BERPETUALANG DI GILI LAWANG

Peta Lombok

Bila melihat peta Pulau Lombok, Anda akan melihat dua pulau mungil di pojok kanan atas. Kedua pulau itu adalah Gili Lawang dan Gili Sulat, yang merupakan kawasan konservasi hutan bakau (mangrove). Namun, di beberapa bagian pulau ada pantai yang berpasir putih. Kedua gili ini menyimpan keindahan panorama bawah laut yang memukau tetapi belum pernah diungkap di media massa. Saya pernah mengunjungi Gili Lawang bersama teman-teman ketika masih tinggal di Mataram. Sayangnya kami belum sempat mampir di Gili Lawang karena waktu itu sudah kesorean.

Mangrove di Gili Lawang

Gili Lawang adalah sebuah pulau kecil tak berpenghuni yang terletak sekitar 3 km di sebelah timur laut Pulau Lombok. Pulau seluas 483 hektar ini berada di lepas pantai Dusun Tekalok, Desa Sugian, Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur. Jaraknya sekitar 85 km dari Kota Mataram. Untuk mencapai Gili Lawang, kita harus menuju Dusun Tekalok, yang bisa ditempuh dengan kendaraan darat selama 2 sampai 3 jam dari Mataram. Dari Tekalok, kita bisa melanjutkan perjalanan dengan menggunakan perahu motor atau speedboat selama 15 menit.

Saya dan teman-teman mengunjungi Gili Lawang pada hari Sabtu, 20 Agustus 2005. Kita naik sepeda motor ramai-ramai ke pulau ini. Kalau nggak salah ada 8 motor, dengan jumlah peserta 16 orang. Pesertanya adalah saya, Mas Tovic, Oppie, Nanik, Agus, Andi, Hargoto, Irvan, Lucky, Prima, Tamim, Kasno, Om John, Mbak Ndari, Danny & temannya Danny (maaf, saya lupa namanya). Petualangan kali ini akan menjadi perjalanan keliling Lombok terakhir bareng teman-teman di Lombok, karena sebentar lagi saya akan pindah ke Jakarta. Mengingat hal ini, saya jadi sedih (hiks...hiks ...). Saya akan berpisah dengan teman-teman yang selama tiga tahun ini selalu bersama-sama menjelajahi tempat-tempat cantik dan eksotis di seluruh penjuru Pulau Lombok. Saya pasti akan sangat merindukan kegiatan ini, berpetualang rame-rame naik sepeda motor keliling Lombok.

Anggota pasukan petualangan ke Gili Lawang

Kami berangkat dari Mataram sekitar jam 08.00 pagi. Perjalanan ke Gili Lawang sangat menyenangkan. Kami sempat berhenti beberapa kali di tengah jalan, di antaranya untuk mengisi bensin di Pompa Bensin PT. Rintam Minuta Raya langganan kita dan sekedar berfoto bila melihat pemandangan yang menarik. Tengah hari kita sampai di Dusun Tekalok, dusun terdekat dengan Gili Lawang. Dari Tekalok, kita harus menyeberangi selat Sugian dengan perahu motor atau speedboat untuk sampai ke Gili Lawang.

Sesampainya di Tekalok, teman-teman segera mencari perahu motor atau speedboat yang akan mengantar kami ke Gili Lawang. Tidak seperti di Bangsal (pelabuhan penyeberangan ke Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan), di Tekalok tidak tersedia perahu motor (public boat) yang terjadwal pemberangkatannya setiap hari. Kami harus menyewa/mencarter perahu motor atau speedboat untuk menuju Gili Lawang ataupun Gili Sulat. Tujuan kami kali ini adalah Gili Lawang. Kalau ada sisa waktu, baru mampir ke Gili Sulat. Tugas negosiasi dengan pemilik speedboat dilakukan oleh teman-teman yang bisa Bahasa Sasak (biar dapat harga yang murah). Bukan apa-apa, para pemilik perahu biasanya mengenakan tarif yang lebih mahal untuk para turis. Setelah terjadi kesepakatan harga, kami segera berlayar menuju Gili Lawang. Kami dibagi dalam dua kloter (lebih tepatnya klober, kelompok berlayar) karena speedboat-nya nggak memungkinkan kami berenam belas naik bersamaan. Pastinya saya ikut kloter yang pertama, karena sudah nggak sabar ingin segera menjelajahi Gili Lawang.

