Menyusuri Pantai Gili Maringkik yang sangat unik
Saya langsung membayangkan, betapa serunya
menjelajah gili-gili tersebut. berpindah dari satu gili ke gili lainnya,
menjamah pantai perawannya, dan mencumbui biru lautnya. Maklum, saya adalah
pecinta berat wisata ke pulau-pulau kecil, terutama yang masih sepi dan
tersembunyi. Dan selama ini, sebagian besar gili di Lombok sudah saya jelajahi.
Makanya saya bahagia tak terkira menemukan pulau-pulau mini tersebut.
Segera saja saya menghubungi teman-teman yang asli
Lombok untuk menanyakan keberadaan Gili Maringkik dan Gili Bembek. Terutama, dermaga/pelabuhan
untuk menyeberang ke sana. Sayangnya, sebagian besar dari mereka tidak
mengetahui keberadaan gili-gili tersebut. Waduh! Orang Lombok saja tidak tahu,
bagaimana saya bisa menemukannya?
Syukurlah saya menemukan titik terang setelah saya
mendata ulang teman-teman di Facebook. Saya menemukan seorang teman yang asli
Lombok Timur. Saya yakin, pasti dia tahu Gili Maringkik dan Gili Bembek,
setidaknya pernah mendengarnya. Dengan semangat 45, saya pun menghubungi teman
yang asli Lombok Timur tersebut. Kabar gembiranya, dia bukan hanya tahu, tetapi
malah pernah berkunjung ke Gili Maringkik. Untuk menyeberang ke Gili Maringkik
dan Gili Bembek, kita bisa menyeberang dari Tanjung Luar, desa terdekat dengan
kedua gili tersebut. Saya meminta dia untuk menemani saya mengunjungi gili-gili
tersebut, tapi sayangnya dia tidak bisa karena sedang berada di luar kota.
Karena saya sudah penasaran berat, saya pun nekad mengunjungi Gili Maringkik
dan Gili Bembeq tanpa kawalan teman tersebut.
Di penghujung tahun 2012 yang hujan hampir setiap
hari, saya berangkat ke Lombok bersama teman untuk mengunjungi Gili Maringkik
dan Gili Bembek. Karena tinggal di Bali, kami pergi ke Lombok mengendarai sepeda motor, dan menyeberangi Selat Lombok
dengan ferry. Kami sengaja memilih ferry
yang berangkat dari Pelabuhan Padang Bay tengah malam agar tiba di Pelabuhan
Lembar, Lombok pagi hari. Selanjutnya, dari Pelabuha Lembar, kami langsung
meluncur ke Tanjung Luar di Lombok Timur. Perjalanan dari Pelabuha Lembar ke
Tanjung Luar memakan waktu sekitar dua jam. Itu pun kami sempat berhenti
sebentar di Praya, Lombok Tengah untuk sarapan.
Tanjung Luar
Jalanan yang becek dan suasana pasar ikan yang hiruk
pikuk menyambut kedatangan kami di Tanjung Luar. Aroma amis ikan tercium di
mana-mana, membuat saya harus menahan nafas. Nampak lalu lalang para pembeli dan nelayan
yang menggotong ikan, yang semakin menambah semarak suasana Pasar Ikan Tanjung
Luar. Meski tertarik ingin melihat suasana pasar, saya tidak mampir dulu. Saya ingat
tujuan saya semula, mencari perahu ke Gili Maringkik.
Perahu nelayan di Dermaga Tanjung Luar
Setelah memarkir kendaraan di dekat sebuah warung,
saya segera berjalan menuju dermaga kecil yang berada di sebelah timur pasar.
Sebagai informasi, di Tanjung Luar terdapat dua buah dermaga. Di sebelah barat
pasar ikan terdapat dermaga utama untuk perahu-perahu besar dan di sebelah
timur pasar ikan terdapat dermaga kecil untuk sampan penduduk sekitar, terutama
untuk penduduk dari gili-gili yang berada di Teluk Kecibing, tak jauh dari
Tanjung Luar.
