MASJID DI PULAU LEMBATA
Posted in
Labels:
East Nusa Tenggara
|
at
17:40
Lembata merupakan nama sebuah pulau yang berada di
gugusan Kepulauan Solor, Nusa Tengara Timur (NTT), tepatnya berada di antara
Pulau Solor dan Pulau Pantar. Pulau yang dulunya disebut Lomblen ini berdiri
menjadi sebuah kabupaten baru pada tanggal 4 Oktober 1999. Seperti kebanyakan
Warga NTT lainnya, mayoritas Warga Pulau Lembata juga beragama Katolik. Namun,
ada juga penduduk yang beragama Islam terutama yang bermukim di dekat pantai,
misalnya di Lewoleba, Balauring, dan Wairiang. Warga muslim Lembata sebagian
besar adalah pendatang dari Bajo, Bugis atau Jawa. Dengan adanya warga muslim
tersebut, tentunya kita bisa menjumpai masjid atau mushola di Lembata, meski
jumlahnya tak banyak. Berikut beberapa masjid dan mushola yang ada di Lembata.
1. Masjid Agung Al Ikhlas
Jl. Masjid Agung, Lewoleba
2. Masjid Besar Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila Nur Salam
Kampung Wangatoa, Lewoleba
Desa Tapolangu, Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata
4. Masjid Wailolong
Desa Wailolong, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata
5. Masjid Wateng
Kampung Wateng, Desa Lebewala, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata
6. Masjid Nurul Iman
Desa Lebewala, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata
KEMBALI KE DANAU ASMARA
Posted in
Labels:
Fascinating Flores
|
at
17:40
Saya bukan
termasuk orang yang gampang puas dalam hal fotografi (dan berbagai hal
lainnya). Jika belum mendapatkan foto suatu tempat dengan kualitas bagus
(memuaskan), saya tak segan untuk kembali lagi meskipun tempatnya jauh atau
susah untuk mencapainya. Begitu juga dengan Danau Asmara yang berada di
pedalaman Flores. Karena saat kunjungan pertama saya belum mendapat foto-foto
yang menawan, saya masih memendam keinginan untuk mengunjunginya sekali lagi
suatu hari nanti. Dan kesempatan untuk menyambangi Danau Asmara lagi, datang di
Bulan Agustus kemarin setelah saya mengunjungi Kepulauan Meko, Adonara.
Di Hari Minggu
yang cerah, saya mengunjungi Danau Asmara seorang diri. Saya mengendarai sepeda
motor pinjaman dari teman yang tinggal di Larantuka, dan berangkat dari
Larantuka sekitar pukul 09.00 pagi. Cuaca cerah dan langit biru bersih
mengiringi perjalanan saya menuju Danau Asmara pagi itu, membuat perjalanan
sangat menyenangkan. Apalagi saya sudah pernah ke sana dua tahun lalu, sehingga
saya masih lumayan hafal rute jalan menuju danau itu meski tak ada satu pun
rambu-rambu atau penunjuk arah di sepanjang jalan menuju Danau Asmara.
Awalnya, kondisi
jalan beraspal mulus hingga Desa Tanjung Bunga. Setelah itu kondisi jalan mulai
memburuk, banyak lubang di sana-sini. Mendekati pesisir kawasan Pantai Bluhu,
jalan mulai rusak parah. Aspal jalan sudah hilang sama sekali, berganti jalan
tanah berbatu-batu besar. Kehati-hatian dan kewaspadaan sangat dibutuhkan saat
berkendara di medan off-road seperti
itu. Untungnya saya bertemu Pantai Bluhu yang letaknya persis di pinggir jalan.
Saya pun berhenti sejenak di pantai cantik tersebut. Duduk-duduk di pantai
berpasir putih yang dipagari jajaran pohon kelapa nan rindang ditemani angin
sepoi-sepoi, mampu menghapus rasa lelah saya. Air laut yang warnanya bergradasi
hijau kebiruan di depan saya juga , benar-benar menyejukkan mata saya. Sejenak
saya lupa beratnya medan yang telah saya lalui.
Dari Pantai Bluhu,
Danau Asmara sudah dekat. Jaraknya tinggal 4 km tapi kondisi jalan makin parah berupa jalan tanah berbatu dengan rute sedikit
menanjak. Saya melewati satu desa dengan rumah-rumah penduduk yang tak begitu
banyak jumlahnya. Setelah perkampungan penduduk habis, berganti menjadi kebun
jambu monyet hingga tiba di tempat parkir Danau Asmara. Waktu yang saya
butuhkan untuk mencapai Danau Asmara yang berjarak 45 km dari Larantuka adalah
2 jam 30 menit, termasuk berhenti sejenak di Pantai Bluhu.
Dari tempat parkir yang letaknya dekat pertigaan jalan, Danau Asmara belum
terlihat karena letaknya agak jauh di bawah dan tertutup pepohonan yang rimbun.
Tempat parkir ini juga tidak ada tulisannya yang menunjukkan lokasi Danau Asmara
sehigga cukup membingungkan bagi pengunjung yang baru pertama kali datang.