On the boat to Gili Lawang

Setelah mengarungi Selat Sugian sekitar 15 menit, sampai juga kami di Gili Lawang. Kami mendarat di sebuah pantai berpasir putih yang sepi, di salah satu sudut Gili Lawang. Saat kami tiba, tidak ada pengunjung lain selain rombongan kami. Jadi benar-benar seperti berlibur di pulau pribadi. Suasananya begitu tenang dan damai. Hanya terdengar kicauan burung bersahutan dan riak-riak kecil gelombang di tepian pantai.

Pantai pasir putih di Gili Lawang

Begitu sampai di Gili Lawang, saya segera jalan-jalan menjelajahi pulau mungil ini. Pesisir pulau ini dipagari hutan mangrove yang rimbun dan hijau sehingga menciptakan suasana yang asri. Namun, lain di pesisir, lain di tengah pulau. Daratan Gili Lawang ternyata cukup gersang dan panas. Tidak banyak pohon-pohon besar yang tumbuh di pulau ini. Hanya semak-semak dan rumput-rumput liar yang mendominasi pulau ini. Mungkin karena saat itu sedang musim kemarau, rerumputan di Gili Lawang sudah mulai menguning dan pepohonan sudah mulai meranggas daunnya.

Daratan Gili Lawang yang gersang

Saya tidak berlama-lama di daratan Gili Lawang karena tujuan utama saya berkunjung ke pulau ini adalah untuk menjelajahi alam bawah lautnya yang katanya sangat indah dan belum tercemar. Saya segera memakai peralatan snorkeling yang sudah saya bawa dari rumah, dan langsung menceburkan diri ke laut. Setelah berenang beberapa meter dari bibir pantai, saya hanya menjumpai padang lamun. Saya tidak melihat ikan ataupun terumbu karang. Mana terumbu karang dan ikan-ikannya nih? Saya jadi kecewa. Namun, begitu saya berenang lebih jauh ke tengah laut, kekecewaan saya segera terobati. Saya mulai melihat beberapa ikan dan terumbu karang. Semakin ke tengah saya berenang, semakin banyak ikan dan terumbu karang yang saya lihat. Gili Lawang mulai unjuk gigi nih. Teman-teman pun mulai bergabung snorkeling di perairan Gili Lawang.

Ketika saya sedang istirahat sejenak untuk mengambil air minum, teman-teman kloter kedua pun datang. Suasana jadi semakin ramai. Kami pun segera nyebur ke laut lagi untuk melanjutkan snorkeling.

Snorkeling di Selat Sugian

Setelah puas bersnorkeling di perairan Gili Lawang, kami harus segera meninggalkan pulau ini. Kami pun dibagi ke dalam dua kloter lagi. Kali ini saya ikut kloter yang kedua karena kloter pertama akan langsung kembali ke Tekalok. Kloter kedua masih akan melanjutkan snorkeling di perairan Selat Sugian yang dekat dengan Gili Sulat. Menurut nahkoda speedboat kami, perairan Gili Sulat jauh lebih indah daripada perairan Gili Lawang.

Mendekati selat yang memisahkan Gili Lawang dan Gili Sulat, speedboat pun berhenti. Karena lautnya dangkal dan sangat bening, kami sudah bisa melihat aneka terumbu karang dan ikan yang indah dari atas speedboat. Tanpa dikomando, kami pun segera memakai peralatan snorkeling kami dan langsung menceburkan diri ke dalam birunya Selat Sugian. Dan saya pun terpesona dengan pemandangan di depan mata saya. Terumbu karang aneka jenis dan warna terhampar sejauh mata memandang. Ada yang berbentuk kembang kol raksasa, kelopak bunga, meja bertumpuk, jamur, kipas, bahkan otak manusia. Warnanya pun beraneka ragam. Merah, jingga, kuning, biru, ungu, pink, coklat semua ada di hadapan saya. Karang-karang indah itu menari-nari dengan gemulai dibuai gelombang laut. Ikan beraneka jenis, dan warna pun berenang berseliweran di sekitar saya. Sesekali saya menyentuh ikan-ikan cantik dan lucu itu. Bintang laut warna-warni pun banyak saya lihat. Saya benar-benar dimanjakan oleh panorama bawah laut Selat Sugian ini.

