Tuesday, 22 April 2014

MENGURUS VISA ON ARRIVAL INDIA DI BANDARA NETAJI SUBASH CHANDRA BOSE, KOLKATA



Alasan utama saya mengunjungi India selain Taj Mahal dan Gulmarg (tempat bermain salju) adalah adanya fasilitas Visa on Arrival (VoA) bagi turis asal Indonesia (WNI).  Dengan VoA, saya tak perlu repot-repot mengurus visa di Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal India yang ada di beberapa kota di Indonesia, sebelum berangkat ke India. Apalagi saya tinggal di kota yang tak ada Kedutaan Besar atau Konsulat Jenderal Indianya. Tentunya, fasilitas VoA benar-benar menghemat waktu dan biaya.

Pemerintah India memberikan fasilitas Visa on Arrival (VoA) bagi Warga Negara Indonesia sejak tanggal 25 Januari 2011, bersamaan dengan kunjungan kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke India. VoA ini hanya berlaku untuk tujuan pariwisata (tourism) makanya Pemeritah India menyebutnya Tourist Visa on Arrival, dan hanya bisa diperoleh di empat bandara utama India, yaitu New Delhi, Chennai (Madras), Kolkata (Calcutta), dan Mumbai (Bombay). Bila tujuan kunjungan Anda ke India bukan untuk wisata atau Anda masuk ke India tidak lewat empat bandara tadi, silakan mengurus Visa India di Kedutaan Besar India di Jakarta atau Konsulat Jenderal India yang ada di beberapa kota di Indonesia. VoA ini berlaku paling lama 30 hari dengan biaya INR 3.600 (sekitar Rp 684.000,00). Syarat pembuatan VoA juga cukup mudah yaitu : 2 lembar foto berwarna ukuran 3 x 4 cm dengan latar belakang putih, tiket pulang ke Indonesia, bukti pemesanan hotel di India, biaya visa sebesar INR 3.600,00 (harus dibayar dalam mata uang Rupee), dan mengisi formulir permohonan VoA. Walau syaratnya mudah, tapi prosesnya memakan waktu cukup lama (1 jam lebih) dan butuh kesabaran. Berikut pengalaman saya mengurus Voa di Bandara Netaji Subash Chandra Bose, Kolkata.

Pesawat Air Asia dengan nomor penerbangan AK 63 yang membawa saya terbang dari Kuala Lumpur mendarat dengan mulus di Bandara Netaji Subash Chandra Bose, Kolkata tepat pada pukul 23.50 Waktu India. Senang rasanya, bisa menginjakkan kaki di Negeri Hindustan. Setelah pesawat berhenti dengan sempurna dan pintu pesawat dibuka, saya dan teman segera turun dari pesawat melewati garbarata menuju terminal kedatangan. Seperti biasa, kami bersama penumpang lainnya berjalan menuju kounter imigrasi untuk mendapat stempel masuk Negara India. Karena kami belum mempunyai Visa India, kami berniat mengurus segera Visa on Arrival. Kami melihat kounter VoA di sebelah kiri jalan, tepat di seberang kounter imigrasi. Sayangnya saat itu tak ada satu pun petugas yang jaga. Saya hanya melihat seorang Warga India (bukan petugas imigrasi) sedang duduk di kursi, tak jauh dari kounter VoA tersebut. Saya pun bertanya ke orang tersebut, di mana tempat mengurus VoA. Dia hanya menunjuk kea rah kounter imigrasi.

Mendapat jawaban yang tidak memuaskan, saya dan teman mencari orang lagi yang bisa kami tanya. Untunglah setelah celingak-celinguk dan toleh sana-sini, kami melihat seorang bapak berbaju biru muda yang sepertinya petugas imigrasi. Kami segera bertanya ke petugas tersebut di mana tempat mengurus VoA. Dia menunjuk ke sebuah ruangan kecil, tepat di sebelah kanan kounter imigrasi 1 (kounter paling kanan) dan sebelah toilet, yang tak lain adalah ruang imigrasi.

