Monday, 31 October 2016

MASJID DI PULAU LEMBATA

Lembata merupakan nama sebuah pulau yang berada di gugusan Kepulauan Solor, Nusa Tengara Timur (NTT), tepatnya berada di antara Pulau Solor dan Pulau Pantar. Pulau yang dulunya disebut Lomblen ini berdiri menjadi sebuah kabupaten baru pada tanggal 4 Oktober 1999. Seperti kebanyakan Warga NTT lainnya, mayoritas Warga Pulau Lembata juga beragama Katolik. Namun, ada juga penduduk yang beragama Islam terutama yang bermukim di dekat pantai, misalnya di Lewoleba, Balauring, dan Wairiang. Warga muslim Lembata sebagian besar adalah pendatang dari Bajo, Bugis atau Jawa. Dengan adanya warga muslim tersebut, tentunya kita bisa menjumpai masjid atau mushola di Lembata, meski jumlahnya tak banyak. Berikut beberapa masjid dan mushola yang ada di Lembata.

1. Masjid Agung Al Ikhlas
     Jl. Masjid Agung, Lewoleba



2. Masjid Besar Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila Nur Salam
     Kampung Wangatoa, Lewoleba


3. Masjid Darussalam
     Desa Tapolangu, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata


4. Masjid Wailolong
     Desa Wailolong, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata


5. Masjid Wateng
     Kampung Wateng, Desa Lebewala, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata



6. Masjid Nurul Iman
     Desa Lebewala, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata



KEMBALI KE DANAU ASMARA





Saya bukan termasuk orang yang gampang puas dalam hal fotografi (dan berbagai hal lainnya). Jika belum mendapatkan foto suatu tempat dengan kualitas bagus (memuaskan), saya tak segan untuk kembali lagi meskipun tempatnya jauh atau susah untuk mencapainya. Begitu juga dengan Danau Asmara yang berada di pedalaman Flores. Karena saat kunjungan pertama saya belum mendapat foto-foto yang menawan, saya masih memendam keinginan untuk mengunjunginya sekali lagi suatu hari nanti. Dan kesempatan untuk menyambangi Danau Asmara lagi, datang di Bulan Agustus kemarin setelah saya mengunjungi Kepulauan Meko, Adonara.

Di Hari Minggu yang cerah, saya mengunjungi Danau Asmara seorang diri. Saya mengendarai sepeda motor pinjaman dari teman yang tinggal di Larantuka, dan berangkat dari Larantuka sekitar pukul 09.00 pagi. Cuaca cerah dan langit biru bersih mengiringi perjalanan saya menuju Danau Asmara pagi itu, membuat perjalanan sangat menyenangkan. Apalagi saya sudah pernah ke sana dua tahun lalu, sehingga saya masih lumayan hafal rute jalan menuju danau itu meski tak ada satu pun rambu-rambu atau penunjuk arah di sepanjang jalan menuju Danau Asmara.

 

Awalnya, kondisi jalan beraspal mulus hingga Desa Tanjung Bunga. Setelah itu kondisi jalan mulai memburuk, banyak lubang di sana-sini. Mendekati pesisir kawasan Pantai Bluhu, jalan mulai rusak parah. Aspal jalan sudah hilang sama sekali, berganti jalan tanah berbatu-batu besar. Kehati-hatian dan kewaspadaan sangat dibutuhkan saat berkendara di medan off-road seperti itu. Untungnya saya bertemu Pantai Bluhu yang letaknya persis di pinggir jalan. Saya pun berhenti sejenak di pantai cantik tersebut. Duduk-duduk di pantai berpasir putih yang dipagari jajaran pohon kelapa nan rindang ditemani angin sepoi-sepoi, mampu menghapus rasa lelah saya. Air laut yang warnanya bergradasi hijau kebiruan di depan saya juga , benar-benar menyejukkan mata saya. Sejenak saya lupa beratnya medan yang telah saya lalui.

Dari Pantai Bluhu, Danau Asmara sudah dekat. Jaraknya tinggal 4 km tapi kondisi jalan makin parah berupa jalan tanah berbatu dengan rute sedikit menanjak. Saya melewati satu desa dengan rumah-rumah penduduk yang tak begitu banyak jumlahnya. Setelah perkampungan penduduk habis, berganti menjadi kebun jambu monyet hingga tiba di tempat parkir Danau Asmara. Waktu yang saya butuhkan untuk mencapai Danau Asmara yang berjarak 45 km dari Larantuka adalah 2 jam 30 menit, termasuk berhenti sejenak di Pantai Bluhu.

Dari tempat parkir yang letaknya dekat pertigaan jalan, Danau Asmara belum terlihat karena letaknya agak jauh di bawah dan tertutup pepohonan yang rimbun. Tempat parkir ini juga tidak ada tulisannya yang menunjukkan lokasi Danau Asmara sehigga cukup membingungkan bagi pengunjung yang baru pertama kali datang. Untunglah, saya pernah mengunjungi Danau Asmara 2 tahun lalu, sehingga masih ingat jalannya. Kemudian, saya harus berjalan kaki sekitar 300 meter untuk mencapai bibir Danau Asmara. Sepeda motor tidak bisa mencapai bibir danau karena jalannya hanya jalan setapak yang menurun cukup terjal. Jalan setapak tersebut sebagian sudah disemen dan sebagian masih berupa jalan tanah. Di beberapa tempat jalan tertutup rumput/semak-semak dan terhalang pohon tumbang.