Selat Sugian yang menyimpan keindahan panorama bawah laut

Yang membuat saya kagum, terumbu karang di sini masih utuh dan sangat rapat. Dasar laut pun hampir nggak kelihatan karena tertutup hamparan terumbu karang. Saya sampai takjub dan hampir nggak percaya dengan apa yang saya lihat. Benar-benar surga bawah laut yang tiada duanya di Lombok. Selama ini saya sudah melakukan snorkeling di berbagai tempat di Lombok, yang terkenal akan keindahan panorama bawah lautnya. Gili Air, Gili Meno, Gili Trawangan maupun Gili Nanggu, semua sudah pernah saya jelajahi bawah lautnya. Namun, semua nggak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan keindahan panorama bawah laut Selat Sugian. Saya sampai kehabisan kata-kata untuk melukiskan keindahan bawah laut selat ini. Sayangnya, saat itu kami tidak membawa kamera bawah air ataupun underwater casing sehingga kami tidak bisa mengabadikan pemandangan indah yang kita lihat.

Dibuai panorama bawah laut Selat Sugian yang memukau, kami jadi lupa waktu. Kami terlalu asyik bersnorkeling sehingga tak terasa hari beranjak sore. Teman-teman yang menunggu di atas speedboat pun sudah memberi aba-aba untuk pulang. Padahal saya masih belum puas menjelajahi perairan Selat Sugian yang luar biasa indahnya itu. Dengan berat hati saya pun segera naik ke speedboat. Dan setelah semua naik ke speedboat, kami segera meninggalkan perairan Selat Sugian. Dalam hati saya berjanji, suatu hari nanti saya akan kembali ke Selat Sugian ini untuk menjelajahi alam bawah lautnya yang begitu mempesona. (edyra)***
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

PAGI MENJELANG DI PELABUHAN KAYANGAN

Berfoto dengan latar belakang sunrise yang indah di Pelabuhan Kayangan

Apa yang terlintas di benak Anda bila mendengar kata kayangan? Tempat bersemayamnya dewa-dewi dan para bidadari cantik? Saya juga berpikiran yang sama. Namun beda dengan kayangan yang satu ini. Kayangan adalah nama pelabuhan penyeberangan yang indah di ujung timur Pulau Lombok. Saya sendiri juga heran, gimana awalnya tempat ini sampai dinamakan Kayangan.

Pelabuhan Kayangan sebenarnya hanyalah pelabuhan penyeberangan kecil di ujung timur Pulau Lombok, sebagai titik awal penyeberangan ke Pulau Sumbawa. Jaraknya sekitar 70 km dari Kota Mataram, atau sekitar dua jam perjalanan dengan mobil. Letak pelabuhan ini terlindung di sebuah teluk yang tenang di Lombok Timur. Begitu tenangnya teluk tersebut, sehingga lebih menyerupai danau. Tidak ada ombak di teluk tersebut, melainkan hanya riak-riak kecil gelombang. Siapa pun yang baru pertama kali melihat Pelabuhan Kayangan, pasti mengira kalau itu bukanlah laut melainkan sebuah danau. Pelabuhan ini beroperasi selama 24 jam, dengan frekuensi keberangkatan kapal ke Sumbawa setiap 90 menit.

Indahnya pagi di Pelabuhan Kayangan

Pelabuhan Kayangan sungguh istimewa di mata saya. Selain namanya yang unik, pemandangan di sekitar pelabuhan juga sangat indah dan menyejukkan mata. Di sebelah barat, tampak Gunung Rinjani yang berdiri gagah tinggi menjulang, di sebelah timur terbentang Selat Alas yang biru dan tampak Pulau Sumbawa di kejauhan. Air lautnya hijau kebiruan, tidak seperti kebanyakan pelabuhan di Jawa yang airnya berwarna coklat keruh karena sudah tercemar. Suasana di pelabuhan pun cukup tenang, tidak terlalu banyak kendaraan. Ada dua dermaga di pelabuhan ini, tetapi biasanya hanya satu dermaga yang dioperasikan.

