ADORABLE ADONARA


Santai sejenak di Pantai Watotena



Nama pulau ini terdengar indah di telinga. Kenyataanya, pulau kecil ini memang  indah. Adonara nama pulau yang saya maksud. Sayangnya, keindahan Adonara belum terdengar gaungnya, tidak seperti dua tetangganya (Flores dan Lembata) yang sudah cukup terkenal. Saya yakin, belum banyak yang mengenal pulau ini selain masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Begitu juga dengan saya. Saya baru mengenal Adonara setelah tinggal di Kupang dan bertemu banyak orang yang berasal dari pulau ini. Perbincangan dengan orang-orang Adonara membuat saya penasaran dengan pulau ini. Apalagi teman saya yang asli Adonara, siap menjadi guide dan menemani saya keliling Adonara kapan pun saya mau. Tentu saja, saya makin penasaran dibuatnya.

Berbekal informasi yang minim tentang Adonara, awal Mei kemarin saya nekad berkunjung ke sana. Saya meluangkan waktu sehari penuh untuk menjelajah Adonara, dari ujung barat hingga ujung timur. Di luar dugaan, ternyata saya menemukan banyak keindahan dan keunikan di Adonara yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Mulai dari pantai perawan, laguna cantik, gunung berapi yang masih aktif hingga sentra tenun ikat yang belum dikenal banyak orang.

Sekilas tentang Pulau Adonara
Adonara adalah pulau kecil di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur, tepatnya di sebelah timur Pulau Flores. Letak geografis Adonara sangat unik karena dikelilingi tiga pulau, yakni Flores di sebelah barat, Solor di sebelah selatan, dan Lembata di sebelah timur. Secara administrasi, saat ini Adonara masih termasuk dalam wilayah Kabupaten Flores Timur yang beribu kota di Larantuka, Flores. Mengapa saya bilang saat ini? Pasalnya sebentar lagi Adonara akan dimekarkan menjadi sebuah kabupaten tersendiri, terpisah dari kabupaten induknya, Flores Timur. Dengan wilayah yang cukup luas (terbagi dalam delapan kecamatan) dan sumber daya alam yang melimpah (terutama perikanan dan kelautan), Adonara memang layak menjadi kabupaten tersendiri. Dengan menjadi kabupaten, Adonara diharapkan mampu mengejar ketertinggalan dari dua tetangganya, Flores dan Lembata.

Menuju Pulau Adonara
Untuk mencapai Adonara, dari Kupang saya harus terbang dulu ke Larantuka, kota terdekat dengan Adonara yang berada di ujung timur Pulau Flores. Dari Larantuka, saya melanjutkan perjalanan ke Adonara dengan perahu menyeberangi Selat Lewotobi hingga tiba di Pelabuhan Tobilota, Adonara. Dalam perjalanan ini saya tidak sendiri karena ditemani Kak Edys, teman yang berasal dari Adonara. Kami membawa sepeda motor dari Larantuka, agar lebih mudah dann leluasa menjelalajah Adonara.

Perjalanan berperahu dari Larantuka ke Tobilota di pagi hari sangat menyenangkan. Cuaca cerah, langit biru bersih, dan laut tenang tanpa arus ataupun gelombang. Di atas perahu, mata saya dimanjakan oleh panorama Kota Larantuka yang sangat menawan. Coba bayangkan! Sebuah kota berada di antara laut dan gunung. Di depan Larantuka terhampar Selat Lewotobi yang berwarna biru, dan tepat di belakangnya berdiri menjulang Gunung Ile Mandiri yang puncaknya sering tertutup awan. Alhasil, tercipta panorama kota yang luar biasa indah, di mana laut dan gunung berpadu dengan harmonis.

