Monday, 20 June 2011

TUJUH PANTAI TERINDAH DI BALI



Asyiknya snorkeling di Pantai Blue Lagoon
Bali identik dengan pantai. Pulau yang beberapa kali mendapat predikat sebagai pulau wisata terbaik di dunia (the world’s best resort island) ini, memang memiliki segudang pantai indah yang siap memanjakan para pecinta pantai. Berbagai jenis dan karakter pantai ada di Bali. Mulai dari pantai berpasir putih, pantai berpasir hitam hingga pantai berbatu-batu. Pantai-pantai di Bali juga bisa digunakan untuk berbagai macam aktivitas seru mulai dari berenang, memancing, snorkeling, menyelam (diving) hingga melakukan berbagai olahraga air (water sport) seperti : banana boat, canoeing, kayaking, surfing, parasailing, dan paragliding. Dari puluhan pantai yang ada di Bali, saya memiliki tujuh pantai favorit yang juga merupakan pantai terindah di Bali. Kategori pantai indah bagi saya adalah berpasir bersih (putih, kuning, coklat atau lainnya, yang penting tidak hitam), airnya bening hijau kebiruan, masih sepi/alami, bebas sampah, dan tidak ada pedagang asongan. Nilai plus lagi bila pantai tersebut bisa untuk melakukan aktivitas snorkeling dan diving karena saya memang pecinta berat kedua olahraga air tersebut.

Berikut tujuh pantai terindah di Bali yang harus Anda kunjungi ketika berlibur ke Bali. Pantai Kuta, Sanur, Nusa Dua, dan Dreamland yang sudah sangat tersohor, tidak saya masukkan dalam daftar pantai terindah di Bali karena tidak memenuhi kriteria pantai indah (terlalu ramai, banyak pedagang asongan dan tidak alami lagi). Pantai Padang-Padaang dan Blue Point saya masukkan dalam daftar karena meski sudah ramai tetapi belum seramai Pantai Kuta. Selain itu, pemandangannya sangat eksotis berkat adanya tebing-tebing tinggi di sekitar pantai.

Pantai Balangan

Pantai Balangan
Dibandingkan dengan tetangganya (Pantai Dreamland), Pantai Balangan memang kalah populer. Namun, untuk masalah keindahan, pantai yang berada di Kawasan Semenanjung Bukit (The Bukit) ini tidak kalah. Bahkan, menurut saya jauh lebih indah. Bentuk pantai yang memanjang, dengan pasir putih bersih dan ombak besar, menjadi pesona tersendiri pantai ini. Selain itu, Pantai Balangan juga masih alami, belum ada bangunan permanen seperti hotel dan restoran yang biasanya merusak keindahan pantai. Hanya ada beberapa kafe atau warung kecil yang menjual makanan dan minuman ringan di pinggir pantai. Turis awam belum banyak yang mengetahui keberadaan pantai ini. Namun, di kalangan peselancar (surfer), pantai ini sudah sangat terkenal berkat ombaknya yang tinggi dan cocok untuk kegiatan selancar. Tak heran kalau pengunjung pantai ini kebanyakan adalah para peselancar dan turis asing pemuja matahari. Mereka sangat menyukai Pantai Balangan karena selain bisa berselancar, mereka juga bisa bebas berjemur tanpa terganggu dengan kehadiran para pedagang asongan.

Pantai Padang-Padang

Pantai Padang-Padang
Pantai Padang-Padang sebenarnya hanyalah pantai kecil/sempit yang berada di bawah jembatan, di antara tebing-tebing karang. Untuk mencapai pantai ini, dari tempat parkir kita harus menuruni puluhan anak tangga dan melewati celah sempit mirip gua di antara tebing. Berkat ombak yang besar dan panoramanya yang menawan, pantai ini menjadi salah satu pantai favorit turis di Bali. Popularitas pantai yang berada di Kawasan Bukit, tepatnya di Desa Uluwatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung ini meningkat pesat setelah dipakai sebagai salah satu lokasi syuting Film Eat, Pray & Love yang dibintangi Julia Robert. Sejak film tersebut tayang di bioskop, pantai ini semakin tersohor dan tak pernah sepi turis, terutama turis asing penggemar selancar. Maklum, ombak di pantai ini memang sangat bagus untuk olahraga selancar sehingga menarik kedatangan para peselancar dari berbagai negara. Selain ombak, daya tarik pantai ini adalah pasir putih, laut biru dan tebing-tebing karang yang unik. Jadi, bila Anda bukan penggemar selancar tak usah khawatir. Anda bisa berenang, berjemur atau bermain pasir di pinggir pantai.

Pantai Blue Point

Pantai Suluban (Blue Point)
Tak jauh dari Pantai Padang-Padang, ada satu pantai indah lagi yang layak untuk dikunjungi, yaitu Pantai Suluban atau yang lebih dikenal dengan nama Blue Point di kalangan turis asing. Nama Blue Point berasal dari nama hotel yang bertengger di tebing yang berada di pinggir pantai ini. Pantai Blue Point mirip dengan Pantai Padang-Padang yaitu : berpasir putih, dikelilingi tebing-tebing tinggi, dan memiliki ombak yang bagus untuk olahraga selancar. Jadi, pengunjung pantai kebanyakan adalah para pecinta selancar. Untuk mencapai bibir pantai, kita juga harus menuruni puluhan anak tangga dan melewati celah di antara tebing-tebing karang. Ada dua jalan menuju Pantai Blue Point, yaitu Jalur Pantai Padang-Padang atau Jalur Pura Uluwatu. Kita bisa memilih salah satunya. Namun, menurut saya lebih enak melewati jalur Padang-Padang karena kita hanya menuruni sedikit anak tangga. Bila kita memilih lewat Jalur Pura Uluwatu, kita harus menuruni ratusan anak tangga yang cukup curam dan menguras energi.

Pantai Green Bowl
Masih di Kawasan Semenanjung Bukit, ada satu pantai indah lagi yang belum begitu terkenal, yaitu Pantai Green Bowl. Pantai cantik ini memiliki tiga nama yang semuanya dari Bahasa Inggris, yaitu Pantai Green Bowl, Pantai Bali Cliff, dan Hidden Beach. Tentunya ada alasan tersendiri dibalik pemberian tiga nama tersebut. Dinamakan Pantai Green Bowl, karena dulu ada perusahaan yang bernama PT. Green Bowl yang akan membangun hotel (resort)di dekat pantai ini. Sedangkan nama Pantai Bali Cliff diberikan karena dulunya ada sebuah hotel bernama Bali Cliff (yang sekarang sudah tutup), yang berada di bibir tebing di atas pantai ini. Nama terakhir, Hidden Beach, diberikan karena letak pantai ini yang benar-benar tersembunyi di balik tebing. Dari tiga nama tersebut, yang paling populer adalah Green Bowl, terutama di kalangan turis asing dan peselancar. Saya juga senang dengan nama tersebut, karena selain terdengar indah juga lebih komersil.

Pantai Green Bowl

Karakter Pantai Green Bowl mirip dengan Pantai Padang-Padang dan Blue Point, yaitu : berpasir putih, dikelilingi tebing-tebing karang, dan memiliki ombak yang bagus untuk olahraga selancar. Untuk mencapai bibir pantai, kita juga harus menuruni ratusan anak tangga yang cukup terjal. Bedanya, letak pantai ini lebih tersembunyi karena berada di bawah tebing yang tinggi dan tertutup pepohonan. Dari atas tebing, kita hanya bisa melihat laut biru dan tidak bisa melihat bibir pantai. Selain itu, Pantai Green Bowl masih sangat sepi dan tidak ada bangunan apa pun di sekitar pantai. Tidak ada suara bising kendaraan bermotor maupun pedagang asongan di pantai ini.