Saya sudah beberapa kali ke pelabuhan ini, kalau tidak salah empat kali (delapan kali pulang pergi). Pertama kali saya ke sana, adalah saat saya masih tinggal di Mataram dalam rangka tugas kantor bersama teman-teman kantor pada tahun 2004. Namun, waktu itu kita tidak menyeberang ke Sumbawa. Yang kedua, ketika saya dan teman saya (Andi) akan menyeberang ke Sumbawa pada tanggal 1 Oktober 2004. Yang ketiga, ketika dalam perjalanan Tour de Java, Bali & Nusa Tenggara pada tahun 2006. Yang terakhir, pada tanggal 9 April 2009, saat saya bersama teman saya (Annas) akan menjelajahi Pantai Lakey di Pulau Sumbawa dan Pulau Satonda.

Berfoto di atas ferry dengan latar belakang Gunung Rinjani di kejauhan

Dari empat kali kunjungan ke Pelabuhan Kayangan, yang paling berkesan bagi saya adalah kunjungan yang keempat karena saya datang ke sana tepat sebelum matahari terbit. Jadi pemandangannya begitu indah. Saya memang penggemar berat sunrise (matahari terbit) maupun sunset (matahari terbenam). Saya sangat merindukan saat-saat mentari mulai menyembul malu-malu dari peraduannya di ufuk timur dan perlahan-lahan memancarkan kehangatan sinarnya ke seluruh penjuru bumi. Gradasi warna merah, jingga, dan ungu yang timbul saat munculnya sang mentari sangat indah dan menyegarkan mata. Suasana pun begitu romantis dan syahdu. Begitu juga suasana di Pelabuhan Kayangan saat pagi menjelang. Nuansa lembayung jingga menghiasi langit Kayangan menghasilkan lukisan alam yang sempurna. Siapa pun yang berada di Pelabuhan Kayangan pada saat pagi menjelang akan takjub dan terpesona dengan pemandangan di sana.

Saya dan Annas pun nggak mau kehilangan momen indah di Pelabuhan Kayangan. Kami segera naik sampai dek atas kapal agar bisa menyaksikan keindahan pemandangan di sekitar Pelabuhan Kayangan dan mendapatkan foto-foto sunrise yang sempurna. Setelah jeprat-jepret sekian lama, kami pun sukses mendapatakan foto-foto indah saat pagi menjelang di Pelabuhan Kayangan. Ingin rasanya menghentikan waktu agar momen indah sunrise di Kayangan nggak segera berlalu. Namun, seiring mentari beranjak tinggi, kapal pun segera berlayar menuju Sumbawa. Dengan berat hati, kami pun harus meninggalkan Pelabuhan Kayangan untuk memulai petualangan baru di Sumbawa. (edyra)***
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

JEMBATAN TUKAD BANGKUNG YANG BEGITU JANGKUNG


Sabtu, 21 Maret 2009, saya bersama teman saya, Annas, jalan-jalan ke Desa Plaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Bali, untuk melihat Jembatan Tukad Bangkung. Jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di Bali dan disebut-sebut sebagai jembatan tertinggi di Asia. Tinggi pilarnya mencapai 71,14 meter, setara dengan tinggi menara Base Transmission System (BTS) provider telepon seluler. Anda bisa membayangkan betapa tingginya jembatan ini kan?


Untuk menuju Desa Plaga, di mana Jembatan Tukad Bangkung itu berada, kami berangkat dari Kota Denpasar keluar melalui Jalan Ahmad Yani. Kami ikuti saja jalan ini lurus ke arah utara dan hanya perlu belok ke kiri di pasar Desa Mambal. Setelah itu, hanya mengikuti jalan besar saja untuk sampai di Desa Plaga. Namun, kami sempat bingung juga. Soalnya di perjalanan kami menemui banyak persimpangan jalan dan nggak ada rambu-rambu yang jelas, yang menunjukkan arah ke Desa Plaga ataupun Jembatan Tukad Bangkung. Kami harus bertanya beberapa kali ke beberapa orang untuk menanyakan arah jalan ke Jembatan Tukad Bangkung.