Saya mendatangi seorang nelayan yang sedang
duduk-duduk santai di atas perahunya untuk menanyakan perahu yang akan
berangkat ke Gili Maringkik. Tak disangka, ternyata nelayan tersebut adalah Warga
Gili Maringkik. Dia sedang menjual ikan hasil tangkapannya di Pasar Ikan
Tanjung Luar sekalian mengantar istrinya belanja kebutuhan sehari-hari. Dia
akan kembali ke Gili Maringkik jam 10.00. Dia bersedia mengantar saya keliling
Gili Maringkik dan gili-gili lainnya setelah istrinya selesai belanja. Karena
saya ingin berangkat pagi-pagi, oleh Pak Nelayan tersebut, saya dikenalkan ke Pak
Saidi, temannya yang juga berasal dari Gili Maringkik. Pak Saidi juga sedang
menunggu istrinya yang belanja di pasar dan akan kembali ke Gili Maringkik jam
08.00.
Saya mengutarakan niat saya untuk mengunjungi ke
Gili Maringkik dan gili-gili lainnya di Teluk Kecibing, dengan menumpang
perahunya. Pak Saidi menyarankan saya untuk menyewa perahunya saja karena sulit
untuk mencari perahu yang kembali ke Tanjung Luar di siang/sore hari. Beliau akan
mengantar saya dan teman menjelajahi gili-gili di kawasan Teluk Kecibing sampai
siang hari. Pasalnya di sore hari, biasanya gelombang cukup tinggi di kawasan
tersebut. setelah terjadi kesepakatan harga, saya pun menerima tawaran Pak Saidi.
Sambil menunggu perahu yang akan berangkat ke Gili
Maringkik, saya jalan-jalan di sekitar dermaga dan Pasar Ikan Tanjung Luar. Di dekat
dermaga, saya melihat pada beberapa orang nelayan yang sedang menurunkan ikan
dari perahu. Dari kejauhan, ikan yang
dibawa para nelayan tersebut, terlihat seperti hiu. Untuk memastikan apakah benar
hiu, saya mendekatinya. Dan ternyata memang benar hiu. Tanjung Luar memang penghasil
hiu terbesar di Lombok. Dari informasi nelayan setempat, setiap bulannya rata-rata
terjadi penjualan hiu 500 ekor di Tanjung Luar. Hiu-hiu tersebut kebanyakan
untuk diekspor ke Jepang dan Taiwan yang harganya mencapai jutaan rupiah.
Ikan segede gaban di Pasar Ikan Tanjung Luar
Dari dermaga, saya berjalan menuju Pasar Ikan
Tanjung Luar. Suasan lebih semarak di pasar. Aneka macam ikan dan hewan-hewan laut
lainnya, yang biasanya hanya bisa saya lihat di televise, bisa saya lihat
secara langsung. Mulai dari ikan pari, tuna, tongkol, cakalang, kepiting hingga
cumi-cumi. Semua dalam keadaan segar karena baru turun dari perahu nelayan. Saya
menemukan banyak objek foto yang menarik di pasar tersebut. Salah satu yang menyita
perhatian saya adalah ikan yang besarnya seukuran orang dewasa. Luar biasa! Tanjung
Luar memang surganya ikan dan hasil laut.
Jam 08.10 Pak Saidi mengajak saya dan teman untuk
naik ke perahu. Selain saya dan teman, ada lima orang ibu-ibu (salah satunya
adalah istri Pak Saidi) dan seorang gadis kecil yang naik perahu tersebut. Mereka
semua adalah Warga Gili Maringkik yang selesai belanja barang kebutuhan
sehari-hari di Pasar Tanjung Luar.
Perjalanan ke Gili Maringkik sangat menyenangkan.
Laut tenang tanpa gelombang dan cuaca cerah dengan langit biru. Nampak pulau-pulau
kecil dan bagan-bagan nelayan yang bertebaran di kanan-kiri kami. Saya benar-benar
bersyukur bisa menikmati cuaca cerah dan pemandangan indah di Teluk Kecibing. Maklum,
hari-hari sebelumnya hujan turun hampir setiap hari di Bali. Jadi, sudah lama
saya merindukan langit biru tanpa awan kelabu.
Mendekati Gili Maringkik, laut menjadi dangkal. Mungkin
kedalaman lautnya hanya sebetis orang dewasa. Pak Saidi mengarahkan haluan
perahu menuju sisi laut yang lebih dalam agar perahu tidak kandas. Dari situ,
sudah kelihatan pantai andalan Gili Maringkik yang menjorok ke tengah laut,
seperti yang saya liat di Google Map.
