MENYAPA BUMI NUSA CENDANA
Posted in
Labels:
East Nusa Tenggara
|
at
09:26
Menikmati keindahan Pantai Pero
Rinduku
pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka
Di mana matahari bagai bola api, cuaca kering dan ternak melenguh
Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda
Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh
Di mana matahari bagai bola api, cuaca kering dan ternak melenguh
Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda
Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh
Sepenggal bait terakhir puisi berjudul “BERI
DAKU SUMBA” karya penyair kondang Taufiq Ismail kembali menari-menari di benak
saya tatkala pesawat yang membawa saya dari Kupang akan mendarat di Bandara
Tambolaka, Sumba Barat Daya. Perasaan saya bahagia tak terkira hari itu.
Alasannya ada dua. Pertama, saya bahagia karena akhirnya bisa menginjakkan kaki
di Pulau Sumba setelah sekian lama memimpikannya. Kedua, bayangan akan padang
sabana luas dengan ratusan kuda sedang merumput di atasnya seperti digambarkan dalam
puisi tersebut akan segera mewujud nyata. Namun, saya masih harus bersabar
untuk bisa menjelajah alam Sumba. Dari Bandara Tambolaka, saya harus
melanjutkan perjalanan sejauh 43 km ke Waikabubak, ibu kota Kabupaten Sumba
Barat. Dari kota inilah petualangan sebenarnya di Bumi Nusa Cendana akan saya
mulai.
Kampung Tarung
Perkenalan saya dengan budaya Sumba dimulai
dari Kampung Tarung, sebuah kampung adat tak jauh dari pusat Kota Waikabubak.
Sangat mudah mencapai kampung ini. Dari hotel tempat saya menginap di Jalan Ahmad
Yani, saya hanya perlu berjalan kaki sekitar 15 menit. Karena Kampung Tarung berada
di atas bukit, saya harus berjalan sedikit mendaki. Cukup menguras tenaga
memang, karena saya melakukannya menjelang tengah hari, saat matahari bersinar dengan
teriknya.
Rumah-rumah beratap ilalang yang menjulang tinggi di Kampung Tarung
Rumah-rumah beratap jerami yang menjulang
tinggi dan kuburan batu menyambut kedatangan saya di Kampung Tarung. Terlihat
bapak-bapak dan ibu-ibu duduk-duduk santai di beranda rumah mereka. Beberapa
anjing menggonggong dan membuntuti saya, membuat saya ketakutan. Untunglah ada
seorang ibu baik hati bernama Lida Wawomude, menyambut kedatangan saya. Beliau menawarkan
souvenir khas Sumba kepada saya sambil mengusir anjing-anjing tersebut. Tak
hanya itu, beliau juga mengajak saya mampir ke rumahnya dan bercerita banyak
tentang Kampung Tarung.
Tanduk kerbau dan rahang babi di dinding depan rumah warga Kampung Tarung
Berada
di Kampung Tarung membuat saya seperti ditarik mundur ke zaman batu (megalitikum).
Rumah-rumah warga masih mempertahankan gaya tradisional khas Sumba, berbentuk
rumah panggung dari kayu dan bambu dengan atap terbuat dari daun ilalang,
menjulang tinggi mirip Joglo (Rumah Adat Khas Jawa Tengah). Secara garis besar,
Rumah Adat Khas Sumba yang biasa disebut Uma ini dibagi menjadi tiga bagian
utama, yaitu : bagian atap rumah (Toko Uma), bagian tengah/ruang hunian (Bei
Uma), dan bagian bawah/kolong rumah (Kali
Kabunga). Toko Uma berbentuk
seperti menara biasa digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka dan hasil
panen. Bei
Uma dibangun tidak menyentuh tanah,
merupakan tempat hunian manusia. Akses masuk ke ruang ini dibedakan
antara pintu masuk untuk pria dan wanita. Kali Kabunga yang terletak paling
bawah merupakan kandang ternak seperti kuda, kerbau kambing, dan babi.
Yang membuat saya terpana, di beberapa rumah warga, dinding depannya dihiasi
puluhan tanduk kerbau berukuran cukup besar. Tanduk-tanduk kerbau tersebut
merupakan sisa upacara penguburan.
Rumah-rumah di Kampung Tarung dibangun
mengelilingi kubur batu (menhir) dan altar suci yang berada di tengah kampung. Dulunya,
seluruh warga Kampung Tarung adalah penganut Agama Marapu yang mempunyai
tradisi menguburkan jenazah di dalam batu. Kini, meski sudah banyak Warga
Kampung Tarung yang beragama Kristiani, tradisi peninggalan Marapu masih tetap
dijalankan.
Air Terjun Lapopu
Selain memiliki banyak kampung adat dengan
tradisinya yang masih sangat terjaga, Pulau Sumba juga diberkahi alam yang
indah. Dengan topografi pulau yang berbukit-bukit, Sumba mempunyai banyak air
terjun yang tersebar di berbagai penjuru pulau. Salah satunya adalah Air Terjun
Lapopu yang disebut-sebut sebagai air terjun terindah di Sumba.
Jembatan bambu yang harus kita lalui untuk melihat dari dekat Air Terjun Lapopu
Di sore yang cerah, saya mengunjungi Air
Terjun Lapopu. Untuk mencapai Air Terjun Lapopu, saya menyewa sepeda motor dari
tukang ojek karena tidak ada kendaraan umum yang menjangkau tempat ini. Dari
Kota Waikabubak, saya harus menempuh jarak sekitar 23 km, melewati jalan yang
meliuk-liuk naik turun bukit. Kondisi jalan sudah lumayan bagus, tapi tak ada
rambu-rambu/penunjuk arah sama sekali. Jadi, mau tak mau saya harus bertanya arah
jalan kepada penduduk setempat agar tidak tersesat. Setelah sampai di tempat
parkir, saya masih harus berjalan kaki sekitar 300 meter menyusuri tepian
Sungai Lapopu dan menyeberangi jembatan darurat yang terbuat dari bambu.
Air Terjun Lapopu yang indah
Air
Terjun Lapopu terletak di Desa Lapopu, Kecamatan Wanokaka, Kabupaten Sumba
Barat. Saat ini, air terjun cantik ini telah dimanfaatkan untuk Pembangkit
listrik Tenaga Mini Hidro (PLMH) yang berkekuatan 1600 KWH. Air Terjun Lapopu bentuknya
cukup unik. Tidak seperti air terjun kebanyakan di mana air terjun jatuh dari
tebing yang berdiri tegak, Air Terjun Lapopu merupakan air terjun bertingkat (cascade waterfall). Air terjun ini
jatuh dari tebing yang miring dan bertingkat-tingkat dengan total ketinggian
sekitar 92 meter di atas permukaan sungai. Kemudian air menyebar di sela-sela
pepohonan dan akhirnya jatuh ke sungai yang airnya jernih berwarna hijau toska.
Di sungai tersebut bertebaran bebatuan aneka bentuk dan ukuran. Jika ingin
merasakan kesegaran Air Terjun Lapopu, Anda bisa mandi di kolam yang berada di
bawah air terjun.
Danau Waikuri
Keesokan harinya, dengan sepeda motor sewaan,
saya bertolak menuju wilayah Sumba Barat Daya. Ada banyak tempat menarik di
kabupaten yang baru terbentuk sejak pemekaran tahun 2007 ini. Tujuan utama saya
adalah Danau Waikuri yang terletak di Desa Tanjung Karoso, Kecamatan Kodi,
Kabupaten Sumba Barat Daya.
Laguna Waikuri yang mungil tapi menakjubkan
Perjalanan menuju Danau Waikuri bisa dibilang
penuh perjuangan. Selain letaknya yang jauh dan tersembunyi, kondisi jalan yang
buruk dan tanpa rambu-rambu/penunjuk arah menjadi kendala tersendiri. Dari Kota
Waikabubak, saya harus menempuh perjalanan sekitar 85 km untuk mencapai danau
ini. Dari Waikabubak sampai Waitabula/Tambolaka, kondisi jalan sangat bagus
karena merupakan jalan negara. Namun, dari Waitabula sampai ke Danau Waikuri
kondisi jalan bervariasi, mulai dari jalan berasapal mulus, jalan beraspal yang
berlubang di sana-sini hingga jalan tanah berbatu tanpa aspal sama sekali.