Hujan sempat mewarnai perjalanan kami ke Jembatan Tukad Bangkung sehingga memaksa kami untuk berteduh sebentar di emperan sebuah toko. Padahal waktu berangkat dari Denpasar cuaca sangat cerah dan nggak ada awan mendung sedikit pun, sehingga kami pun naik motor tanpa membawa jas hujan. Nggak tahunya cuaca tiba-tiba berubah di tengah jalan, dan hujan pun turun dengan lebatnya. Untungnya hujan cuma sebentar. Kami segera melanjutkan perjalanan begitu hujan reda. Namun, kami harus berhenti lagi karena kehabisan bensin dan terpaksa harus membeli bensin eceran di kios bensin pinggir jalan.


Sekitar jam 14.30 WITA kami sampai di Jembatan Tukad Bangkung. Kami sangat kagum melihat ketinggian jembatan tersebut. Jembatan Tukad Bangkung mempunyai panjang 360 meter, lebar 9,6 meter, dengan pilar tertinggi mencapai 71,14 meter, dan pondasi pilar 41 meter di bawah tanah. Jembatan ini berteknologi balanced cantilever, dengan estimasi usia pakai selama 100 tahun. Agar tidak menghalangi pemandangan di sekitarnya, jembatan ini tidak dibangun dengan atap di atasnya. Konstruksi jembatan itu diperkirakan tahan terhadap gempa hingga 7 Skala Richter. Jembatan ini menggantikan jembatan lama yang letaknya berada 500 meter di arah selatan Jembatan Tukad Bangkung. Jembatan ini menghubungkan tiga kabupaten, yaitu : Kabupaten Badung, Bangli, dan Buleleng. Jembatan jangkung ini diresmikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal pada tanggal 21 April 2007.

Jembatan Tukad Bangkung menghubungkan dua bukit yang sangat tinggi, sehingga kita serasa di awang-awang ketika berada di atas jembatan. Saya rada-rada ngeri ketika memandang sungai yang ada di bawah jembatan. Sungai yang berkelok-kelok bagai ular ini kelihatan sangat kecil karena jembatan yang begitu tinggi. Namun, pemandangan di kanan kiri jembatan sangat indah dan menyejukkan mata. Di satu sisi kita bisa melihat lembah yang hijau, di sisi lain ada gunung yang tinggi menjulang dan langit biru di atasnya. Tak lupa kami berfoto di jembatan yang sangat jangkung ini. Kami juga mengambil foto jembatan ini dari berbagai sudut, terutama yang memperlihatkan tingginya pilar jembatan ini. Untungnya cuaca cerah dan bersahabat ketika kita sampai di Jembatan Tukad Bangkung sehingga kita bisa mendapatkan foto-foto indah jembatan ini.

Di sekitar Jembatan Tukad Bangkung terdapat beberapa warung yang menjual makanan dan minuman ringan. Jadi Anda tak perlu khawatir akan kelaparan atau kehausan bila mengunjungi jembatan ini. Anda bisa minum teh atau kopi sambil menyaksikan Jembatan Tukad Bangkung yang tinggi menjulang dan pemandangan indah di sekitarnya. (edyra)***
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

BERBURU PADANG ILALANG

Berfoto di tengah hamparan ilalang, di Gili Imut

Sudah lama sekali saya memendam keinginan untuk bisa berfoto di tengah hamparan padang ilalang alias alang-alang. Saya sendiri nggak tahu, pastinya sejak kapan saya begitu terobsesi dengan alang-alang. Mungkin karena sering melihat di film-film atau video klip yang ada adegannya di alang-alang atau melihat foto teman-teman saya dengan latar belakang alang-alang yang indah. Kayanya suasananya begitu indah, romantis, tenang, dan damai. Apalagi setelah melihat video klipnya PADI (yang saya lupa judul lagunya) yang syutingnya di alang-alang. Saya bener-bener terobsesi untuk bisa berfoto di hamparan padang ilalang yang luas, hijau, dan indah.