Untunglah, saya pernah mengunjungi Danau Asmara 2 tahun lalu, sehingga masih
ingat jalannya. Kemudian, saya harus berjalan kaki sekitar 300 meter untuk
mencapai bibir Danau Asmara. Sepeda motor tidak bisa mencapai bibir danau
karena jalannya hanya jalan setapak yang menurun cukup terjal. Jalan setapak tersebut sebagian sudah disemen
dan sebagian masih berupa jalan tanah. Di beberapa tempat jalan tertutup rumput/semak-semak dan terhalang pohon tumbang.
Tiba di pinggir danau, saya disambut anak-anak yang sedang berenang dan
bermain air dengan riang. Saya juga bertemu sepasang suami istri (namanya Pak
Yoseph) yang sedang menyirami tanaman sawi di pinggir danau. Di sekeliling
Danau Asmara yang subur memang dimanfaatkan warga sekitar untuk bercocok tanam
sayur-mayur dan buah-buahan, di antaranya pisang, kelapa, sawi, dan kangkung. Ada
juga beberapa pohon mangga yang tumbuh alami di pinggir danau.
Melihat kedatangan saya, Pak Yoseph menghentikan sejenak aktivitasnya. Dia
mengajak saya duduk di tepi danau untuk ngobrol-ngobrol. Dari obrolan dengam
beliau, saya mendapat banyak informasi tentang Danau Asmara, termasuk tempat
strategis untuk melihat keseluruhan danau. Bahkan, beliau bersedia mengantarkan
saya menuju lokasi "view point"
Danau Asmara.
Danau Asmara
terbentuk akibat letusan Gunung Sodoberawao Kobanara pada tahun 400 - 500 SM.
Danau ini berada di bagian kepala naga Pulau Flores, tepatnya di Desa Waibao,
Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur.
Jaraknya sekitar 45 km dari pusat Kota Larantuka dan bisa ditempuh sekitar dua jam lebih berkendara. Danau berbentuk oval ini memiliki luas area
sekitar 6,5 hektar dengan kedalaman
sekitar 20 meter.
Sebenarnya nama
asli Danau Asmara adalah Danau Waibelen. Namun, danau cantik ini lebih dikenal
dengan nama Danau Asmara karena konon ada kisah asmara nan tragis yang pernah
terjadi di sana. Menurut penduduk setempat, dulu ada sepasang kekasih yang nekad
bunuh diri di danau ini karena cinta mereka tidak direstui oleh orang tua
mereka. Kemudian, jasad mereka menjadi sepasang buaya putih yang menjadi
penghuni tetap Danau Asmara hingga kini. Kedua buaya tersebut tidak akan
menampakkan diri kepada pengunjung. Mereka hanya akan menampakkan diri jika
dipanggil dengan upacara adat, dengan serangkaian ritual khusus yang dipimpin
tetua adat setempat.
Setelah ngobrol-ngobrol,
Pak Yoseph menepati janjinya untuk mengantarkan saya ke view point Danau Asmara. Saya dan Pak Yoseph naik motor
berboncengan mengelilingi Danau Asmara dari tempat parkir yang berada di sisi
tenggara danau ke arah kanan (berlawanan arah dengan jarum jam). Saya berhati-hati
menyusuri jalan di sekeliling Danau Asmara karena jalannya tanah berbatu tanpa
aspal. Di beberapa tempat jalannya menyempit karena ditumbuhi rerumputan dan
semak-semak di kanan kirinya. Dari jalanan yang mengelilingi danau, permukaan
danau tidak terlihat jelas karena tertutup pepohonan. Di bagian barat, permukaan
Danau Asmara mulai kelihatan tapi tidak seluruhnya. Setelah tiba di bagian
utara danau, barulah Danau Asmara mulai terlihat jelas. Untuk bisa melihat keseluruhan
Danau Asmara, kami harus masuk ke kebun/ladang penduduk. Dari situlah
pemandangan terindah Danau Asmara bisa terlihat, karena danau tersebut tidak
tertutup pepohonan. Rupanya inilah view
point Danau Asmara. Saya benar-benar berterima kasih kepada Pak Yoseph yang
telah berbaik hati mengantarkan saya menuju view
point Danau Asmara. Tanap beliau, saya tak mungkin bisa menemukan tempat
ini. (Edyra)***
JEMBATAN KAPUAS TAYAN, JEMBATAN TERPANJANG DI KALIMANTAN
Posted in |
at
17:46
Menikmati keindahan dan kemegahan Jembatan Kapuas Tayan dari Pulau Tayan |
Kalimantan
mempunyai puluhan sungai panjang dan besar/lebar yang tersebar di
berbagai penjuru pulau. Empat sungai terpanjangnya adalah Sungai Kapuas
(1.143 km), Sungai Mahakam, (920 km), Sungai Barito (909 km), dan
Sungai Kahayan (600 km). Dengan banyaknya sungai tersebut, tentunya
perlu dibangun jembatan untuk menghubungkan antar kota/daerahnya.