Pelabuhan Tobilota, Gerbang Masuk Adonara dari Arah Barat
Lima belas menit kemudian, perahu merapat di Dermaga Tobilota, Adonara. Sambil menunggu sepeda motor kami diturunkan dari perahu, saya dan teman jalan-jalan di sekitar pelabuhan untuk memotret panorama sekitar pelabuhan. Pelabuhan Tobilota merupakan pelabuhan kecil di ujung barat Adonara. Meski kecil dan fasilitasnya sederhana, pelabuhan ini ramai sepanjang hari karena merupakan salah satu pintu masuk utama Adonara dari arah barat. Setiap harinya, dari pagi hingga malam, perahu-perahu motor hilir mudik dari Pelabuhan Tobilota ke Pelabuhan Larantuka dan sebaliknya, mengangkut orang, sepeda motor, dan aneka macam barang. Dengan tarif yang cukup murah, hanya Rp 5.000,00 per orang dan Rp 15.000,00 per sepeda motor, perahu-perahu tersebut hampir selalu penuh muatan. 

 
 Jalan sempit di Pulau Adonara

Dari Tobilota, petualangan di Adonara kami mulai. Kami berencana mengelilingi Adonara dengan rute berlawanan arah jarum jam, dari sisi barat, selatan, timur hingga utara pulau. Karena itu, saya mengarahkan sepeda motor ke arah kanan/selatan, menyusuri pantai barat dan selatan Adonara. Jalan aspal yang mulus tapi sempit, menyambut kami begitu keluar dari pelabuhan. Lebarnya hanya sekitar 2 meter, dengan kondisi aspal yang cukup mulus. Namun, aspal yang mulus hanya beberapa kilometer saja panjangnya, seolah menjadi ucapan selamat datang di Pulau Adonara. Semakin menjauh dari pelabuhan, jalan mulai rusak, aspal terkelupas di sana-sini. Di beberapa ruas jalan, aspal sudah hilang sama sekali berganti menjadi jalan tanah berbatu. Kondisi jalan mulai berkelok-kelok, naik turun bukit. Topografi Adonara memang berbukit-bukit. Jadi, jangan harap, ada jalan lurus di pulau ini selain di kota. Bagi yang biasa berkendara di Jawa mungkin akan kaget melihat jalan berkelok-kelok seperti di Adonara. Namun tidak bagi saya yang sudah beberapa kali berkendara di Flores, di mana kondisi jalannya lebih ekstrim, meliuk-liuk seperti ular membelah gunung dan lembah.

 
Pulau Solor dilihat dari Adonara

Panorama indah yang kami temui sepanjang jalan, memberi hiburan tersendiri bagi kami. Bukit-bukit hijau, laut biru, dan Pulau Solor yang membentang di seberang pulau, membuat kami lupa sejenak akan jalan rusak yang kami lalui. Beberapa kali kami berhenti untuk menikmati keindahan alam Adonara dan mengabadikannya dengan kamera kesayangan saya.

Lamahala Jaya dan Waiwerang
Setelah hampir dua jam berkendara, kami tiba di Desa Lamahala Jaya yang berada di pesisir selatan Adonara. Jarak Tobilota - Lamahala Jaya yang hanya 26 km harus kami tempuh selama hampir dua jam karena jalan yang buruk dan berkelok-kelok penuh tanjakan dan turunan curam. Tidak seperti desa-desa sebelumnya yang sepi dan penduduknya jarang-jarang, Desa Lamahala Jaya sangat ramai dan semarak. Rumah-rumah penduduk sangat padat dan berhimpitan. Sebagian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan dan pedagang. Tak heran kalau toko-toko/warung-warung kecil berjajar sepanjang jalan, dan perahu-perahu bertebaran di pantai. Di desa ini terdapat sebuah masjid yang cukup besar karena seluruh Warga Lamahala Jaya beragama Islam. Lokasi desa yang berada di pinggir pantai dengan kontur tanah yang miring dan berbukit-bukit, membuat Desa Lamahala Jaya terlihat sangat unik. Bila dilihat dari laut, rumah-rumah Warga Desa Lamahala Jaya yang bertengger di tepi pantai seperti mengapung di atas laut.