 

Tiba di pinggir danau, saya disambut anak-anak yang sedang berenang dan bermain air dengan riang. Saya juga bertemu sepasang suami istri (namanya Pak Yoseph) yang sedang menyirami tanaman sawi di pinggir danau. Di sekeliling Danau Asmara yang subur memang dimanfaatkan warga sekitar untuk bercocok tanam sayur-mayur dan buah-buahan, di antaranya pisang, kelapa, sawi, dan kangkung. Ada juga beberapa pohon mangga yang tumbuh alami di pinggir danau.

 

Melihat kedatangan saya, Pak Yoseph menghentikan sejenak aktivitasnya. Dia mengajak saya duduk di tepi danau untuk ngobrol-ngobrol. Dari obrolan dengam beliau, saya mendapat banyak informasi tentang Danau Asmara, termasuk tempat strategis untuk melihat keseluruhan danau. Bahkan, beliau bersedia mengantarkan saya menuju lokasi "view point" Danau Asmara.

Danau Asmara terbentuk akibat letusan Gunung Sodoberawao Kobanara pada tahun 400 - 500 SM. Danau ini berada di bagian kepala naga Pulau Flores, tepatnya di Desa Waibao, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur. Jaraknya sekitar 45 km dari pusat Kota Larantuka dan bisa ditempuh sekitar dua jam lebih berkendara. Danau berbentuk oval ini memiliki luas area sekitar 6,5 hektar dengan kedalaman sekitar 20 meter.

 

Sebenarnya nama asli Danau Asmara adalah Danau Waibelen. Namun, danau cantik ini lebih dikenal dengan nama Danau Asmara karena konon ada kisah asmara nan tragis yang pernah terjadi di sana. Menurut penduduk setempat, dulu ada sepasang kekasih yang nekad bunuh diri di danau ini karena cinta mereka tidak direstui oleh orang tua mereka. Kemudian, jasad mereka menjadi sepasang buaya putih yang menjadi penghuni tetap Danau Asmara hingga kini. Kedua buaya tersebut tidak akan menampakkan diri kepada pengunjung. Mereka hanya akan menampakkan diri jika dipanggil dengan upacara adat, dengan serangkaian ritual khusus yang dipimpin tetua adat setempat.

 

Setelah ngobrol-ngobrol, Pak Yoseph menepati janjinya untuk mengantarkan saya ke view point Danau Asmara. Saya dan Pak Yoseph naik motor berboncengan mengelilingi Danau Asmara dari tempat parkir yang berada di sisi tenggara danau ke arah kanan (berlawanan arah dengan jarum jam). Saya berhati-hati menyusuri jalan di sekeliling Danau Asmara karena jalannya tanah berbatu tanpa aspal. Di beberapa tempat jalannya menyempit karena ditumbuhi rerumputan dan semak-semak di kanan kirinya. Dari jalanan yang mengelilingi danau, permukaan danau tidak terlihat jelas karena tertutup pepohonan. Di bagian barat, permukaan Danau Asmara mulai kelihatan tapi tidak seluruhnya. Setelah tiba di bagian utara danau, barulah Danau Asmara mulai terlihat jelas. Untuk bisa melihat keseluruhan Danau Asmara, kami harus masuk ke kebun/ladang penduduk. Dari situlah pemandangan terindah Danau Asmara bisa terlihat, karena danau tersebut tidak tertutup pepohonan. Rupanya inilah view point Danau Asmara. Saya benar-benar berterima kasih kepada Pak Yoseph yang telah berbaik hati mengantarkan saya menuju view point Danau Asmara. Tanap beliau, saya tak mungkin bisa menemukan tempat ini. (Edyra)***


Thursday, 13 October 2016

JEMBATAN KAPUAS TAYAN, JEMBATAN TERPANJANG DI KALIMANTAN


Menikmati keindahan dan kemegahan Jembatan Kapuas Tayan dari Pulau Tayan



Kalimantan mempunyai puluhan sungai panjang dan besar/lebar yang tersebar di berbagai penjuru pulau. Empat sungai terpanjangnya adalah Sungai Kapuas (1.143 km), Sungai Mahakam, (920 km), Sungai Barito (909 km), dan Sungai Kahayan (600 km). Dengan banyaknya sungai tersebut,  tentunya perlu dibangun jembatan untuk menghubungkan antar kota/daerahnya. Beberapa jembatan dibangun dengan arsitektur yang menarik sehingga menjadi ikon (landmark) kota/daerah. Salah satunya adalah Jembatan Kapuas Tayan yang baru diresmikan Presiden Joko Widodo pada tanggal 24 Maret 2016. 

