KETIKA (TERPAKSA) HARUS MENGINAP DI BANDARA


Terkadang saat melakukan traveling/backpacking, kita terpaksa harus tidur di bandara dengan berbagai sebab. Salah satu alasannya adalah mungkin karena faktor biaya. Seperti kita ketahui, saat traveling, komponen biaya untuk penginapan bisa jadi adalah komponen yang paling merusak anggaran. Alasan lainnya bisa berupa menunggu penerbangan lanjutan, tiba terlalu malam di bandara tujuan, penerbangan delayed, atau malah penerbangan dibatalkan dan baru diberangkatkan keesokan harinya. 

 
Mushola di Suvarnabhumi Airport, Bangkok

Suvarnabhumi Airport, Bangkok, Thailand 
Inilah pengalaman pertama saya menginap di bandara. Saya “terpaksa” menginap di Suvarnabhumi Airport karena penerbangan berikutnya (Bangkok - Denpasar) pagi banget, jam 06.15. Daripada harus bangun pagi-pagi buta dan menanggung risiko ketinggalan pesawat, saya memilih untuk menginap gratis di Suvarnabhumi Airport saja. Tempat paling nyaman untuk tidur di bandara, pastinya adalah mushola. Dan untungnya di Suvarnabhumi Airport terdapat mushola. Meski mayoritas penduduk Thailand beragama Budha, Pemerintah Thailand menyediakan mushola yang cukup nyaman di Suvarnabhumi Airport. Asyiknya lagi, mushola ini buka 24 jam dan tidak ada inspeksi petugas keamanan. Jadi saya bisa tidur dengan nyenyak semalaman tanpa khawatir bakal diusir petugas keamanan. Jadi, pengalaman pertama menginap di bandara, asyik-asyik aja. 

Birmingham Airport, Birmingham

Birmingham Airport, Birmingham, Inggris
Saya terpaksa menginap di Birmingham Airport karena Pesawat Flybe yang membawa saya dari Edinburgh, Skotlandia mendarat di Birmingham Airport sekitar pukul 22.30. Untuk menghemat biaya taksi dan biaya hotel yang tarifnya lumayan menguras kantong (maklum nilai tukar Pound terhadap Rupiah sangat tinggi), saya memutuskan untuk menginap di Birmingham Airport. Seperti biasa, tempat favorit untuk tidur di bandara adalah di mushola. Sebelum terbang ke Birmingham, saya memang sudah browsing di internet untuk mencari informasi keberadaan mushola di Birmingham Airport. Kabar gembiranya, ternyata memang ada mushola di bandara tersebut. Namanya Multi-Faith Prayer Room. Letaknya di lantai dasar Terminal Keberangkatan, tepatnya di belakang Check in Counter Nomor 28. Sesuai dengan namanya, Multi-Faith Prayer Room bukan tempat beribadah khusus umat muslim tetapi untuk beberapa agama yaitu : Islam, Kristen, Katolik, Budha, dan Yahudi. Di dalam tempat ini tersedia sebuah rak sepatu dan lemari tempat menyimpan peralatan ibadah agama-agama tersebut. Sebenarnya saya sedih melihat kenyataan bahwa tempat ibadah umat muslim digabung dengan umat lainnya. Namun, bagaimana pun juga saya masih bersyukur ada “mushola” di bandara ini. Selesai mengambil air wudlu dan menunaikan Sholat Isya (jamak qashar dengan Sholat Maghrib), saya pun mempersiapkan “peraduan” agar bisa tidur dengan nyenyak. Namun saya tidak langsung tidur, khawatir masih ada orang yang akan sholat. Untunglah sampai menjelang subuh tidak ada satu pun orang yang masuk ke dalam mushola. Ketika masuk waktu Sholat Subuh, baru ada seorang muslim yang masuk ke dalam mushola untuk sholat subuh. Ternyata dia adalah salah seorang pegawai di bandara tersebut yang berasal dari Turki. 

 
 Mushola (Chapel Room) di London Stansted Airport

London Stansted Airport, Inggris 
Gara-gara pesawat Ryan Air yang membawa saya dari Fez, Maroko mendarat jelang tengah malam, saya terpaksa menginap di London Stansted Airport. Alasan utama saya menginap di bandara bukan untuk menghemat biaya hotel tapi karena saya malas harus menempuh jarak puluhan kilometer tengah malam sendirian. Selain itu, saya juga nggak enak tengah malam harus mengetok pintu rumah teman saya yang berada di daerah Hackney, London. Jadilah saya menginap di London Stansted Airport. Lagi-lagi pilihan tempat untuk tidur di London Stansted Airport adalah mushola yang namanya Chapel. Chapel ini merupakan tempat ibadah untuk beberapa agama yaitu, Islam, Kristen, Katolik, Budha, dan Yahudi. Sayangnya Chapel ini tidak dialasi karpet seperti tempat ibadah lainnya. Jadi saya harus menggelar beberapa sajadah sebagai alas tidur. Untuk selimut, saya sudah membawa kain pantai kesayangan saya. Asyiknya, di Chapel ini juga tidak ada pemeriksaan petuga keamanan. Selain itu, juga tidak ada pengunjung lain yang datang selama saya berada di sana. Jadi, saya bisa tidur cukup nyenyak di Chapel tersebut. 