Kami segera masuk ke dalam ruang imigrasi yang ditunjuk petugas tersebut. Di dalam ruang imigrasi terdapat dua petugas imigrasi dan tak ada turis lain selain kami berdua. Begitu tiba, kami ditanya asal negara dan maksud kedatangan kami oleh petugas imigrasi. Kami jawab saja dari Indonesia dan ingin mengurus VoA. Petugas tersebut menanyakan asal negara kami ternyata untuk memastikan bahwa kami termasuk warga Negara yang diberi fasilitas VoA. Petugas juga menanyakan tujuan kedatangan kami ke India, berapa lama di India, dan mau ke mana saja. Kemudian, petugas imigrasi memberikan dua lembar formulir permohonan VoA yang harus kami isi. Saat kami sedang mengisi formulir permohonan VoA, datang seorang turis dari Vietnam yang akan mengurus VoA juga.

Selesai mengisi formulir, kami menyerahkan formulir beserta paspor kepada petugas. Saat itu, petugas meminta 2 lembar foto (tak masalah ukuran berapa pun dan latar belakang warna apa pun), tiket balik, dan bukti pemesanan hotel. Kami pun menyerahkan dokumen-dokumen yang diminta petugas tersebut. Setelah menerima dokumen dari kami, petugas tersebut hanya melihatnya sekilas dan tidak memeriksanya dengan teliti. Dia tidak menanyakan jumlah uang yang kami bawa seperti kata teman-teman yang pernah mengurus VoA di India.

Selanjutnya, petugas tersebut memfoto copy paspor kami dan mencatat data kami ke dalam buku (sepertinya buku register pemohon VoA). Setelah itu, kami diajak ke kounter imigrasi nomor 2, untuk mendapat stempel kedatangan di paspor. Karena tak ada turis lain, kai pun tak perlu mengantri di kounter imigrasi.

Setelah dari kounter imigrasi, kami berpikir bahwa urusan VoA sudah beres dan kami bisa melenggang keluar. Ternyata dugaan kami salah. Oleh petugas di kounter imigrasi, kami disuruh kembali ke ruang imigrasi. Kami diminta membayar biaya visa sebesar INR 3.600,00 per orang dan pembayarannya harus dalam mata uang Rupee. Karena kami sudah membawa uang Rupee, kami segera memberikan uang sebesar INR 8.000,00. Petugas meminta uang pas karena dia tidak punya uang kembalian. Karena kami memang tidak punya uang kecil, kami bilang saja tidak punya.

Petugas imigrasi meneliti satu per satu, delapan lembar uang Rupee yang kami berikan, baik dengan cara meraba maupun menerawangnya. Bahkan dia minta ganti yang lebih bagus sampai dua kali karena uang yang kami berikan rada lece, padahal saya sengaja memberikan uang yang lecek. Dia juga menasehati kami, agar berhati-hati dengan uang Rupee yang berasal dari luar India karena saat ini marak beredar uang Rupeea palsu. Di dinding ruang imigrasi tersebut juga dipasang pengumuman agar berhati-hati dengan uang Rupee, lengkap dengan contoh gambar dan ciri-ciri uang Ruppe yang asli.    Kalau nanti kami berkunjung ke India lagi, petugas imigrasi tersebut menyarankan agar kami membawa Dolar Amerika saja dan kemudian menukarnya dengan Rupee di India agar bisa terjamin keaslian uang tersebut.

Proses meneliti keaslian uang Rupee kami, ternyata memakan waktu yang lama. Selesai diraba dan diterawang lembar demi lembar, selanjutnya uang Rupee kami dimasukkan ke dalam mesin pendeteksi keaslian uang. Petugas yang memeriksa keaslian uang kami dengan mesin berbeda dengan petugas yang menerima uang kami tadi. Saat itu, petugas meminta kami mengganti selembar uang Rupee karena menurut dia meragukan.