Akses jalan menuju Jembatan Kapuas Tayan dari Desa Piasak
Jembatan Kapuas Tayan membentang di atas Sungai Kapuas di Desa Tayan, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Jembatan yang menghabiskan biaya Rp 1,028 triliun ini merupakan bagian dari Jalan Trans Kalimantan poros selatan yang menghubungkan Kalimantan Barat dengan Kalimantan Tengah. Jembatan ini menghubungkan Desa Tayan dan Desa Piasak dengan Pulau Tayan yang ada di tengah-tengahnya.

Bentang utama Jembatan Kapuas Tayan


Kehadiran Jembatan Kapuas Tayan mampu menghemat biaya transportasi dan waktu tempuh perjalanan dari Tayan menuju Piasak dan sebaliknya. Sebelum jembatan kebanggaan Warga Kalimantan Barat ini dibangun, waktu tempuh untuk menyeberangi sungai menggunakan perahu klothok lebih dari 10 menit ditambah waktu antrian. Sementara waktu tempuh untuk roda empat atau truk menggunakan kapal ferry, sekitar 20 menit ditambah waktu antrian. Para pengguna ferry harus membayar biaya yang cukup mahal untuk satu kali penyeberangan, yaitu sekitar Rp 100.000,00 - Rp 150.000,00. Sementara untuk truk bermuatan penuh bisa mencapai Rp 230.000,00 sekali menyeberang. Setalah adanya Jembatan Kapuas Tayan, waktu tempuh untuk menyeberang tak sampai lima menit dan pengunjung tak perlu menegeluarkan biaya sepeser pun.

Jembatan Kapuas Tayan yang membentang di atas Sungai Kapuas
Secara keseluruhan panjang Jembatan Kapuas Tayan mencapai 1.440 meter. Lebar jembatan sekitar 11 meter, terbagi menjadi dua jalur kendaraan dan dua jalur pejalan kaki di kanan kiri. Tinggi jembatan dari muka air Sungai Kapuas saat banjir tertinggi adalah 13 meter. Konstruksi jembatan terbagi dalam dua bentangan yang menghubungkan Kota Tayan dengan Desa Piasak. Bentangan pertama menghubungkan Kota Tayan dengan Pulau Tayan memiliki panjang sekitar 300 meter. Sedangkan bentangan kedua yang menghubungkan Pulau Tayan dengan Desa Piasak mempunyai panjang sekitar 1.140 meter.
 
Bentang utama Jembatan Kapuas Tayan yang menarik

Secara visual, Jembatan Kapuas Tayan terlihat sangat menarik. Meski desain/arsitekturnya tidak terlalu rumit dan spektakuler, Jembatan Kapuas Tayan mampu memanjakan mata untuk berlama-lama mengagumi keindahannya. Tak lain berkat adanya busur besi yang melengkung indah di tengah jembatan yang dicat putih dengan kombinasi merah. Tak heran kalau jembatan ini menjadi objek wisata baru di Kota Tayan. Hampir setiap orang/pengendara yang melewati jembatan ini selalu berhenti untuk berfoto atau sekedar duduk-duduk memandangi kemegahan Jembatan Kapuas Tayan. Saya yang penggemar jembatan, tentu tak melewatkan kesempatan berfoto di salah satu jembatan terpanjang di Indonesia ini. Sebenarnya pengunjung dilarang berhenti/berfoto di tengah jembatan karena dikhawatirkan bisa membahayakan keselamatan pengunjung dan mengganggu lalu lintas kendaraan. Namun, pengunjung masih banyak yang berhenti dan berfoto di tengah jembatan. Biasanya, mereka baru akan meninggalkan jembatan setelah ada patroli Polisi.
 
Warung makan dan WC Umum terapung di dekat Jembatan Kapuas Tayan

Sebagai objek wisata baru, Jembatan Kapuas Tayan ramai didatangi pengunjung di akhir pekan atau di hari libur. Keadaan ini dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk membuka warung makan di bawah tenda sederhana dan WC umum di sekitar jembatan, tepatnya di Desa Tayan yang berada di sebelah timur jembatan. Ada juga warung makan terapung di pinggir sungai. Kehadiran warung-warung makan dan WC umum tersebut sebenarnya cukup bermanfaat bagi pengunjung. Namun, karena belum ditata dengan baik, kehadiran warung-warung makan tersebut jadi merusak pemandangan. 
 
Tulisan Jembatan Kapuas Tayan yang menjadi lokasi favorit pengunjung untuk berfoto

Memang, proyek pembangunan Jembatan Kapuas Tayan belum selesai sepenuhnya. Dari pantauan saya, di sekitar jembatan akan dibangun taman untuk kenyamanan pengunjung. Saat ini, yang sudah jadi hanya tulisan Jembatan Kapuas Tayan yang lokasi foto favorit para pengunjung selain jembatannya sendiri. Semoga pembangunan taman tersebut cepat jadi, sehingga Jembatan Kapuas Tayan menjadi lokasi wisata yang menarik dan membanggakan. (Edyra)***