Gua Kelelawar di Pantai Green Bowl

Salah satu keunikan Pantai Green Bowl yang tidak dimiliki pantai lain adalah pantai ini memiliki beberapa gua yang dihuni ribuan kelelawar. Pada siang hari, kelelawar-kelelawar tersebut tidur menggantung di bagian atap gua. Sedangkan pada malam hari, kelelawar-kelelawar tersebut terbang keluar gua untuk mencari makan. Sepertinya kelelawar-kelelawar tersebut sudah terbiasa dengan kehadiran para turis. Mereka tetap tidur dengan nyaman di dalam gua walaupun banyak turis yang berfoto-foto di sekitarnya. Beberapa kelelawar saja yang agak terganggu dengan kehadiran para turis, dan beterbangan di dalam gua. Dengan adanya ribuan kelelawar tersebut gua menjadi berbau tidak sedap. Bau pesing dan apek sangat menusuk hidung. Kita harus menutup hidung atau menahan nafas kalau ingin berfoto di dekat kelelawar tersebut. Namun, bila kita malas mencium bau yang tidak sedap, berfoto di mulut gua juga cukup indah.

Untuk menuju Pantai Green Bowl, dari Denpasar/Kuta arahkan kendaraan menuju Uluwatu melalui Jalan Raya Uluwatu. Sekitar 1 km setelah Objek Wisata Garuda Wisnu Kencana, kita akan menjumpai sebuah perempatan, di mana terdapat Nirmala Supermarket di sebelah kanan jalan. Dari perempatan tersebut, beloklah ke kiri dan terus ikuti jalan tersebut sampai habis (kira-kira 2 km) dan sampailah Anda di tempat parkir Pantai Green Bowl. Dari tempat parkir, kita hanya dapat melihat laut berwarna hijau kebiruan dengan ombak putih bergulung-gulung. Selanjutnya, kita harus menuruni ratusan anak tangga untuk sampai di bibir pantai.

Pantai Karma Kandara
Pantai Karma Kandara termasuk pantai baru di Bali. Pantai ini mulai dikenal publik berkat adanya Hotel & Resort Karma Kandara. Pantai ini juga berada di Semenanjung Bukit, tepatnya di Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Seperti pantai-pantai lainnya di Semenanjung Bukit, Pantai Karma Kandara juga berpasir putih bersih dengan air laut hijau kebiruan. Keistimewaan pantai ini adalah panoramanya yang sangat indah dan suasananya yang masih sangat sepi dan alami. Maklum, letak Pantai Karma Kandara yang tersembunyi di balik tebing, membuatnya selalu terjaga kebersihaanya dan bebas polusi. Tak ada secuil pun sampah terlihat di pantai. Memang belum banyak orang yang tahu keberadaan pantai ini. Pengunjungnya kebanyakan adalah turis asing yang merupakan tamu Hotel Karma Kandara ataupun Nammos Beach Club. Turis lokal belum banyak yang mengetahui keberadaan pantai ini. Kalaupun ada, jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari. Mereka tahu Pantai Karma Kandara dari mulut ke mulut.

Pantai Karma Kandara
Yang membedakan Pantai Karma Kandara dengan pantai-pantai lainnya di Semenanjung Bukit adalah keindahan terumbu karangnya. Dengan ber-snorkeling, kita bisa melihat beragam terumbu karang cantik dan ikan-ikan lucu aneka warna. Snorkeling di Pantai Karma Kandara sangat menyenangkan karena pantainya tenang dan dangkal, airnya bening, terumbu karang dan ikannya pun beraneka ragam. Namun, kita harus membawa peralatan snorkeling sendiri karena di sana tidak ada tempat penyewaan alat snorkeling. Kecuali bila kita menginap di Hotel Karma Kandara, kita bisa menyewanya dari pihak hotel.

Nammos Beach Club

Untuk menuju Pantai Karma Kandara, dari Denpasar/Kuta arahkan kendaraan menuju Uluwatu melalui Jalan Raya Uluwatu sampai tiba di sebuah pertigaan yang sedikit menikung di Desa Ungasan (sekitar 1,5 km dari Objek Wisata Garuda Wisnu Kencana). Dari pertigaan tersebut, ada tulisan Karma Kandara dan Di Mare di sebelah kiri jalan. Beloklah ke kiri dan ikuti terus jalan tersebut. Perhatikan penunjuk arah yang bertuliskan Karma Kandara dan Di Mare! Selanjutnya kita akan melewati dua pertigaan lagi. Di pertigaan pertama (ada tulisan Karma Kandara juga), kita belok ke kanan. Di pertigaan kedua (ada tulisan Nammos Beach Club, Karma Kandara dan Di Mare), kita belok ke kiri, menuju Di Mare dan Nammos Beach Club. Di Mare adalah nama Restoran Italia di Hotel Karma Kandara sedangkan Nammos Beach Club adalah restoran/bar di pinggir Pantai Karma Kandara. Jangan belok ke kanan, karena jalan yang ke kanan menuju Hotel Karma Kandara. Sebagai informasi, pintu masuk Hotel Karma Kandara dan Restoran Di Mare adalah berbeda dan letaknya sangat berjauhan. Setelah berjalan sekitar 900 meter, sampailah kita di Restoran Di Mare. Parkirlah kendaraan di tempat parkir, di depan pintu masuk restoran atau di depan pura. Dari sana laut sudah kelihatan. Kita tinggal berjalan kaki menuju pantai karena Pantai Karma Kandara berada jauh di bawah tebing.

Dari tempat parkir tersebut, ada dua pilihan untuk menuju Pantai Karma Kandara. Pilihan pertama, untuk yang berkantong tebal dan tak mau repot. Kita bisa mencapai Pantai Karma Kandara melalui Restoran Di Mare. Dari restoran tersebut, ada inclinator (lift miring) yang akan membawa kita turun ke Nammos Beach Club. Restoran/bar yang berada di pinggir pantai tersebut menyajikan Masakan Mediterania dan sea food. Masakan Indonesia juga tersedia bila kita menginginkan. Namun, kita harus merogoh kocek cukup dalam, yaitu sebesar Rp 250.000,00 untuk bisa masuk ke restoran tersebut. Uang tersebut sebagai uang deposit untuk makan dan minum di Nammos Beach Club. Bila kita makan melebihi Rp 250.000,00 kita harus membayar kekurangannya tetapi bila kita makan tidak sampai Rp 250.000,00 sisanya tidak akan dikembalikan.

Pilihan kedua, bagi kita yang ogah bayar (alias suka gratisan) tapi mau sedikit bersusah payah. Dari tempat parkir, kita tinggal jalan kaki melewat sebuah lorong sempit di antara tembok pagar pura dan tembok pagar hotel (dari batu alam), hingga tiba di bibir tebing. Dari tebing yang tingginya sekitar 150 meter dari pantai tersebut, terhampar pemandangan Pantai Karma Kandara yang sangat menakjubkan. Selanjutnya, kita harus berjalan kaki menuruni ratusan anak tangga hingga tiba di pantai.

Pantai Blue Lagoon
Nama pantai ini memang terdengar indah, seindah pantainya. Padahal nama Blue Lagoon berasal dari nama sebuah kafe/warung yang berada di pinggir pantai tersebut. Kafe Blue Lagoon-lah yang memperkenalkan pantai ini ke khalayak ramai hingga terkenal seperti sekarang ini.

Pantai Blue Lagoon

Pantai Blue Lagoon berada di sebuah teluk kecil, tak jauh dari Pelabuhan Padang Bay. Jaraknya sekitar 45 km dari Denpasar atau sekitar satu jam berkendara. Letaknya yang tersembunyi di balik tebing dan tak adanya rambu-rambu/penunjuk arah ke pantai, membuatnya belum banyak dikenal orang. Selain pasir putih dan lautnya yang hijau kebiruan, keistimewaan Pantai Blue Lagoon adalah panorama bawah lautnya yang mempesona. Tak heran kalau pantai ini menjadi lokasi snorkeling favorit para turis. Dengan ber-snorkeling beberapa meter saja dari bibir pantai, kita sudah bisa melihat berbagai macam biota laut cantik seperti ikan, bintang laut, dan terumbu karang aneka bentuk dan warna. Asyiknya lagi, Pantai Blue Lagoon cukup dangkal dan tak ada arus, sehingga kita bisa snorkeling dengan aman.

Untuk menuju Blue Lagoon, dari Denpasar/Kuta, arahkan kendaraan Anda menuju Pelabuhan Padang Bay/Amlapura. Sekitar tiga ratus meter sebelum sampai di Pelabuhan Padang Bay, kita akan menjumpai sebuah pertigaan. Beloklah ke kiri, kemudian beloklah ke kanan hingga tiba di Pantai Padang Bay. Setelah Pantai Padang Bay, kita akan menjumpai sebuah pertigaan lagi. Beloklah ke kiri hingga Anda tiba di tempat parkir Pantai Blue Lagoon. Selanjutnya, Anda tinggal jalan kaki menuju pantai.


Pantai Virgin (Perasi)
Pantai Virgin terletak di bagian timur Pulau Bali tepatnya di Desa Perasi, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem. Jaraknya sekitar 75 km dari Denpasar atau sekitar dua jam berkendara. Pantai ini memiliki banyak nama, mulai dari Pantai Pasir Putih, Pantai Bias Putih, Pantai Perasi, hingga Pantai Virgin (Virgin Beach). Banyak alasan di balik penamaan pantai cantik ini. Pantai Pasir Putih misalnya. Nama Pantai Pasir Putih tentu saja dilatarbelakangi oleh warna pasir pantai ini yang memang putih (agak kehitaman). Pantai Bias Putih diberikan sesuai dengan nama perusahaan yang akan membangun lapangan golf beserta fasilitas pendukung seperti hotel berbintang lima, kolam renang, dan shopping arcade seluas 124 hektar di kawasan pantai ini, yaitu PT. Sanggraha Bias Putih dan PT. Bali Bias Putih. Lain halnya dengan Pantai Perasi. Nama ini diberikan karena lokasi pantai ini berada di Desa Perasi. Sedangkan Virgin Beach, mengacu pada arti yang sebenarnya kata virgin, yaitu perawan/alami. Dibandingkan dengan nama-nama yang lain, nama Virgin Beach lebih populer di kalangan turis asing Mungkin karena mereka lebih mudah mengucapkannya serta terdengar indah dan lebih komersil.

Pantai Virgin

Pantai Virgin berpasir putih kehitaman, dengan air laut bening bergradasi hijau biru. Langit biru selalu menaungi pantai ini. Sangat menyejukkan mata. Ombaknya sedang, tidak terlalu tinggi. Jadi, cukup aman untuk berenang ataupun snorkeling. Letak Pantai Virgin yang tersembunyi membuat pantai ini tetap alami dan memberikan privasi yang lebih kepada pengunjung dibandingkan dengan pantai-pantai lain yang sudah populer.

Untuk menuju Pantai Virgin, dari Denpasar/Kuta, arahkan kendaraan Anda menuju Amlapura. Setelah memasuki Desa Perasi (sekitar 8 km dari Candidasa), kita akan melihat pertigaan dengan rambu-rambu/penunjuk arah ke Pantai Pasir Putih (Virgin Beach) yang ada di sebelah kiri jalan. Beloklah ke kiri. dan ikuti jalan kecil tersebut hingga tiba di sebuah gardu (di dekat sebuah pura) yang dijaga oleh para pecalang untuk meminta retribusi. Dari pos tersebut, jalan Pantai Virgin membelok ke kanan dan berganti dengan jalan tanah berbatu yang menurun cukup terjal. Ikuti saja jalan tersebut dan sampailah Anda di Pantai Virgin. (edyra)***


Monday, 13 June 2011

MENJELAJAH MAROKO, NEGERI MATAHARI TERBENAM NAN MENAWAN

Nampang di depan Gare du Marrakech (Stasiun Kereta Api Marrakesh)

Coba tebak! Di manakah letak Maroko? Di Afrika atau Timur Tengah? Selama ini orang sering salah mengira kalau Maroko merupakan negara yang terletak di Arab (Timur Tengah). Padahal Maroko berada di Benua Hitam, Afrika. Negera yang memiliki nama Arab “Maghribi” (artinya negeri matahari terbenam) ini, terletak di Afrika Utara, tak jauh dari Benua Eropa (Spanyol). Dengan Spanyol, negara ini hanya dipisahkan oleh Selat Gibraltar. Meski berada di Benua Afrika, Maroko tidak seperti kebanyakan negara Afrika lainnya yang miskin dan penuh konflik. Maroko sangat aman dan siap menyambut kedatangan para turis. Letaknya yang berada di antara Benua Eropa dan Asia, membuat Maroko dipengaruhi tiga budaya, yaitu : Afrika, Eropa dan Timur Tengah (Arab). Ketiga budaya tersebut berpadu harmonis dan menjadikan Maroko unik dan eksotis. Selain itu, keindahan alam Maroko juga sangat memukau. Pantai, gunung, dan gurun pasir, semua ada di Maroko. Tak heran kalau “Negeri Matahari Terbenam” ini menjadi salah satu destinasi wisata favorit para turis dari berbagai penjuru dunia. Saya beruntung bisa mengunjungi Maroko, April kemarin. Dalam waktu lima hari, saya menjelajahi tiga kota di Maroko, yaitu Fez, Casablanca, dan Marrakesh.

Fez (Fès)
Petualangan di Maroko saya mulai di Fez, kota terbesar ketiga di Maroko setelah Casablanca dan Rabat. Untuk menuju Fez, saya harus menempuh perjalanan selama tiga jam dengan pesawat murah (budget airline) Ryan Air, dari London. Saya tertarik untuk mengunjungi Fez karena kota ini merupakan Kota Islam tertua di dunia yang kaya bangunan tua bersejarah. Ada banyak tempat menarik di Fez. Namun, karena terbatasnya waktu, saya memutuskan untuk mengunjungi Medina saja. Sebagai informasi, setiap kota besar di Maroko dibagi menjadi dua bagian, yaitu kota tua (old town) yang disebut Medina dan kota baru (new town) yang disebut Ville Nouvelle (Kota Baru dalam Bahasa Perancis). Medina dipenuhi bangunan-bangunan tua yang sudah berumur ratusan tahun, sedangkan Ville Nouvelle dipenuhi bangunan-bangunan modern. Uniknya lagi, Medina di Fez terbagi menjadi dua bagian, yaitu Fes el Bali dan Fes Jdid. Fes el Bali merupakan Kawasan Medina yang sekelilingnya dipagari tembok sedangkan Fes Jdid merupakan Kawasan Medina yang dihuni oleh Orang Yahudi. Konon, Orang Yahudi yang terancam jiwanya minta perlindungan kepada Raja Maroko. Permintaan tersebut dikabulkan dan mereka diberi tempat bermukim tidak jauh dari istana raja, yang disebut Fes Jdid.