Beberapa jembatan dibangun dengan arsitektur yang menarik sehingga
menjadi ikon (landmark) kota/daerah. Salah satunya adalah Jembatan
Kapuas Tayan yang baru diresmikan Presiden Joko Widodo pada tanggal 24
Maret 2016.
Jembatan Kapuas Tayan membentang di atas Sungai Kapuas di Desa Tayan, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Jembatan yang menghabiskan biaya Rp 1,028
triliun ini merupakan bagian dari Jalan Trans Kalimantan poros selatan
yang menghubungkan Kalimantan Barat dengan Kalimantan Tengah. Jembatan ini menghubungkan Desa Tayan dan Desa Piasak dengan Pulau Tayan yang ada di tengah-tengahnya.
Kehadiran Jembatan Kapuas Tayan mampu menghemat biaya transportasi
dan waktu tempuh perjalanan dari Tayan menuju Piasak dan sebaliknya. Sebelum jembatan
kebanggaan Warga Kalimantan Barat ini dibangun, waktu tempuh untuk menyeberangi
sungai menggunakan perahu klothok lebih dari 10 menit ditambah waktu antrian.
Sementara waktu tempuh untuk roda empat atau truk menggunakan kapal ferry, sekitar 20
menit ditambah waktu antrian. Para pengguna ferry harus
membayar biaya yang cukup mahal untuk satu kali penyeberangan, yaitu sekitar Rp
100.000,00 - Rp 150.000,00. Sementara untuk truk bermuatan penuh bisa mencapai
Rp 230.000,00 sekali menyeberang. Setalah adanya Jembatan Kapuas Tayan, waktu tempuh untuk menyeberang tak sampai lima menit dan pengunjung tak perlu menegeluarkan biaya sepeser pun.
Secara keseluruhan panjang Jembatan Kapuas Tayan mencapai 1.440
meter. Lebar jembatan sekitar 11 meter, terbagi menjadi dua jalur kendaraan dan
dua jalur pejalan kaki di kanan kiri. Tinggi jembatan dari muka air Sungai
Kapuas saat banjir tertinggi adalah 13 meter. Konstruksi jembatan terbagi dalam
dua bentangan yang menghubungkan Kota Tayan dengan Desa Piasak. Bentangan
pertama menghubungkan Kota Tayan dengan Pulau Tayan memiliki panjang sekitar
300 meter. Sedangkan bentangan kedua yang menghubungkan Pulau Tayan dengan Desa
Piasak mempunyai panjang sekitar 1.140 meter.
Secara visual, Jembatan Kapuas Tayan terlihat sangat menarik. Meski desain/arsitekturnya tidak terlalu rumit dan spektakuler, Jembatan Kapuas Tayan mampu memanjakan mata
untuk berlama-lama mengagumi keindahannya. Tak lain berkat adanya busur besi
yang melengkung indah di tengah jembatan yang dicat putih dengan kombinasi
merah. Tak heran kalau jembatan ini menjadi objek wisata baru di Kota Tayan.
Hampir setiap orang/pengendara yang melewati jembatan ini selalu berhenti untuk
berfoto atau sekedar duduk-duduk memandangi kemegahan Jembatan Kapuas Tayan.
Saya yang penggemar jembatan, tentu tak melewatkan kesempatan berfoto di salah
satu jembatan terpanjang di Indonesia ini. Sebenarnya pengunjung dilarang
berhenti/berfoto di tengah jembatan karena dikhawatirkan bisa membahayakan
keselamatan pengunjung dan mengganggu lalu lintas kendaraan. Namun, pengunjung
masih banyak yang berhenti dan berfoto di tengah jembatan. Biasanya, mereka
baru akan meninggalkan jembatan setelah ada patroli Polisi.
Sebagai objek wisata baru, Jembatan Kapuas
Tayan ramai didatangi pengunjung di akhir pekan atau di hari libur. Keadaan ini
dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk membuka warung makan di bawah tenda
sederhana dan WC umum di sekitar jembatan, tepatnya di Desa Tayan yang berada
di sebelah timur jembatan. Ada juga warung makan terapung di pinggir sungai. Kehadiran
warung-warung makan dan WC umum tersebut sebenarnya cukup bermanfaat bagi pengunjung.
Namun, karena belum ditata dengan baik, kehadiran warung-warung makan tersebut
jadi merusak pemandangan.
Tulisan Jembatan Kapuas Tayan yang menjadi lokasi favorit pengunjung untuk berfoto |
Memang, proyek pembangunan Jembatan Kapuas
Tayan belum selesai sepenuhnya. Dari pantauan saya, di sekitar jembatan akan
dibangun taman untuk kenyamanan pengunjung. Saat ini, yang sudah jadi hanya
tulisan Jembatan Kapuas Tayan yang lokasi foto favorit para pengunjung selain
jembatannya sendiri. Semoga pembangunan taman tersebut cepat jadi, sehingga Jembatan
Kapuas Tayan menjadi lokasi wisata yang menarik dan membanggakan. (Edyra)***
Subscribe to:
Posts (Atom)