Saya semakin tak sabar untuk segera menginjakkan kaki di Gili Maringkik.
Gili Maringkik
Tak sampai setengah jam, perahu segera merapat di
dermaga Gili Maringkik. Saya dan teman segera meloncat turun dari perahu. Lucunya,
saat kami akan beranjak dari dermaga, ada ibu-ibu yang tadi bareng satu perahu,
minta difoto. Saya pun menuruti permintaan mereka. Mereka nampak gembira ketika
saya tunjukkan hasil foto di layar LCD kamera.
Gili Maringkik
Petualangan di Gili Maringkik saya awali di pantai
unik yang berada tak jauh dari dermaga. Pantai inilah yang membuat saya
penasaran setengah mati untuk mengunjungi Gili Maringkik. Pantai di Gili
Maringkik bentuknya sangat unik. Kalau
kebanyakan pantai biasanya berbentuk memanjang atau melengkung di pinggir
pulau, pantai di Gili Maringkik bentuknya memanjang dan melengkung (mirip bulan
sabit) dari pinggir pulau hingga ke tengah laut dan mengarah ke pulau tetangga
(Gili Bembek). Bahkan ketika laut sedang benar-benar surut, pantai tersebut nyambung
dengan daratan Gili Bembek, sehingga menyatukan Gili Bembek dan Gili Maringkik.
Jarang-jarang kan, ada pantai seperti ini. Setahu saya, di Indonesia hanya ada
tiga pantai berbentuk seperti ini, yaitu : Pantai Ngurtafur di Pulau Warbal, Maluku
Tenggara, Pantai Gili Maringkik, dan Pantai Gili Bembek.Menariknya lagi, air
laut di sekitar pantai unik tersebut sangat jernih dan berwarna hijau toska.
Benar-benar membuat saya takjub dan tak bisa berkata-kata. Tanpa hentinya jari
telunjuk saya menekan rana kamera untuk mengabadikan panorama surgawi di
hadapan saya.
Pantai unik di Gili Maringkik
Puas memotret pantai bulan sabit, saya berniat menjelajah
daratan Gili Maringkik. Saya berjalan menyusuri lorong-lorong sempit di antara
rumah-rumah penduduk yang sangat padat. Gili Maringkik termasuk salah satu
pulau terpadat di Indonesia. Dengan luas sekitar 25 hektar, Gili Maringkik didiami
sekitar 675 kepala keluarga yang sebagaian besar berprofesi sebagai nelayan. Selain
itu, mereka juga memelihara kambing untuk penghasilan tambahan. Rumah-rumah di Gili
Maringkik kebanyakan berbentuk rumah panggung dan saling berhimpitan satu-sama
lain. Fasilitas di pulau ini tergolong lengkap, meski sederhana. Di Gili
Maringkik terdapat kantor kepala desa, masjid dan sekolah (SD dan SMP). Jalan
di pulau berupa lorong-lorong sempit yang berkelok-kelok di antara rumah-rumah
penduduk. Sebagian sudah di-paving
dan sebagian lagi masih berupa jalan tanah.
Rumah-rumah penduduk di Gili Maringkik
Menyusuri lorong-lorong sempit, tak terasa saya
tiba di pantai yang berada di balik pulau. Saya disambut gerombolan anak-anak
kecil yang sedang mandi dengan gembira di laut. Tak tahan melihat air laut yang
hijau kebiruan, saya pun nyebur ke laut, bergabung bersama anak-anak Gili
Maringkik. Meski cuaca sangat terik, saya tak mempedulikannya. Sayang sekali sudah
berkunjung jauh-jauh ke Gili Maringkik, tapi tidak menikmati keindahan
pantainya.
Pantai di belakang Gili Maringkik
Gili Bembek
Selesai mencumbui lautan Gili Maringkik, saya kembali ke dermaga. Pak Saidi sudah menunggu saya di dekat dermaga, ketika saya tiba. Kami segera melanjutkan petualangan ke gili-gili lain di kawasan Teluk Kecibing. Kali ini kami menuju Gili Bembek yang berada tak jauh dari Gili Maringkik. Pulau ini sering disebut juga Pulau Kambing karena dulunya sering dimanfaatkan untuk menggembalakan kambing oleh warga pulau sekitar. Pulau yang luasnya hanya 1 hektar ini dihuni oleh sepasang suami istri yang tak lain adalah saudaranya Pak Saidi. Gili Bembek dikelilingi tiga pulau, yaitu Gili Maringkik di sebelah timur, Gili Kuri di sebelah barat, dan Gili Bembek Kodek (Pulau Kambing Kecil) di sebelah selatan. Gili Bembek akan menyatu dengan Gili Maringkik dan Gili Bembek Kodek pada saat surut. Ini terjadi karena Gili Bembek memilki pantai-pantai unik yang bentuknya memanjang dari tepi pulau hingga ke pulau-pulau lainnya seperti pantai di Gili Maringkik.
Selesai mencumbui lautan Gili Maringkik, saya kembali ke dermaga. Pak Saidi sudah menunggu saya di dekat dermaga, ketika saya tiba. Kami segera melanjutkan petualangan ke gili-gili lain di kawasan Teluk Kecibing. Kali ini kami menuju Gili Bembek yang berada tak jauh dari Gili Maringkik. Pulau ini sering disebut juga Pulau Kambing karena dulunya sering dimanfaatkan untuk menggembalakan kambing oleh warga pulau sekitar. Pulau yang luasnya hanya 1 hektar ini dihuni oleh sepasang suami istri yang tak lain adalah saudaranya Pak Saidi. Gili Bembek dikelilingi tiga pulau, yaitu Gili Maringkik di sebelah timur, Gili Kuri di sebelah barat, dan Gili Bembek Kodek (Pulau Kambing Kecil) di sebelah selatan. Gili Bembek akan menyatu dengan Gili Maringkik dan Gili Bembek Kodek pada saat surut. Ini terjadi karena Gili Bembek memilki pantai-pantai unik yang bentuknya memanjang dari tepi pulau hingga ke pulau-pulau lainnya seperti pantai di Gili Maringkik.
Menuju Gili Kuri
Gili Kuri
Dari Gili Bembek, kami menuju Gili Kuri yang berada
di sebelah baratnya. Pulau mungil ini tak berpenghuni dan hanya dimanfaatkan
warga pulau-pulau sekitar untuk memancing. Saat kami tiba di sana, tak ada
seorang pun pengunjung lain selain kami bertiga. Jadi, serasa berada di pulau
pribadi. Sayangnya Gili Kuri tak memiliki pantai, karena pinggiran pulaunya
berupa tebing-tebing karang yang cukup tinggi. Jadi, kami tak berlama-lam di
pulau ini.
Gili Kuri
Gili Ree
Pulau terakhir yang kami kunjungi adalah Gili Ree.
Pulau ini letaknya cukup jauh dari ketiga pulau pertama tapi lebih dekat ke
daratan Pulau Lombok. Tetangga dekat Gili Ree adalah Gili Belek yang berada di
sebelah baratnya.
Gili Ree
Sekelompok pemancing menyambut kedatangan kami di dermaga
Gili Ree. Mereka berbaris rapi di sepanjang dermaga dengan kail masing-masing.
Beberapa dari mereka, kailnya sudah berhasil menangkap ikan. Gila! Di sekitar dermaga
saja, ikan sudah banyak, apalagi di tengah laut. Pastinya ikannya pasti jauh
lebih melimpah.
Gili Ree merupakan pulau mungil yang padat
penduduk. Saking padatnya, hamper tak ada tanah lapang di Gili Ree. Rmah-rumah
penduduk juga saling berhimpitan satu sama lain. Daratan Gili Ree terdiri dari
tanah kapur, batu karang, pantai berpasir kasar dan tebing berbatu dengan
tutupan vegetasi hanya sekitar 10%. Di Gili Ree tidak terdapat sumber air
tawar, sehingga kebutuhan air tawar harus didatangkan dari daratan Pulau Lombok
melalui pipa di dasar laut.
Kunjungan ke Gili Ree, mengakhiri acara perburuan
pulau-pulau kecil di Teluk Kecibing, Lombok Timur. Dalam waktu sekitar empat jam, kami berhasil
mengunjungi empat pulau cantik dengan keunikan masing-masing. Sebenarnya masih
ada beberapa pulau yang belum sempat kami sambangi. Namun, kami harus segera
kembali ke Tanjung Luar karena takut ombak akan semakin besar di sore hari. Saya
berjanji, suatu hari nanti akan kembali mengunjungi gili-gili unik ini. (edyra)***
No comments:
Post a Comment