 
 Kota Waiwerang dilihat dari pelabuhan ferry

Lepas dari Lamahala Jaya ,kami tiba di Waiwerang, ibu kota Kecamatan Adonara Timur, sekaligus ‘kota’ terbesar di Adonara. Kota inilah yang digadang-gadang akan menjadi ibu kota Kabupaten Adonara. Sama seperti Lamahala Jaya, Waiwerang juga berada pinggir pantai dengan kontur tanah yang miring. Rumah-rumah penduduk berjajar dan berhimpitan di pinggir pantai hingga ke arah bukit. Karena statusnya sebagai ibu kota kecamatan, fasilitas hidup di Waiwerang lebih lengkap dibandingkan Lamahala Jaya. Selain toko dan warung, di kota ini juga terdapat kantor-kantor pemerintah, bank, puskesmas, penginapan, dan pelabuhan ferry. Kak Edys mengajak saya mampir ke pelabuhan agar bisa melihat panorama Kota Waiwerang secara keseluruhan.

Pantai Watotena
Berada di pulau kecil seperti Adonara, tak afdol rasanya bila tidak mengunjungi ke pantainya. Salah satu pantai paling terkenal dan paling indah di Adonara adalah Pantai Watotena. Nama pantai ini sebenarnya adalah Neren Watotena tapi Warga Adonara biasa menyebutnya Pantai Watotena saja. Pantai Watotena terletak di Desa Bedalewun, Kecamatan Ile Boleng. Dari Kota Waiwerang, pantai ini hanya berjarak 11 km atau sekitar 20 menit berkendara. 

 
 Pantai Watotena yang indah dan sepi

Tiba di Pantai Watotena, kami disambut debur ombak dan pasir putih yang berkilauan tertimpa sinar matahari. Air laut yang hijau kebiruan benar-benar menyejukkan mata kami yang sejak pagi hanya melihat perbukitan dan jalanan yang rusak. Suasana pantai sangat sepi, tak ada pengunjung maupun pedagang asongan. Kami hanya melihat sebuah sepeda motor diparkir di pinggir pantai, tanpa ada pemilik/pengendaranya. Mungkin pemiliknya sedang melipir atau berenang di pantai.

 
Sisi kiri Pantai Watotena yang eksotis dengan hiasan batu-batu magma

Pantai Watotena sangat menawan. Dengan pasir putih bersih dan air laut bergradasi hijau biru, membuat siapa saja jatuh cinta terhadap pantai ini. Panorama di sekitar pantai juga sangat menarik. Anda bisa melihat Pulau Lembata di sebelah timur, Pulau Solor di sebelah barat daya, dan Gunung Ile Boleng yang menjulang tinggi di sebelah utara. Selain pasir putih dan laut biru, daya tarik pantai ini adalah batu-batu magma aneka bentuk dan formasi yang menghiasi bibir pantai. Kehadiran batu magma hitam yang diduga berasal dari letusan Gunung Ile Ape tersebut semakin mempercantik Pantai Watotena. Apalagi di atas batu-batu magma tersebut telah dibangun beberapa lopo-lopo (sebutan gazebo dalam bahasa setempat) sebagai tempat melepas lelah dan menikmati keindahan pantai. Sayangnya Pantai Watotena kurang terawat. Lopo-lopo sudah banyak yang rusak dan banyak botol air mineral bertebaran di pinggir pantai. Akses jalan dari jalan raya utama menuju pantai juga sangat buruk, berupa jalan tanah berbatu. Jalan tersebut juga hasil swadaya masyarakat setempat, bukan dari pemerintah daerah.  Seharusnya pemerintah daerah setempat lebih memperhatikan Pantai Watotena, agar semakin banyak dikunjungi wisatawan dan menambah pendapatan daerah. 