Taman kota yang indah di Fez

Dari hotel tempat saya menginap, saya hanya perlu berjalan kaki untuk menuju jantung Medina. Saya sengaja memilih hotel yang berada di kawasan Medina agar lebih mudah untuk menjelajah Kota Tua Fez. Untuk memasuki Medina, kita bisa melewati empat belas pintu gerbang atau bab dalam Bahasa Arab Maroko. Empat belas pintu tersebut bisa diakses dari berbagai penjuru. Gerbang yang paling dekat dengan hotel saya adalah Bab Boujeloud (Gerbang Biru). Namun, ternyata tidak mudah untuk mencapai Bab Boujeloud. Meski letaknya tidak begitu jauh dari hotel tempat saya menginap, saya harus berjuang “keras” dan sempat tersesat untuk sampai di Bab Boujeloud. Jalan kecil atau lebih tepatnya disebut lorong yang begitu banyak dan berliku-liku (bercabang-cabang) bak labirin membuat saya kehilangan orientasi dan tersesat. Apalagi lorong-lorong sempit tersebut dikepung bangunan-bangunan tua yang tinggi dan saling berdesakan dengan bentuk bangunan yang mirip/seragam satu sama lain. Parahnya lagi, tidak ada petunjuk arah/rambu-rambu yang menunjukkan arah ke Bab Boujeloud. Bertanya ke penduduk setempat pun percuma karena sebagian besar Orang Maroko tidak bisa berbahasa Inggris. Mereka hanya bisa berbahasa Arab dan Perancis. Jadi, lengkaplah penderitaan saya pagi itu.

Bab Boujeloud

Untunglah, akhirnya saya bisa sampai di Bab Boujeloud setelah mengikuti rombongan ibu-ibu yang akan pergi ke pasar (souq). Ternyata, pasar tersebut letaknya tak jauh dari Bab Boujeloud. Bab Boujeloud bentuknya berupa gapura besar dengan tiga pintu yang berbentuk seperti kubah masjid (arsitektur khas Moor). Gapura ini terbuat dari tembok berwarna krem dan kayu berwarna coklat dengan ornamen berwarna biru. Mungkin warna ornamen itulah yang membuat gerbang ini disebut gerbang biru. Di balik gerbang tersebut terdapat lapangan/alun-alun yang cukup luas. Saya berhenti sejenak di Bab Boujeloud untuk istirahat dan menghela nafas setelah menikmati “acara tersesat” di Medina. Saya duduk di sudut alun-alun Bab Boujeloud sambil mengamati orang yang lalu lalang di tempat tersebut.

Keledai biasa dimanfaatkan untuk mengangkut barang di Maroko

Dari Bab Boujeloud saya bergerak menuju ke jantung Medina. Satu hal yang saya benci, saya harus kembali melalui lorong-lorong kecil yang berliku-liku dan bercabang-cabang. Setiap cabang/belokan akan membawa kita ke tempat yang berbeda. Saking banyaknya lorong di Medina, sangat susah untuk menghafal lorong-lorong tersebut. Bahkan Penduduk Medina pun tidak hafal semua lorong yang ada di Medina. Saya melihat begitu banyak toko kecil di sepanjang lorong tersebut. Toko-toko itu menjual aneka macam barang, mulai dari makanan, minuman, pakaian, tas, permadani hingga souvenir khas Maroko yang membuat saya jadi ngiler banget untuk mampir sebentar. Kabarnya terdapat lebih dari 10.000 toko di Kawasan Medina Fez. Namun, saya mengurungkan niat untuk mampir di toko tersebut. Berjalan di lorong sempit beriringan dan berpapasan dengan begitu banyak orang cukup mendebarkan hati saya. Meski kendaraan bermotor tidak diperbolehkan memasuki lorong-lorong sempit di Medina, tetap ada hambatan lain ketika berjalan-jalan di Medina, yaitu keledai/kuda poni. Beberapa kali langkah saya terhenti karena harus menunggu keledai yang sedang berjalan mengangkut barang di depan saya. Uniknya, penduduk dan pengunjung pasar tidak terlihat berusaha menyerobot atau mendahului si keledai. Mereka menunggu dengan sabar hingga si keledai berbelok ke jalan lain.

Lorong sempit di Medina

Berada di Medina, saya seperti diajak memutar waktu ke abad pertengahan. Saya bisa melihat bangunan-bangunan tua yang berjejalan di lorong sempit, yang masih dalam keadaan terawat dan aktivitas jual beli di pasar yang sangat semarak. Saya juga bisa melihat atraksi keledai mengangkut barang. Tidak rugi saya harus berputar-putar dan tersesat di Medina, kalau akhirnya saya bisa mengalami sendiri aktivitas yang selama ini hanya bisa saya lihat di film-film dan televisi.

Casablanca
Kota kedua yang saya kunjungi di Maroko adalah Casablanca. Untuk mencapai Casablanca, butuh waktu empat jam naik kereta api dari Fez. Casablanca adalah kota terbesar di Maroko, yang terletak di antara Fez dan Marrakesh. Kota ini merupakan pusat perekonomian, industri, dan keuangan Maroko. Meski merupakan kota modern, bangunan-bangunan tua bergaya Seni Islam Andalusia masih sangat terawat dan dapat dengan mudah kita lihat hampir di setiap ruas jalan Casablanca.

Casablanca berarti rumah putih dalam Bahasa Spanyol. Seperti namanya, sebagian besar bangunan di kota ini memang berwarna putih. Mulai dari rumah-rumah penduduk, gedung-gedung perkantoran, stasiun kereta api, hotel hingga pertokoan semua bercat putih. Karena didominasi bangunan bercat putih, Casablanca terkesan bersih dan anggun.

Masjid Hassan II

Tempat yang pertama kali saya kunjungi ketika tiba di Casablanca adalah Masjid Hassan II. Masjid sekaligus objek wisata utama di Casablanca ini terletak di tepi Samudera Atlantik. Masjid ini mulai dibangun pada tahun 1980, dalam rangka peringatan ulang tahun Raja Hassan II yang ke-60, dan selesai dibangun pada tahun 1993. Arsiteknya adalah Michel Pinseau yang berkebangsaan Prancis, sementara untuk pengerjaan seni dan detil bangunan dilakukan oleh para seniman terbaik Maroko. Semua bahan bangunan seperti batu granit, marmer, kayu dan material lain untuk konstruksi masjid ini berasal dari Maroko kecuali kolom granit putih dan lampu-lampu kristal yang didatangkan dari Italia.

Keunikan Masjid Hassan II adalah letaknya yang berada di atas tanah reklamasi. Hampir setengah dari banguna masjid berada di atas lautan (Samudera Atlantik). Jika dilihat dari kejauhan, Masjid Hassan II seperti terapung. Keunikan lainnya, masjid ini dibangun dengan konstruksi tahan gempa, memiliki pemanas lantai, pintu otomatis serta atap yang dapat dibuka-geser. Hiasan/ornamen di lantai, pintu, dinding dan langit-langit masjid sangat detil dan indah, kental dengan nuansa seni Bangsa Moor. Luas bangunan masjid nan megah ini mencapai 2 hektar dan dapat menampung 25.000 jamaah di dalam masjid serta 80.000 jamaah di halamannya. Konon, Masjid Hassan II merupakan masjid terbesar ketiga di dunia, setelah Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Menara (minaret)-nya yang setinggi 210 meter merupakan menara masjid yang tertinggi di dunia. Saya benar-benar takjub menyaksikan keindahan, keagungan dan kemegahan Masjid Hassan II.