Pantai dengan tebing-tebing karang yang unik di ujung barat Danau Waikuri
Namun, segala perjuangan untuk mencapai Danau
Waikuri terbayar lunas begitu saya sampai di danau tersebut. Danau mungil
dengan air jernih berwarna hijau toska sanggup menghilangkan segala rasa penat
dan lelah yang ada. Waikuri sebenarnya adalah sebuah laguna karena letaknya di
pinggir pantai dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Jika Anda
berdiri di ujung barat danau dan menghadap ke utara, Anda akan melihat laut di
sebelah kiri dan Danau Waikuri di sebelah kanan. Air danau ini terasa asin
karena berasal dari air laut yang masuk melalui celah-celah batu karang yang
membentengi danau ini dari ganasnya ombak Samudera Indonesia. Danau Waikuri tak
seberapa luas, mungkin hanya seluas lapangan sepak bola tapi keindahannya tak
bisa dilukiskan dengan kata-kata. Dengan dikelilingi bebatuan karang dan
pepohonan nan rindang di sekitarnya, membuat danau ini semakin mempesona. Warna
air danau juga sangat menarik karena dasar danau berupa pasir putih bersih
dengan tebaran batu-batu karang di beberapa tempat yang membuat warnanya
bergradasi mulai dari hijau tua, hijau kebiruan (hijau toska) hingga hijau
muda. Aktivitas seru yang bisa kita lakukan di Danau Waikuri tak lain adalah
berenang. Rasanya sangat menyenangkan bisa berenang di danau yang dangkal
dengan air yang tenang, tanpa arus dan ombak.
Pantai Mandorak yang berada di teluk mungil
Pantai Mandorak
Pulau Sumba terkenal akan keindahan
pantai-pantainya yang masih perawan. Makanya, setelah puas bermain di Danau
Waikuri saya segera berburu pantai. Untungnya tak jauh dari Danau Waikuri
terdapat sebuah pantai yang menawan. Pantai Mandorak namanya. Pantai ini hanya
berjarak 1,8 km dari Danau Waikuri.
Pantai Mandorak yang eksotis dengan taburan batu-batu karang
Pantai Mandorak sangat unik. Pantai ini berada
di sebuah teluk mungil di antara tebing-tebing karang. Bagian pantai yang
berpasir putih dan bisa dimanfaatkan untuk berenang/bermain air hanya di teluk
kecil ini. Selebihnya bibir pantai dihiasi tebing-tebing karang yang terjal dan
curam. Ombak di Pantai Mandorak sangat besar dan cukup ganas karena merupakan
ombak Samudera Hindia. Di pantai ini terdapat sebuah resort bernama Ticket To The Moon yang dimiliki oleh Orang Perancis. Bangunan utama di resort
ini mengadopsi Rumah Adat Khas Sumba (Rumah Menara), dengan atap menjulang
tinggi mirip Joglo. Tak pelak lagi, kehadiran resort ini semakin menambah
eksotis Pantai Mandorak.
Pantai Tanjung Karoso yang di ujung barat Pulau Sumba
Pantai Tanjung Karoso
Pantai menarik lainya yang layak untuk dikunjungi
adalah Pantai Tanjung Karoso. Sesuai dengan namanya, pantai ini berada di
sebuah tanjung, di ujung barat Pulau Sumba. Letaknya tak jauh dari Danau
Waikuri dan Pantai Mandorak. Pantai Tanjung Karoso berpasir putih dengan air
laut hijau kebiruan. Kontur pantai cukup landai sehingga cocok untuk berenang. Bila
Anda menyukai tempat yang sepi, sangat cocok berkunjung ke Pantai Tanjung
Karoso. Tak ada warung, kafe atau pedagang asongan di pantai ini, apalagi turis.