Pada waktu tinggal di Mataram, Lombok saya menajamkan pandangan saya untuk menemukan hamparan padang ilalang. Setiap kali jalan-jalan, entah sendiri atau rame-rame bareng teman-teman, saya nggak lupa untuk mencari padang ilalang. Sayangnya, sampai sekian lama saya belum menemukan hamparan padang ilalang yang luas, hijau, dan indah seperti impian saya.

Di Mataram, selain bekerja saya juga ambil kuliah program ekstensi di Universitas Mataram. Suatu hari sepulang kuliah, secara nggak sengaja saya menemukan hamparan ilalang yang nggak seberapa luas di halaman belakang kampus. Rumputnya cukup tinggi, hijau dan lebat. Lumayanlah, buat mengobati rasa penasaran saya akan padang ilalang, walaupun nggak seluas padang ilalang yang saya impikan selama ini. Saya jadi nggak sabar untuk segera berfoto di hamparan ilalang kampus.

Dengan semangat empat lima, sepulang kerja keesokan harinya, saya mengajak teman saya (Andi) untuk memotret saya di hamparan ilalang tersebut. Saya nggak ingin kehilangan kesempatan berfoto di padang ilalang, gara-gara rumput hijau nan indah tersebut sudah dibabat habis oleh tukang kebun kampus. Andi sampai terheran-heran, ketika saya ajak ke halaman belakang kampus, lokasi di mana padang ilalang tersebut berada. Dia nggak habis pikir. Apanya yang indah dengan rumput-rumput yang tinggi menjulang seperti itu? Maklum, dia bukan tipe orang yang suka berfoto dan belum tahu keindahan ilalang. Untungnya suasana di padang ilalang tersebut sepi (Letaknya di belakang kampus bo, mana ada mahasiswa yang mau datang ke sana, kalau bukan orang-orang pecinta keindahan seperti saya). Jadinya kita bisa leluasa mengambil gambar. Jepret sana jepret sini dengan berbagai pose, akhirnya kita sukses berfoto dengan latar belakang padang ilalang seperti yang saya impikan selama ini. Thanks for Andi yang sudah mau saya memotret saya di hamparan ilalang kampus Universitas Mataram.

Berfoto saat sunset di Gili Imut, dengan latar belakang Gili Lontar

Namun, saya masih belum puas dengan padang ilalang tersebut. Saya masih melanjutkan perburuan mencari padang ilalang yang lebih luas dan indah. Sampai suatu hari, ketika saya berburu sunset dengan teman-teman di Gili Genting (Gili Imut), secara nggak sengaja saya menemukan padang ilalang yang indah dan lebat. Ilalang tumbuh subur di hampir semua bagian pulau yang nggak seberapa luasnya ini, walaupun warnanya sedang menguning karena, saat itu sedang musim kemarau. Betapa senangnya saya. Niat awal saya ke pulau ini adalah untuk berburu sunset. Ternyata mendapat bonus padang ilalang. Saya dan teman-teman pun segera memanfaatkan momen indah tersebut dengan sebaik-baiknya. Kita berkeliling pulau dan mendaki sampai ke puncak pulau demi mendapatkan foto-foto yang indah. Kita berfoto dengan berbagai pose dan gaya di hamparan padang ilalang yang menguning sampai senja menjelang. Foto di hamparan ilalang dengan latar belakang sunset yang begitu dramatis dan indah pun berhasil saya dapatkan.

Selesaikah perburuan padang ilalang? Belum tuh. Saya masih akan terus mencari hamparan padang ilalang yang hijau dan luas membentang seperti impian saya selama ini. Bagi saya padang ilalang merupakan tempat yang sangat indah dan romantis. (edyra)***
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