 
Pantai Deri yang berpasir coklat kehitaman

Pantai Deri
Dari Pantai Watotena kami bergerak ke ujung timur Adonara, menuju Pantai Deri. Pantai berpasir coklat kehitaman ini berada di Desa Deri, Kecamatan Ile Boleng. Pantai Deri merupakan salah satu pantai kebanggaan Warga Adonara. Dari pantai ini, Anda bisa melihat Pulau Lembata di sebelah timur dengan jelas. Di Pantai Deri sudah dibangun beberapa fasilitas untuk kenyamanan pengunjung, di antaranya gerbang masuk ke pantai, toilet, dan sejumlah lopo-lopo. Sayang berbagai fasilitas tersebut kondisinya tak terawat. Lopo-lopo sudah banyak yang rusak, toilet juga sudah tak berfungsi. Sama seperti Pantai Watotena, suasana di Pantai Deri juga sangat sepi tanpa ada pengunjung. Pedagang makanan dan minuman juga tak ada. Menurut Kak Edys, pantai ini hanya ramai pengunjung pada Hari Minggu dan hari-hari libur. Di hari-hari lainnya, pasti akan sepi pengunjung. Apalagi sejumlah fasilitas di Pantai Deri sudah banyak yang rusak, sehingga membuat pengunjung makin malas menyambangi Pantai Deri.

 
Perempuan Adonara sedang menenun

Desa Redontena, Sentra Tenun Ikat Adonara
Dari keterangan Kak Edys, saya baru tahu kalau Adonara ternyata mempunyai tenun ikat seperti pulau-pulau lain di wilayah NTT. Pasalnya selama ini saya belum pernah melihatnya. Untuk melihat tenun ikat Adonara, Kak Edys mengajak saya mampir ke rumah saudaranya di  Desa Redontena. Desa yang berada di Kecamatan Kelubagolit ini, merupakan sentra tenun ikat terbesar di Adonara. Hampir semua perempuan di Desa Redontena bisa menenun karena sejak kecil sudah diajarai cara menenun. Biasanya, sejak kelas IV atau V SD, anak-anak perempuan di Desa Redontena mulai belajar menenun. Saudaranya Kak Edys yang bernama Kak Avin mulai belajar menenun sejak kelas IV SD. Setiap harinya, dia meluangkan waktu untuk menenun di sela-sela kesibukannya. Kak Avin dengan senang hati menunjukkan seperangkat alat tenun miliknya yang diletakkan di teras belakang rumah. Saya beruntung, saat itu adiknya Kak Avin sedang menenun selembar kain. Jadi saya bisa melihat proses menenun secara langsung. Kak Avin juga menunjukkan sarung-sarung cantik hasil tenunannya kepada saya. Motif tenun ikat Adonara ternyata cukup sederhana, berupa garis-garis horizontal dengan diselingi motif geometris. Walau motifnya sederhana tapi tetap indah karena warna-warnanya menarik. Untuk menyelesaikan selembar kain, biasanya dibutuhkan waktu sekitar satu minggu tergantung kerumitan motifnya. Kain-kain tersebut dijual dengan harga mulai Rp 140.000,00 hingga jutaan rupiah tergantung jenis benang dan motif kain. Yang termahal adalah kain tenun yang terbuat dari benang sutra, biasanya dijual dengan harga di atas Rp 1.000.000,00.

 
Tenun ikat khas Adonara

Danau Kotakaya
Persinggahan terakhir saya di Adonara adalah Danau Kotakaya. Danau kecil ini berada di pesisir barat laut Adonara, tepatnya di Desa Adonara, Kecamatan Adonara. Untuk menuju danau ini, dari jalan raya utama, kami harus belok ke kiri melewati jalan tanah berbatu sekitar 1,5 km hingga tiba di sebuah perkampungan nelayan dengan rumah-rumah sederhana tak jauh dari danau.

Langit mendung gelap saat kami tiba di Desa Adonara. Kami disambut segerombolan anak-anak yang sedang bermain bola di lapangan dekat danau. Saya pun mendekati mereka, untuk ngobrol-ngobrol sejenak. Melihat saya menenteng kamera, anak-anak tersebut meminta saya memotretnya. Saya pun menuruti kemauan mereka. Ketika saya tunjukkan hasil foto, mereka tersenyum dengan gembira.

 Danau Kotakaya yang berair asin

Setelah bercengkerama dengan anak-anak, saya dan Kak Edys bergerak menuju danau. Kami berjalan di pinggiran danau yang sudah dipagari dengan tembok rendah. Danau Kotakaya sebenarnya adalah laguna karena letaknya di dekat pantai. Tak heran kalau danau ini berair asin. Suasana Danau Kotakaya cukup asri berkat banyaknya tanaman bakau (mangrove) yang tumbuhi di berbagai sudut danau. Sayangnya, hujan turun saat kami sedang asyik berkeliling danau. Mau tak mau kami harus menyudahi acara keliling danau dan mencari tempat berteduh hingga hujan reda.

Kunjungan ke Danau Kotakaya menjadi penutup petualangan kami di Pulau Adonara. Dari danau tersebut, kami meluncur ke Pelabuhan Tanah Merah untuk menyeberang kembali ke Larantuka. Sebenarnya masih banyak tempat menarik di Adonara tapi kami tak bisa mengunjungi semuanya dalam sehari. Semoga suatu hari nanti saya bisa kembali ke Adonara!

How to Get There
Untuk mencapai Pulau Adonara, Anda harus terbang dulu ke Kupang, ibu kota Provinsi NTT. Selanjutnya, dari Kupang Anda bisa terbang dengan pesawat Trans Nusa (www.transnusa.co.id) menuju Larantuka di Pulau Flores atau Lewoleba di Pulau Lembata, tetangganya Adonara. Dari Larantuka, Anda bisa melanjutkan perjalanan ke Adonara dengan perahu sekitar 15 menit hingga tiba di Tobilota/Tanah Merah, Adonara Barat. Selain itu, dari Larantuka Anda juga bisa langsung menuju Waiwerang, Adonara Timur dengan naik perahu/kapal cepat. Kalau dari Lewoleba, Anda bisa melanjutkan perjalanan ke Waiwerang dengan perahu/kapal cepat. Lama perjalanan menuju Waiwerang baik dari Larantuka maupun Lewoleba, sekitar 90 menit dengan perahu motor atau 45 menit dengan kapal cepat, tergantung cuaca. (edyra)***

Where to Stay
Sampai saat ini, belum ada hotel yang representatif di Pulau Adonara. Di Waiwerang, kota terbesar di Adonara, hanya terdapat penginapan sederhana. Oleh karena itu, sebaiknya Anda menginap di Larantuka di mana terdapat banyak pilihan hotel/penginapan. Berikut beberapa hotel di Larantuka yang bisa Anda pilih sebagai tempat menginap.

Hotel Asa
Jl. Soekarno-Hatta, Weri, Larantuka
Telp. (0383) 2325 018
Tarif : mulai Rp 450.000,00

Hotel Lestari
Jl. Yos Sudarso No. 3, Larantuka
Telp. (0383) 2325 517
Tarif : mulai Rp 200.000,00

Hotel Kartika
Jl. Niaga No. 4, Postoh, Larantuka
Telp. (0383) 21888
Tarif : mulai Rp 85.000,00
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

4 Response to "ADORABLE ADONARA"

  1. Okto says:
    20 December 2015 at 21:01

    adonara BAGUS

  2. Okto says:
    20 December 2015 at 21:01

    adonara BAGUS

  3. Unknown says:
    1 November 2017 at 14:31

    bagus

  4. Josephine Maria says:
    4 May 2018 at 13:30

    Tanah leluhurku...memang masih perawan. Rindu Bale Lewotanah

Post a Comment