Setelah semua uang kami dinyatakan asli, petugas tersebut pergi ke money changer untuk menukar uang ke dalam pecahan kecil agar bisa memberikan kembalain kepada kami. Dia juga sekalian mengajak turis Vietnam untuk menukarkan uangnya, karena dia tidak membawa uang Rupee.

Sambil menunggu uang kembalian, petugas mengajak kami ngobrol. Mengetahui kami berasal dari Indonesia, dia mengambil sebuah catatan. Rupanya dia mengambil catatan nomor telepon seorang guru Bahasa Jepang yang katanya berasal dari Indonesia, bernama Andrimeda. Dia meminta saya mencatat nomor telepon si Andrimeda dan menghubunginya nanti saat sudah kembali ke Indonesia. Saya disuruh menelpon Andrimeda dan memintanya mmenghubungi si petugas imigrasi tersebut. Nggak nyambung banget kan? Masa mengurus VoA malah diminta menelepon seseorang yang nggak saya kenal, yang katanya berasal dari Indonesia. Saya dan teman hanya cengar-cengir saja melihat keanehan ini.

Setelah menunggu lumayan lama, petugas yang menukarkan uang tadi datang juga bersama turis Vietnam. Dia memberikan uang kembalian sebesar INR 800 kepada saya. Petugas imigrasi  juga membuat kuitansi pembayaran visa kepada saya dan meminta saya menandatangani kuitansi tersebut. Selanjutnya, petugas memberikan stempel Visa on Arrival di paspor kami. Sebagai informasi, Visa on Arrival India bentuknya hanya berupa stempel bukan stiker seperti VoA negara-negara lainnya. Namun, sebelum memberikan stempel VoA, petugas tersebut bertanya kami sekali lagi kapan kami akan pulang ke Indonesia. Kami jawab saja tanggal 13 April, sesuai tiket kepulangan kami. Setelah stempel VoA tertempel di paspor kami, petugas tersebut meniup-niup stempel VoA tersebut dan membiarkannya sejenak agar stempelnya kering. Kemudian, dia mengisi data-data di VoA tersebut. Setelah semuanya beres, petugas memberikan paspor kami dan mempersilakan kami meninggalkan ruang imigrasi tersebut. Beres sudah urusan visa.

Kami pun meninggalkan ruang imigrasi tersebut dengan wajah sumringah. Dengan stempel visa di paspor, kami bebas menjelajah Negara India kemana pun kami mau. Sambil keluar ruangan, kami memeriksa VoA yang baru kami dapatkan di pasapor kami. Rupanya tanggal kepulangan kami diisikan petugas tersebut ke dalam tanggal kadaluwarsa visa. Jadi, petugas imigrasi memberikan visa kepada kami dengan masa berlaku hanya selama 9 hari, sesuai rencana kunjungan kami di India bukan 30 hari. 

Syarat aplikasi Visa on Arrival India memang mudah. Namun prosesnya memakan waktu yang cukup lama dan membutuhkan kesabaran ekstra. Setelah kami hitung-hitung, total waktu yang kami habiskan untuk mengurus aplikasi VoA memakan waktu sekitar 75 menit, mulai dari kami masuk ruangan pukul 23.55 sampai kami keluar pukul 01.10 dinihari. Untungnya kami tak terburu-buru. Jadi, meskipun prosesnya lama, kami menjalaninya dengan santai. (edyra)***

7 comments:

  1. Bagaima kalau untuk memperpanjang visa di sana, Pak

    ReplyDelete
  2. Maaf, saya belum pernah memperpanjang visa di India.

    ReplyDelete
  3. Maaf pak saya berencana ingin berkunjung ke india thn ini . Dan Visa on arrival bisa langsung diurus secara langsung dinegara yang kita tuju seperti india . Dan apa saja yang harus saya bawa dan berapa biaya pembuatan visa india .. terima kasih

    ReplyDelete
  4. Sekarang udah nggak bisa Visa on Arrival lagi tapi harus apply visa on line. Bayarnya pakai credit card dan kita harus upload paspor untuk apply. Nanti visanya dikirim ke email dan kita harus print visa tersebut.

    ReplyDelete