 
Ruang tunggu di LCCT, Kuala Lumpur

Low Cost Carrier Terminal (LCCT), Kuala Lumpur, Malaysia
Karena hub maskapai andalan saya (Air Asia) berada di Low Cost Carrier Terminal (LCCT), Kuala Lumpur ini, mau nggak mau saya harus sering menyambangi bandara ini. Sialnya, penerbangan menuju kota-kota yang saya inginkan seringkali harus pagi-pagi buta. Jadi, dengan terpaksa saya harus menginap di bandara yang kurang bagus ini. Dulu, mushola di LCCT buka 24 jam dan pengunjung “boleh” tidur/menginap di sana. Saya pun pernah merasakan menginap di mushola tersebut. Namun, dengan semakin ramainya penumpang yang datang ke LCCT, sejak tahun 2012 mushola ditutup setelah jam 23.00. Bagian dalam terminal bandara juga ditutup. Alhasil, bagi penumpang yang ingin menginap di LCCT, harus mencari “tempat tidur” di luar mushola. Sialnya, LCCT ini hampir nggak pernah sepi sepanjang tahun. Jadinya, cukup susah juga mencari “tempat tidur” yang nyaman di sana. Apalagi kalau kita mendarat kemalaman. Dijamin nggak bakal dapat tempat duduk. Terakhir saya menginap di LCCT, saya harus tidur di restoran KFC karena sudah tidak kebagian tempat duduk di terminal bandara. Parahnya lagi, saya harus tidur dengan posisi duduk di kursi semalaman. Yang ada, saya nggak bisa tidur dan paginya kepala pusing karena ngantuk berat. Saya pun bertekad, nggak akan menginap lagi di LCCT. 

 
Mushola di Charles de Gaulle Airport, Paris

Charles de Gaulle Airport, Paris, Perancis 
Inilah pengalaman terburuk saya menginap di bandara. Sebenarnya Charles de Gaulle Airport merupakan bandara yang bagus. Bandara ini juga punya mushola dengan nama Mediatation Area atau Espace Recueillement (nama Perancisnya). Awalnya, saya nyaman-nyaman saja tiduran di mushola bandara ini. Selain saya, ada juga beberapa mahasiswa dan mahasiswi dari Malaysia yang malam itu berniat menginap di Mushola Charles de Gaulle Airport. Anehnya, jelang tengah malam, mahasiswa dan mahasiswi asal Malaysia tersebut meninggalkan mushola. Jadilah saya sendirian di dalam mushola. Saya pun bersyukur karena bakalan tidur dengan nyaman tanpa gangguan pengunjung lain. Sayangnya harapan saya tidak terkabul. Tak sampai satu jam saya tidur, tiba-tiba datang dua petugas keamanan dengan postur badan tinggi besar dan berkulit hitam lengkap dengan anjing herder yang cukup besar. Saya pun kaget setengah mati. Mereka langsung memarahi saya dalam Bahasa Perancis yang tidak begitu saya mengerti. Karena saya bilang, saya tak bisa berbahasa Perancis, mereka lantas memarahi saya dalam Bahasa Inggris dan mengusir saya dengan kasar. Saya pun segera keluar dari mushola dan mencari tempat lain yang cukup nyaman. Untunglah masih banyak kursi kosong di terminal bandara. Namun, saya nggak bisa tidur karena masih trauma. 

Ngurah Rai International Airport, Denpasar, Bali, Indonesia
Tak pernah sedikit pun terlintas di benak saya, jika (akhirnya) saya akan menginap di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali. Secara, saya tinggal di Bali dan mempunyai banyak teman di Bali. Referensi hotel murah di Bali pun saya tahu. Dari yang paling murah (puluhan ribu rupiah) sampai yang paling mahal (jutaan rupiah) saya tahu. Namun, yang namanya takdir memang tak dapat dihindari (lebay.com). Ceritanya begini. Saat itu, saya dan teman akan terbang ke Kuala Lumpur, Malaysia dengan penerbangan terakhir Air Asia yang menurut jadwal akan berangkat jam 22.05 WITA. Saya tiba di bandara tepat waktu, dan seperti biasa melakukan ritual sebelum penerbangan mulai dari verifikasi dokumen (saya sudah chek in di rumah via web check in) di counter check in, bayar airport tax yang sangat mahal, clearance paspor dan menunggu keberangkatan pesawat di ruang tunggu. Bahkan, kami juga menunaikan Sholat Isya karena belum sempat sholat di rumah. Sekitar pukul 21.15, terdengar perintah untuk memasuki ruang tunggu. Saya dan teman pun segera memasuki ruang tunggu. Sayangnya, sampai jam 22.00 lebih belum ada kejelasan kapan pesawat akan terbang. Alamat bakal delay nih. Menjelang jam 11.00, baru ada pengumuman bahwa pesawat delay sampai waktu yang belum ditentukan karena cuaca buruk (hujan angin) di Kuala Lumpur. Saya dan teman tetap menunggu di ruang tunggu sambil menanti pengumuman selanjutnya. Lepas tengah malam petugas mengumumkan bahwa pesawat delay sampai jam 04.00 pagi. Daripada pulang ke Denpasar dan harus kembali lagi ke bandara pagi-pagi buta, saya dan teman memutuskan menginap di bandara. Seperti biasa, pilihan tempat menginap adalah di mushola. Setelah mengambil refreshment makanan dan minuman berupa Paket Nasi McDonald, saya dan teman bergegas menuju mushola yang berada satu area dengan ruang tunggu tersebut. Kami segera merebahkan diri di dalam mushola karena sudah ngantuk. Untungnya, tidak ada pengunjung lain yang datang ke mushola selain kami berdua. Alhasil, kami pun tidur dengan nyenyak. (edyra)*** 

 
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments