-mana termasuk. Apalagi ketika saya berjalan melewati jajaran pohon sakura (Cherry Blossom) dengan bunganya yang berwarna pink. Saya benar-benar takjub dan tak bisa berkata-kata. Impian saya untuk melihat bunga sakura bermekaran telah tercapai meski saya belum pernah pergi ke Jepang. Sejak kedatangan saya di Greenwich, saya sudah terpesona melihat begitu banyak bunga sakura bermekaran di beberapa sudut kota. Yang mengejutkan, ternyata saya bisa melihat lebih banyak bunga sakura di Greenwich Park. Benar-benar anugerah terindah buat saya.

Queen's House

Queen’s House
Dari Greenwich Park saya berjalan menuruni bukit, menuju Queen’s House. Queen’s House merupakan salah satu bangunan tua bersejarah di Greenwich karena bangunan ini selesai dibangun pada tahun 1638. Meski sudah uzur, bangunan ini masih terawat dengan baik. Tak ada kesan kotor, kumuh ataupun pengap di bangunan tiga lantai ini. Dulunya, tempat ini merupakan tempat peristirahatan (vila) musim panas Ratu Henriette Maria, istri Raja Charles I. Sekarang, Queen’s House menjadi museum tempat menyimpan berbagai lukisan yang menceritakan sejarah Greenwich. Asyiknya, pengunjung tidak dipungut biaya untuk mengunjungi Queen’s House. Jadi, Anda bisa puas mengagumi berbagai lukisan yang ada di Queen’s House sambil belajar sejarah Greenwich dengan gratis.

National Maritime Museum
The National Maritime Museum
Tak jauh dari Queen’s House terdapat sebuah museum yang sangat menarik, yaitu National Maritime Museum. Museum ini menggambarkan kejayaan maritim Inggris di masa lalu. Ada beberapa tempat menarik di museum ini, antara lain : Maritime London (lantai dasar), Atlantic World (lantai 1), Oceans of Discovery (lantai 2). Di Maritime London terdapat sejumlah baju kebesaran (seragam) Nelson yang dipakai pada saat pertempuran di Sungai Nil pada tahun 1798. Atlantic World menceritakan gerakan manusia dan barang yang menyeberangi Samudera Atlantik dari abad XVII sampai abad XIX. Sedangkan Oceans of Discovery mrnceritakan sejarah manusia dalam menjelajah dunia dan samudera. Sayangnya, saya tidak bisa menjelajahi seluruh sudut museum karena sebentar lagi museum akan ditutup. Meski matahari masih bersinar cukup terik, ternyata waktu sudah menjelang pukul 16.50, yang berarti sepuluh menit lagi museum akan ditutup.

The Royal Naval College
Melihat ada bangunan tua nan cantik di seberang National Maritime Museum, saya tergoda untuk mengunjunginya. Ternyata gedung cantik tersebut adalah Old Royal Naval College. Gedung bergaya Barok ini dirancang oleh Christopher Wren dan mulai dibangun pada tahun 1694. Dulunya, gedung yang terletak di tepi Sungai Thames ini merupakan Rumah Sakit Greenwich (Royal Hospital for Seamen at Greenwich). Sejak tahun 1873 sampai tahun 1998, bangunan ini berubah fungsi menjadi Kampus Royal Naval College. Kemudian, sejak tahun 1999, Gedung Royal Naval College disewa oleh Universitas Greenwich untuk jangka waktu 150 tahun sebagai kampusnya.

Royal Naval College

Meski sudah berusia ratusan tahun dan berubah-ubah fungsinya, Gedung Royal Naval College masih terlihat menarik. Bangunan ini dalam kondisi terawat dan masih mempertahankan bentuk aslinya. Asyiknya lagi Royal Naval College terbuka untuk umum dan para turis. Tak heran kalau setiap harinya, Royal Naval College selalu dipadati turis dari berbagai negara. Letaknya yang berada di tepi Sungai Thames dengan halaman yang luas dan asri, membuat para turis betah berlama-lama di Royal Naval College. Biasanya mereka berkeliling Kompleks Royal Naval College sambil memotret berbagai sudut menarik gedung tersebut. Ada juga yang berjemur di atas hamparan rumput hijau sambil membaca buku. Saya juga tak bosan-bosannya memotret Gedung Royal Naval College yang megah dan indah.

Menjelang senja hari, saya beranjak menuju Greenwich Station untuk kembali ke London. Walau hanya setengah hari di Greenwich, saya cukup puas. Saya mendapat banyak pelajaran berharga dan pengalaman menarik di kota ini. Dan yang paling penting, impian saya untuk berkunjung ke kota “Where The Time Begins” sudah tercapai. Kini, giliran Anda mengunjungi Greenwich.

Getting There
Sangat mudah untuk mencapai Greenwich dari London karena Greenwich sebenarnya merupakan bagian dari Metropolitan London. Di Peta London Tube/Underground (Kereta Bawah Tanah), Greenwich masuk ke dalam zona 2, artinya letaknya tak begitu jauh dari pusat Kota London. Anda bisa naik bus, kereta api, taksi atau perahu (boat). Pilihan paling mudah dan praktis adalah dengan naik Kereta Docklands Light Railway (DLR) dari Canary Wharf Station. Perjalanan dari Canary Wharf Station ke Greenwich Station hanya memakan waktu sekitar 15 menit. Bila Anda sudah memiliki Oyster Card (kartu untuk naik bus dan kereta api di London), Anda tidak perlu membeli tiket kereta lagi untuk menuju Greenwich. Dari Greenwich Station, Anda tinggal jalan kaki menjelajah Greenwich. (edyra)***

*Dimuat di Majalah VENUE Edisi Maret 2012.

No comments:

Post a Comment