Saat kedatangan saya, tak ada seorang pun pengunjung selain saya. Jadi saya
seperti memiliki pantai pribadi. Mau berenang, main pasir atau bermalas-malasan
di pinggir pantai, tak akan ada yang mengganggu.
Pantai Pero yang unik dengan tanjung berpasir putih
Pantai Pero
Dari
Pantai Tanjung Karoso saya bergerak menuju Pantai Pero. Pantai ini berada di
dekat perkampungan muslim di Desa Pero Batang, Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba
Barat Daya. Pantai Pero bentuknya sangat unik. Pantai ini terdiri dari dua
bagian, yaitu bagian kiri berada di sebuah teluk kecil dan bagian kanan
langsung menghadap Samudera Hindia. Bagian pantai yang berada di teluk sangat
tenang karena dibatasi sebuah tanjung berpasir putih. Di teluk ini telah
dibangun sebuah dermaga, tempat favorit nelayan setempat menambatkan
perahu-perahunya. Sedangkan bagian pantai yang menghadap laut lepas dibatasi
tebing-tebing karang dengan ombak yang sangat besar. Tempat paling asyik untuk
bersantai adalah di tanjung yang berpasir putih. Untuk menuju tanjung ini, Anda
bisa berjalan kaki pada saat laut sedang surut. Ketika laut sedang pasang, mau
tak mau Anda harus menyewa perahu nelayan untuk mencapainya.
Penjual tenun ikat di dekat Pasar Waikabubak
Oleh-oleh Khas Sumba
Sumba
terkenal akan keindahan tenun ikatnya. Dengan motif yang unik dan warna-warni
yang cantik, tenun ikat Sumba cocok untuk dijadikan oleh-oleh (souvenir) maupun
koleksi pribadi. Anda tidak perlu bingung mencari tempat yang menjual tenun
ikat Sumba. Selain di kampung-kampung adat seperti Kampung Tarung, Kampung
Waitabar, dan Kampung Ratenggaro, tenun ikat bisa Anda dapatkan dengan mudah di
Pasar Waikabubak. Bentuknya beragam, mulai dari kain, sarung, syal maupun
selendang. Harganya bervariasi tergantung jenis barang dan kerumitan motifnya.
Semakin rumit dan indah motifnya, tentu semakin mahal harganya. Karena
penggemar tenun ikat, saya pun tak menyia-nyiakan kesempatan berburu tenun
ikat. Di hari terakhir saya di Sumba, pagi-pagi sekali saya meluncur ke Pasar
Waikabubak yang letaknya hanya sekitar 200 meter dari hotel tempat saya
menginap. Di trotoar, dekat Pasar Waikabubak, saya melihat tiga orang penjual tenun
ikat. Ketiganya menjual tenun ikat aneka bentuk dan motif. Setelah
melihat-lihat dan menawar-nawar, akhirnya selembar sarung dengan motif unik khas
Sumba berhasil saya dapatkan.
How
to Get There
Untuk
mencapai Sumba, Anda harus terbang dulu ke Denpasar, Bali atau Kupang, NTT.
Dari Denpasar/Kupang Anda bisa melanjutkan perjalanan ke Sumba melalui dua
gerbang/kotanya, yaitu Tambolaka di Sumba Barat Daya atau Waingapu di Sumba
Timur. Setiap hari ada penerbangan reguler dari Denpasar/Kupang menuju Tambolaka
dan Waingapu. Saat ini, maskapai yang melayani penerbangan dari Denpasar ke
Sumba adalah Garuda Indonesia, NAM Air, dan Wings Air, dan Trans Nusa (hanya
dari Kupang). Bila ingin menjelajah wilayah Sumba Barat Daya, Sumba Barat dan
Sumba Tengah, sebaiknya Anda terbang ke Tambolaka. Sebaliknya, bila ingin
menjelajah wilayah Sumba Timur, Anda harus terbang ke Waingapu. (edyra)***
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
12 April 2016 at 16:14
wow info yang keren kak, kalau ingin tahu tentang cara membuat website yukk disini saja.. terimakasih