Place Mohammed V

Puas mengagumi kemegahan Masjid Hassan II, saya bergerak menuju Place Muhammed V yang terletak di pusat Kota Casablanca. Dalam perjalanan menuju tempat ini, saya melewati Medina yang riuh rendah dengan pedagang yang menjual aneka macam barang, sama seperti Medina di Fez. Saya tidak berhenti di Medina walaupun sempat melihat berbagai pernik lucu khas Maroko. Saya menahan keinginan untuk belanja karena masih banyak tempat menarik di Casablanca yang harus saya kunjungi.

Place de La Ligue Arabe

Tiba di Place Muhammed V, saya disambut puluhan burung merpati yang beterbangan kesana-kemari. Sore itu, suasana alun-alun yang dikelilingi sejumlah bangunan tua nan cantik tersebut sangat ramai. Ada anak-anak yang sedang bermain bola, ada pedagang kaki lima yang menjajakan makanan, dan ada seniman jalanan yang mencoba mengais rezeki di antara pengunjung alun-alun. Tak jauh dari Place Muhammed V terdapat taman yang luas dan asri bernama Place de La Ligue Arabe. Taman ini sangat hijau karena penuh dengan pohon-pohon palem yang tinggi dan rindang. Saya duduk di bangku taman sambil mengamati berbagai macam aktivitas Warga Casablanca di taman tersebut. Ada yang duduk-duduk sambil membaca buku, ada yang berpiknik sambil menggelar tikar, ada pula pasangan kekasih yang sedang berpacaran di salah satu sudut taman. Rasanya betah berlama-lama di Place de La Ligue Arabe.

Ternyata, di Kompleks Place de La Ligue Arabe terdapat sebuah bangunan bersejarah yang sangat indah, yaitu Sacre Coeur Cathedral. Katedral megah berwarna putih ini merupakan Katedral/Gereja Katolik terbesar dan tertua di Casablanca. Katedral bergaya neo gothic ini dibangun pada tahun 1930 dengan arsitek dari Perancis bernama Paul Tournon. Sayangnya, saya tidak bisa masuk ke dalam Sacre Coeur Cathedral karena saat itu sudah tutup. Jadi, saya hanya bisa memandangi kemegahan Sacre Coeur Cathedral dari luar.

Barang-barang antik di Quartier de Habous

Menjelang senja, saya bergerak menuju Quartier des Habous, yang letaknya tak jauh dari Palais Royal (Istana Kerajaan Maroko). Quartier des Habous tak jauh berbeda dengan Medina. Di tempat ini juga terdapat para pedagang yang menjual berbagai barang kerajinan (souvenir) khas Maroko. Mulai dari baju, permadani, gantungan kunci, kartu pos hingga barang-barang antik seperti lampu aladin dan teko untuk menyeduh teh dengan detil logam yang indah. Selain itu, kita juga dapat menemukan berbagai macam kerajinan yang terbuat dari kulit mulai dari tas, sepatu, dompet hingga sarung bantal. Kalau kita ingin mencari oleh-oleh khas Maroko, Quartier des Habous-lah tempatnya. Jangan lupa menawar ya, kalau belanja di sana!

Gerbang Palais Royal di Marrakesh yang berwarna peach

Marrakesh (Marrakech)
Kota terakhir yang saya kunjungi di Maroko adalah Marrakesh. Kota ini dapat ditempuh dengan kereta api selama tiga jam dari Casablanca. Kalau Maroko dikenal sebagai “White City,” Marrakesh dikenal dengan sebutan “Red City”. Menurut saya, sebutan Red City kurang tepat karena sebagian besar bangunan di Marrakesh berwarna peach (pink orange) bukan merah. Jadi, Marrakesh lebih tepat mendapat julukan “Peach City” atau “Pink City.” Pemerintah setempat memang membuat peraturan yang mengharuskan setiap penduduk untuk mengecat rumah/bangunan dengan warna peach. Hasilnya, seluruh Kota Marrakesh didominasi warna peach yang cantik menyejukkan mata.

Masjid Koutoubia

Ada banyak tempat menarik di Marrakesh. Yang paling terkenal dan harus dikunjungi ketika berlibur ke Marrakesh adalah Masjid Koutoubia. Masjid ini terletak di pinggir jalan protokol Avenue Mohammed V, tak jauh dari Djemaa el Fna. Nama Koutoubia diambil dari Bahasa Arab “Al Koutoubiyyin” yang artinya buku, karena dulunya ada pasar buku di dekat masjid tersebut. Masjid yang mulai dibangun pada tahun 1150 ini, merupakan ikon kota Marrakesh seperti Tugu Monas di Jakarta atau Menara Eiffel di Paris. Masjid Koutoubia sangat mudah dikenali berkat menaranya yang tinggi menjulang setinggi 70 meter. Menara masjid ini selesai dibangun pada tahun 1199, pada masa pemerintahan Sultan Yacoub el Mansour. Setiap hari, masjid yang dikelilingi Taman Koutoubia (Koutoubia Garden) yang luas dan indah ini selalu ramai dikunjungi turis, walau mereka tidak bisa memasukinya. Menara yang tinggi menjulang dengan arsitektur yang menawan, selalu memikat para turis dan fotografer dari berbagai penjuru dunia untuk memotretnya.

Djemaa el Fna di siang hari

Dari Masjid Koutoubia, dngan berjalan kaki menyeberangi Avenue Mohammed V, kita akan sampai di Djemaa el Fna, sebuah alun-alun atau lapangan luas yang selalu dipadati turis. Djemaa el Fna yang berada di Kawasan Medina, merupakan tempat di mana jantung Kota Marrakesh berdetak. Di pagi dan siang hari, alun-alun ini hanya menjadi tempat lalu lalang orang. Di senja hari, suasana Djemaa el Fna berubah luar biasa meriah dengan kehadiran ratusan warung tenda yang menjual berbagai jenis makanan, terutama makanan khas Maroko seperti Couscous dan Tajine. Penjual jus jeruk dan aneka rempah-rempah juga tumpah ruah di Djemaa el Fna. Saya pun tertarik untuk mampir ke salah satu kios penjual jus jeruk tersebut. Dengan uang 4 dirham (sekitar Rp 4.400,00), saya sudah bisa menikmati segelas jus jeruk segar yang terbuat dari perasan buah jeruk segar tanpa campuran air dan gula.

Penjual jus jeruk di Djemaa el Fna

Selain penuh penjual makanan, Djemaa el Fna juga ramai dengan berbagai macam atraksi dari para seniman lokal. Mulai dari penari perut, pemain gambus, atraksi ular, pembuat tato Henna sampai topeng monyet. Namun, kita harus berhati-hati ketika memotret berbagai atraksi tersebut. Kita akan dimintai uang beberapa dirham, ketika mereka mengetahui kita telah memotretnya. Saya mengalami sendiri hal tersebut. Ketika tengah mencuri-curi memotret atraksi pemain gambus, salah satu dari mereka melihat aksi saya. Alhasil mereka pun mendatangi saya dan meminta uang dengan agak memaksa. Untunglah mereka tidak menetapakan jumlahnya. Mereka menerima pemberian uang dari turis berapapun jumlahnya.

Kaktus di Jardine de Majorelle

Keesokan harinya, setelah menjelajahi Medina saya “ngadem” di Taman Majorelle (Jardin Majorelle). Taman kecil nan cantik ini bagaikan oase di tengah padang pasir. Jardin Majorelle awalnya adalah taman pribadi milik Jacques Majorelle, seorang pelukis kelahiran Nancy, Perancis. Dia datang ke Marrakesh pada tahun 1924 dan membangun sebuah taman yang indah, yang diberi nama seperti namanya, Jardin Majorelle. Sejak tahun 1947, taman ini dibuka untuk umum. Berada di Taman Majorelle, saya lupa kalau sedang di Maroko. Pasalnya suasana di taman tersebut sangat sejuk dan asri, berbeda dengan suasana Kota Marrakesh yang terik. Di taman tersebut terdapat berbagai tanaman hias dari berbagai penjuru dunia mulai dari bambu, palem hingga aneka jenis kaktus. Karena saya penggemar kaktus, saya sangat betah berada di Taman Majorelle. Saya bisa melihat berbagai jenis kaktus dengan beragam bentuk ukuran, mulai dari yang kecil sampai yang tingginya mencapai belasan meter.

Sebagai penutup kunjungan di Marrakesh, saya memilih makan malam di salah satu restoran khas Maroko yang berada di Djemaa el Fna. Menu makan saya adalah sepiring couscous with beef dan segelas teh mint. Katanya belum afdol, berkunjung ke Maroko tanpa mencicipi couscous. Couscous adalah makanan khas Maroko yang terbuat dari tepung gandum berwarna kuning, yang disajikan bersama daging sapi/ayam dan sayuran mirip acar (wortel, lobak, dan labu kuning). Rasanya mirip nasi jagung. Sambil makan, saya bisa menyaksikan berbagai atraksi seniman di Djemaa el Fna. Nikmatnya couscous dan teh mint menjadi penutup kunjungan yang sempurna di Maroko. (edyra)***

*Dimuat di Majalah CHIC No. 101, 2 November 2011.

Friday, 10 June 2011

EDINBURGH, IBU KOTA SKOTLANDIA NAN JELITA

Berfoto di Calton Hill dengan background Nelson Monument dan National Monument


Sehari menjelang keberangkatan saya ke Inggris, seorang teman yang pernah tinggal di Inggris mewanti-wanti saya, “Jangan lupa ke Edinburgh, ya! Kotanya cantik banget! Rugi kalo nggak ke sana!” Sebenarnya saya tidak ada rencana mengunjungi Edinburgh, tapi gara-gara provokasi teman tersebut, saya pun tertarik berkunjung ke sana. Iseng-iseng saya pun browsing tiket pesawat London - Edinburgh di internet. Ternyata tidak ada tiket promo untuk rute London - Edinburgh. Tujuan pun saya ubah ke kota tetangganya, Glasgow, karena kota ini jaraknya cukup dekat dari Edinburgh (hanya sekitar satu jam naik bus). Untungnya masih tersedia tiket promo. Untuk rute London - Glasgow, saya beruntung masih bisa mendapat tiket promo yang sangat murah, GBP 26,99 (sekitar Rp 353.300,00) dengan pesawat Easy Jet, sedangkan rute Edinburgh - London saya memilih terbang bersama Flybe dengan harga yang lumayan murah (walaupun nggak murah-murah banget), £ 36,99 (sekitar Rp 525.300,00). Tanpa pikir panjang, langsung saya beli tiket tersebut. Kalau tidak saya beli saat itu juga, takutnya saya kehabisan tiket promo, dan harganya jadi melambung tinggi. Sebenarnya bisa saja ke Edinburgh naik bus atau kereta api. Namun, kalau beli tiketnya mendadak, harga tiket bus/kereta juga mahal, bahkan bisa lebih mahal dari tiket pesawat. Karena itu, untuk amannya, saya beli saja tiket pesawat tersebut.


Ternyata, ucapan teman saya bahwa Edinburgh sangat cantik benar adanya. Ibu kota Skotlandia ini memang luar biasa cantik. Baru saja keluar dari Terminal Bus Edinburgh, saya sudah disuguhi pemandangan gedung-gedung tua yang menakjubkan di sekeliling St. Andrew Square. Di tengah alun-alun (square), berdiri gagah Melville Monument, yang dibangun pada tahun 1821. Di sekitar monumen, banyak bunga sakura berwarna merah muda yang tengah bermekaran. Kedatangan saya di Edinburgh, memang bertepatan dengan awal musim semi sehingga bunga-bunga cantik tengah bermekaran di mana-mana. Saya berhenti sejenak, sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling St. Andrew Square. Luar biasa! Meski saat itu cuaca sedang mendung, Edinburgh tetap memikat. Saya membayangkan, bila cuaca sedang cerah dengan langit biru, pasti Edinburgh jauh lebih indah. Sungguh kesan pertama yang sangat menggoda.


Scott Monument

Scott Monument
Tiba di Princes Street, salah satu jalan protokol di Edinburgh yang letaknya di sebelah selatan St. Andrew Square, saya semakin takjub dan tak bisa berkata-kata. Tak jauh dari tempat saya berdiri, ada sebuah monumen bergaya Gothic yang tinggi menjulang. Monumen tua tersebut berada di sebuah taman yang penuh dengan bunga-bunga indah, yaitu Princes Street Garden. Saya terpaku menatap kemegahan Scott Monument. Monumen setinggi 61 meter yang dibangun pada tanggal 15 Agustus 1840 ini masih berdiri dengan gagahnya, dan selalu menyedot perhatian siapa saja yang baru tiba di Edinburgh. Scott Monument dibangun untuk mengenang Sir Walter Scott, salah seorang sastrawan terkemuka dari Edinburgh. Di monumen itu tampak Patung Sir Walter Scott sedang duduk sambil membaca buku dan memegang pena. Di sampingnya, duduk anjing kesayangannya, Maida. Patung yang terbuat dari batu marmer Italia ini, ukurannya dua kali ukuran manusia. Dengan membayar £ 2,50 kita bisa masuk ke monumen karya George Meikle Kamp ini. Jika punya energi lebih, tak ada salahnya meniti 287 anak tangga hingga ke dek monumen. Dari tempat tersebut, Anda akan mendapat hadiah berupa panorama Edinburgh yang menakjubkan.


Gedung-gedung cantik di Royal Mile

Royal Mile yang Menyihir
Setelah check in dan meletakkan tas di hotel yang letaknya di samping Edinburgh Waverley Station, saya segera berjalan ke arah atas menuju Royal Mile, salah satu sudut tercantik Edinburgh. Royal Mile merupakan sebuah jalan yang membentang di Kawasan Old Town (Edinburgh bagian atas), yang menghubungkan Edinburgh Castle dengan Palace of Holyrood House. Edinburgh terbagi dalam dua zona, yaitu kota lama (old town) di bagian atas dan kota baru (new town) di bagian bawah, yang dipisahkan Princes Street Garden. Sebagian besar turis biasanya memulai perjalanannya dari kota tua dengan landmark-nya Ediburgh Castle. Di kawasan kota tua terdapat sejumlah nama jalan yang merupakan bagian dari Royal Mile, yaitu Castlehill, Lawnmarket, High Street, Canongate, dan Abbey Strand. Royal Mile sangat istimewa karena jalan ini terbuat dari cobble stone, dan di kanan kirinya penuh dengan bangunan cantik berusia ratusan tahun yang masih terpelihara dengan baik. Mungkin tidak ada seorang pun turis yang tidak menjejakkan kakinya di Royal Mile sewaktu mengunjungi Edinburgh.


Toko Souvenir di Royal Mile

Melintasi Royal Mile yang sarat bangunan kuno, saya seperti tersihir. Saya seolah diajak menyeberang ke lintasan waktu tahun 1700-an, bahkan di belakangnya. Saya dikepung begitu banyak bangunan tua nan indah dengan arsitektur yang menawan. Berbagai bangunan tua tersebut saling berhimpitan dengan lorong yang sempit dan jalan berundak mengikuti kontur tanah. Mulai dari Edinburgh Dungeon, Camera Obscura, Scotch Whiskey Experience, St. Giles Cathedral, hingga City Chambers. Semuanya masih berdiri kokoh dan terlihat indah. Selain itu, di Royal Mile juga bertebaran restoran, kafe, dan toko souvenir yang menjual berbagai barang lucu khas Skotlandia. Bila Anda ingin membeli rok kotak-kotak khas Skotlandia (Tartan Kilt), Royal Mile-lah tempatnya. Selain Tartan Kilt, masih banyak cindera mata/oleh-oleh khas Skotlandia lainnya, antara lain : kaos, syal, topi, gantungan kunci, kartu pos, dan magnet kulkas. Silakan Anda pilih sesuai dengan selera dan kantong Anda.

Rok Kotak-Kotak Khas Skotlandia (Tartan Kilt)
Berbicara mengenai Tartan Kilt, ternyata ada cerita menarik di balik motif kotak-kotak uniknya. Rupanya, beragam motif Tartan Kilt menunjukkan asal klan (marga) Orang Skotlandia. Setiap klan memiliki warna dan motif kain tartan yang berbeda. Misalnya warna tartan Klan Wallace adalah kotak-kotak merah hitam dengan garis kuning. Sementara itu, logonya bertuliskan “Pro Libertate” yang berarti “For Liberty.” Sebagai informasi, Skotlandia memiliki lebih dari seratus klan. Kebayang kan, jumlah motif tartan yang ada? Untuk mengetahui lebih jauh tentang klan yang ada di Skotlandia (Scottish Clan), termasuk jenis tartan yang dimilikinya, Anda dapat melihatnya di situs www.ancestralscotland.com. Di situs itu, Anda bisa memasukkan nama tertentu untuk mengecek apakah nama tersebut merupakan klan bangsa Skotlandia atau bukan. Jika merupakan Klan Skotlandia, akan terdapat uraian tentang sejarah klan tersebut, daerah asal, serta motif dan warna tartan yang digunakannya.

Edinburgh Castle

Edinburgh Castle
Kunjungan ke Edinburgh tidak akan lengkap tanpa melihat dari dekat Edinburgh Castle. Kastil yang dibangun pada awal abad XII di atas pondasi batu cadas ini melambangkan semangat perjuangan Bangsa Skotlandia dan merupakan pusat Kerajaan Skotlandia pada masa lalu. Kastil ini mengalami beberapa kali masa kehancuran dan pembangunan kembali hingga tampak wujud akhirnya seperti yang dapat Anda saksikan saat ini. Dari atas Edinburgh Castle, Anda dapat melihat pemandangan Kota Edinburgh secara keseluruhan, sehingga kastil ini juga berfungsi sebagai basis pertahanan pada masa lalu. Sampai sekarang, masih ada beberapa meriam peninggalan abad XIX di sekitar benteng kastil. Yang paling terkenal adalah Meriam Mons Meg seberat 6 ton yang berasal dari abad XIV. Meriam ini sekarang disimpan di Castle Vault untuk kepentingan perawatan.


Pemandangan Kota Edinburgh dilihat dari Edinburgh Castle

Beberapa bangunan yang terdapat di dalam kompleks Edinburgh Castle antara lain : Gatehouse yang dibangun antara tahun 1886-1888, Governor’s House (1742) yang dulunya berfungsi sebagai kediaman resmi Kepala Kastil, dan Chapel of St. Margaret-bangunan tertua di lingkungan kastil-dibangun oleh King David I pada masa 1124-1153, sebagai penghormatan untuk ibundanya, Saint Margaret yang wafat pada tahun 1093.

Edinburgh Castle dilihat dari West Princes Street Garden

Selain itu, ada beberapa bangunan utama yang terletak di Crown Square, seperti : Royal Palace, Great Hall, Queen Anne Building dan Scottish National War Memorial. Beberapa pusaka Kerajaan Skotlandia seperti mahkota dan pedang kerajaan juga disimpan dengan baik di dalam istana yang terdapat di dalam Edinburgh Castle tersebut. Untuk mengenang para pejuang Skotlandia yang tewas dalam perang dunia pertama, barak bagian utara yang terletak di Crown Square diubah menjadi Scottish National War Memorial yang diresmikan pada tahun 1927. Gedung ini kemudian juga menjadi museum perjuangan untuk mengenang para pejuang yang gugur dalam perang dunia kedua. Di dalam Great Hall dan Royal Palace, Anda dapat menyaksikan diorama sejarah bangsa Skotlandia dan beberapa peninggalan bersejarah lainnya. Di dalam kompleks Edinburgh Castle juga terdapat toko souvenir yang menjual berbagai macam oleh-oleh khas Skotlandia, seperti jaket, handuk, syal, dasi, dan topi dengan motif kotak-kotak.


Palace of Holyroodhouse

Satu tempat menarik lagi yang harus dikunjungi ketika berlibur di Edinburgh adalah Palace of Holyroodhouse, istana tempat kediaman resmi Raja dan Ratu Skotlandia di masa lalu. Sembilan abad lalu (1128), King David I mengambil alih bangunan biara ini untuk dijadikan tempat tinggalnya. Dia memilih bangunan di dataran rendah dengan taman yang luas sebagai tempat tinggalnya. Padahal raja-raja zaman dahulu umumnya tinggal di kastil yang berada di perbukitan tinggi. Salah seorang ratu yang pernah tinggal di Palace of Holyroodhouse (dari tahun 1561 - 1567), dengan kehidupan yang dianggap fenomenal adalah Mary, Queen of Scots. Ia menikah lebih dari dua kali dan sempat membuat kehebohan karena sekretaris pribadinya, seorang pria bernama David Rizzio, dibunuh oleh suaminya karena cemburu.


Palace of Holyroodhouse



Palace of Holyroodhouse menjadi saksi sejarah gejolak Skotlandia. Mulai dari monarki dari masa ke masa, saat Skotlandia bergabung dengan Kerajaan Inggris, dan sampai akhirnya Skotlandia memiliki pemerintahan sendiri pada tahun 1999. Kini, ketika tak ada lagi raja yang memerintah di Skotlandia, Palace of Holyroodhouse difungsikan sebagai tempat jamuan acara kenegaraan. Istana ini juga terbuka untuk turis yang ingin mengagumi keindahan dan kemegahannya.



Calton Hill

Jika di sisi barat Skotlandia ada Castle Hill alias bukit tempat bercokolnya Edinburgh Castle, di sisi timur Kota Edinburgh juga ada bukit yang tak kalah cantiknya dengan Castle Hill, yaitu Calton Hill. Saking cantiknya Calton Hill, saya mengunjunginya sampai dua kali. Kunjungan pertama adalah di hari pertama kedatangan saya di Edinburgh. Karena sore itu cuaca sedang mendung dan saya belum mendapatkan foto-foto yang memuaskan, saya berencana datang kembali ke Calton Hill keesokan harinya. Kunjungan kedua adalah pagi hari berikutnya. Saya sengaja mendaki Calton Hill di pagi hari supaya bisa melihat panorama Kota Edinburgh dari atas yang sedang tertimpa cahaya matahari pagi di musim semi. Tentunya sangat indah memotret Kota Edinburgh yang penuh dengan bangunan-bangunan tua nan cantik dari ketinggian. Apalagi di Calton Hill juga terdapat beberapa monumen tua yang sangat indah. Pasti akan semakin memperindah foto-foto saya.


Dugald Stewart Monument dan panorama Kota Edinburgh dilihat dari Calton Hill


Tiga monumen yang paling menarik di Calton Hill adalah National Monument, Nelson’s Monument, dan Dugald Stewart’s Monument. National Monument bentuknya mirip Kuil Parthenon di Athena, Yunani tapi dengan ukuran yang lebih kecil. Monumen inilah yang menjadikan Edinburgh mendapat julukan “Athena dari Utara” (Athens of The North). Sedangkan Nelson’s Monument bentuknya tinggi bulat mirip sebuah tugu. Yang paling sering menjadi objek foto para turis adalah Dugald Stewart’s Monument. Berfoto di depan monumen ini, Anda akan mendapat dua latar belakang (background) sekaligus, yaitu Dugald Stewart’s Monument dan panorama Kota Edinburgh di kejauhan. Hasilnya sebuah foto cantik bak lukisan sang maestro.


National Monument yang mirip Kuil Parthenon di Athena, Yunani



Saya pun tak henti-hentinya menekan tombol rana kamera untuk mengabadikan kecantikan Edinburgh. Meski pagi itu langit agak mendung, Kota Edinburgh tetap menawan. Deretan gedung tua berwarna coklat dan kelabu terlihat di berbagai penjuru kota Edinburgh. Kontur tanah yang tidak rata (berbukit-bukit) membuat Edinburgh semakin terlihat cantik dan mempesona. Saya benar-benar terpana menyaksikan panorama Edinburgh dari Calton Hill. Memang tidak salah bila Edinburgh dinobatkan sebagai kota tercantik se-Inggris Raya. Setiap sudut kota ini benar-benar mempesona dan membuat jatuh cinta siapa saja yang mengunjunginya. Saya sudah membuktikannya. 

Getting There
Banyak jalan menuju Edinburgh dari London. Anda bisa naik bus, kereta api atau pesawat. Perjalanan paling cepat tentunya dengan naik pesawat. Sekarang ini, banyak pesawat murah (budget airline) yang melayani rute London - Edinburgh dan sebaliknya. Di antaranya adalah Easy Jet (www.easyjet.com), Flybe (www.flybe.com), dan Ryan Air (www.ryanair.com). Kalau Anda pesan jauh-jauh hari sebelum keberangkatan, Anda bisa mendapat tiket promo yang sangat murah, bahkan bisa lebih murah daripada tiket bus atau kereta api.

Perjalanan dengan bus akan memakan waktu delapan sampai sepuluh jam. Bus akan berangkat dari Victoria Coach Station, London dan berhenti di Edinburgh Bus Station. Banyak bus yang melayani rute London - Edinburgh dan sebaliknya. Dua perusahaan bus yang paling terpercaya adalah National Express (www.nationalexpress.com) dan Megabus (www.megabus.com). Tiket bus bisa Anda beli secara on line di situs bus masing-masing. Semakin cepat Anda booking, semakin besar kemungkinan Anda akan mendapatkan harga tiket yang murah.

Kalau Anda memilih naik kereta api, perjalanan akan memakan waktu sekitar lima jam. Kereta akan berangkat dari London King’s Cross St. Pancras Station atau London Euston Station, dan berhenti di Edinburgh Waverley Station. Untuk mengetahui jadwal dan harga tiket kereta ke Edinburgh, Anda bisa membuka situs www.eastcoasts.co.uk atau www.scotrail.co.uk. Anda juga bisa membeli tiket secara on line di situs tersebut. Sama seperti tiket bus, sebaiknya Anda booking jauh-jauh hari sebelum keberangkatan agar bisa mendapatkan harga tiket yang murah. Anda bisa membeli tiket kereta menjelang keberangkatan, tapi dengan risiko akan mendapatkan harga tiket yang sangat mahal. Harga tiket biasanya membengkak sampai dua kali lipat.(edyra)***

Wednesday, 8 June 2011

TAMAN SUKASADA UJUNG, TAMAN AIR CANTIK DI BALI TIMUR


Menikmati keindahan Taman Sukasada Ujung dari Bale Lunjuk

Taman Sukasada Ujung yang terkenal sebagai istana air (water palace), merupakan situs bersejarah peninggalan Kerajaan Karangasem yang terletak di Dusun Ujung, Desa Tumbu, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem. Jaraknya sekitar 5 km dari Amlapura (ibu kota Kabupaten Karangasem) atau sekitar 60 km dari Denpasar. Istana air yang indah ini dibangun pada tahun 1919, pada masa pemerintahan Raja I Gusti Bagus Jelantik, dan diresmikan penggunaannya pada tahun 1921. Taman Sukasada Ujung merupakan tempat peristirahatan Keluarga Kerajaan Karangasem dan tempat untuk menjamu tamu-tamu penting Kerajaan Karangasem.


Bale Gili di Taman Sukasada Ujung
 

Sesuai predikatnya sebagai istana air, Taman Sukasada Ujung memiliki tiga buah kolam yang besar dan luas. Di tengah kolam I, di sisi paling utara, terdapat bangunan utama yang disebut “Bale Gili” yang dihubungkan dengan jembatan menuju arah selatan. Di tengah-tengah kolam I terdapat patung-patung dan pot-pot bunga. Di sebelah barat kolam I, di tempat yang agak tinggi terdapat bangunan berbentuk bundar, yang disebut “Bale Bunder” yang difungsikan sebagai tempat untuk menikmati keindahan taman dan panorama alam di sekitarnya. Jika cuaca sedang cerah, dari Bale Bunder ini pengunjung bisa melihat pemandangan Gunung Agung, lautan biru, hingga Gunung Rinjani Pulau Lombok di kejauhan Di sebelah barat laut Bale Bunder, pada areal terasering yang tinggi terdapat bangunan persegi empat panjang yang disebut “Bale Lunjuk”. Ada sekitar 107 anak tangga menuju bangunan ini dari arah timur. Di tengah kolam II, di sisi selatan kolam I, terdapat bangunan yang disebut “Bale Kambang.” Bangunan ini dulunya berfungsi sebagai tempat jamuan makan untuk para tamu kerajaan. Di sebelah timur kolam II, terdapat kolam III yang disebut “Kolam Dirah” dan merupakan kolam pertama yang dibuat oleh Raja Karangasem. Di areal sebelah utara taman, di tempat yang tinggi terdapat patung “warak” (badak) dan juga patung “banteng” yang dari mulut kedua patung tersebut air memancur keluar menuju kolam. Dan sekitar 250 meter di sebelah utara taman ini tedapat sebuah pura bernama “Pura Manikan” yang juga dibangun oleh Raja Karangasem.

Taman Sukasada Ujung sangat menawan dilihat dari atas


Taman Sukasada Ujung dikembangkan sebagai objek wisata budaya karena kemegahan dan keunikan bangunannya yang merupakan perpaduan antara arsitektur Bali dan Eropa. Taman ini pernah mengalami kerusakan parah akibat letusan Gunung Agung pada tahun 1963 dan gempa bumi hebat pada tahun 1976. Untuk mengembalikan kemegahan dan keindahan Taman Sukasada Ujung, pada tahun 2001-2003 Pemerintah Kabupaten Karangasem dengan bantuan Bank Dunia membangun kembali taman yang unik ini. Hasilnya, seperti yang terlihat sekarang, Taman Sukasada Ujung sudah cantik kembali dan ramai dikunjungi para turis. Saking cantiknya, taman ini menjadi objek foto favorit para fotografer dan lokasi favorit para calon pengantin untuk membuat foto pre wedding.

Detil ukiran yang cantik di gapura jembatan Bale Gili
Getting There
Dari Denpasar/Kuta arahkan kendaraan Anda menuju Padang Bay/Amlapura via By Pass Ida Bagus Mantra. Setelah sampai di Amlapura (ibu kota Kabupaten Karangasem), ikuti rambu-rambu yang menunjukkan arah ke Taman Sukasada Ujung. Taman ini jaraknya hanya sekitar 5 km dari Amlapura. (edyra) ***