JATUH CINTA PADA YOGA

Kukutasana

Apakah yoga itu? Yoga adalah sistem kesehatan menyeluruh (holistik) yang berasal dari kebudayaan India kuno sejak 3000 SM yang lalu. Sudah lama sekali saya tertarik dengan yoga. Kalau nggak salah, sejak saya tinggal di Mataram-Lombok, tahun 2003. Jujur saja, awal mula saya tertarik yoga bukan alasan kesehatan atau ketenangan jiwa melainkan karena dua alasan. Pertama, saya melihat pose-pose indah orang beryoga di majalah. Badan mereka bisa dilipat-lipat dalam berbagai pose dengan lenturnya, seperti tak memiliki tulang. Saya ingin sekali bisa melakukan pose-pose yoga yang indah seperti pose para yogi di majalah-majalah tersebut. Kedua, pada waktu itu yoga sedang ngetrend di kalangan selebritis. Banyak selebritis tanah air yang menekuni yoga. Di antaranya Diah Permatasari, Ira Wibowo, Karenina, Maudy Kusnaedy, dan Shahnaz Haque. Sayangnya, nggak ada satu pun klub/sanggar yoga di Mataram. Padahal, saya ingin sekali belajar yoga dengan bimbingan seorang instruktur yoga. Jadinya, saya hanya bisa memendam keinginan saya untuk belajar yoga di klub yoga. Mau nggak mau, saya pun belajar yoga sendiri dari berbagai buku, VCD, dan DVD tentang yoga.

Brahmacharyasana

Ketika pindah ke Jakarta pada tahun 2006, keinginan saya untuk belajar yoga makin kuat. Saya ingin belajar yoga dengan baik dan benar dari seorang instruktur yoga. Saya pun mencari informasi tentang yoga dari berbagai sumber, baik dari koran, majalah, internet maupun Pusat Kebudayaan India di Jakarta. Namun, keinginan saya untuk belajar yoga di klub yoga, baru tercapai pada bulan April 2007. Waktu itu saya melihat iklan di sebuah majalah yang akan mengadakan acara yoga bersama di Celebrity Fitness, Plaza Indonesia. Tanpa pikir panjang saya langsung daftar. Saya pikir, inilah kesempatan saya untuk bisa melakukan yoga dengan bimbingan seorang instruktur yoga. Saya jadi tidak sabar untuk segera beryoga di Celebrity Fitness.

Adho Mukha Svanasana

Akhirnya, hari yang aku tunggu-tunggu datang juga. Sabtu, 14 April 2007, saya datang ke Celebrity Fitness, Plaza Indonesia untuk beryoga. Karena jalanan macet banget, saya sedikit terlambat datang ke tempat yoga. Pada saat saya datang, yoga telah dimulai. Instrukturnya adalah Pak Idris. Beliau memberi instruksi yoga dengan lembut, sabar dan tenang. Saya senang sekali dengan cara beliau memberi instruksi gerakan-gerakan yoga. Saya benar-benar menikmati latihan yoga tersebut. Tanpa terasa, satu jam telah berlalu dan latihan yoga pun selesai. Padahal, saya masih ingin beryoga. Sejak saat itu, saya makin jatuh cinta dengan yoga.

Natarajasana

Pada saat mengikuti yoga di Celebrity Fitness tersebut, saya beruntung mendapat voucher free trial fitness di Celebrity Fitness selama dua minggu. Saya nggak menyia-nyiakan kesempatan itu. Saya rajin latihan yoga di Celebrity Fitness Pondok Indah Mall II, tiga kali seminggu. Namun, lama-kelamaan saya malas berlatih yoga di Pondok Indah. Selain tempatnya lumayan jauh, perjalanan ke Pondok Indah juga melewati kemacetan di berbagai. Yang ada, saya malah stres pada waktu berangkat maupun pulang dari beryoga. Jadinya saya berlatih yoga sendiri di rumah dengan panduan dari VCD atau DVD.

Eka Padha Raja Kapotasana

Saya mulai menambah koleksi buku-buku dan VCD yoga saya. Setiap kali jalan-jalan ke mal dan melihat buku atau VCD yoga yang menarik, saya langsung membelinya. Alhasil, saya pun menguasai berbagai gerakan yoga walaupun belajar sendiri tanpa instruktur. Sebisa mungkin, saya melakukan yoga setiap hari walaupun hanya melakukan Surya Namaskara (serangkaian gerakan yoga sebagai penghormatan terhadap matahari). Saya sudah merasakan berbagai manfaat yoga. Di antaranya bebas stres, nafas lebih panjang, dan saya hampir nggak pernah sakit. Saya jarang sekali mengalami pusing-pusing, batuk ataupun pilek. Saya benar-benar jatuh cinta pada yoga dan nggak ingin berpaling dari yoga. (edyra)***
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments