PESONA NGADA MEMANG TIDAK MENGADA-ADA


Mungkin Anda jarang atau bahkan belum pernah mendengar nama Kabupaten Ngada. Letaknya yang berada di tengah Pulau Flores dan akses yang cukup sulit, memang membuatnya seperti terasing dan tidak banyak dikenal orang. Padahal kabupaten yang beribukota di Bajawa ini, menyimpan beragam pesona wisata yang tak kalah menariknya dengan daerah lain di Indonesia. Gunung, pantai, taman laut, air terjun, sumber air panas, hingga desa tradisional dengan adat dan budayanya yang unik, semua ada di Kabupaten Ngada. Menariknya lagi, semua objek wisata di Kabupaten Ngada masih benar-benar alami dan belum tersentuh komersialisasi. Berikut pesona Kabupaten Ngada yang harus Anda kunjungi ketika berlibur ke Flores.

Kota Bajawa yang tenang dan indah

Bajawa
Petualangan di Kabupaten Ngada bisa Anda mulai dari Kota Bajawa, ibukota Kabupaten Ngada. Bajawa terletak tepat di jantung Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Kota ini berada di ketinggian sekitar 1.100 meter di atas permukaan air laut, sehingga udaranya pun sangat sejuk. Menurut penduduk setempat, nama Bajawa berasal dari kata “Ba” dan “Jawa.” Ba artinya mangkok, dan Jawa artinya Pulau Jawa. Maksudnya, Bajawa merupakan kota yang berada di dalam cekungan/mangkok dan penduduknya banyak yang berasal dari Pulau Jawa. Faktanya, kota cantik ini memang seperti berada di sebuah mangkok karena dikelilingi gunung dan perbukitan yang indah, dan konon katanya memang banyak pendatang dari Pulau Jawa yang datang ke kota ini. Karena keindahan kotanya, Bajawa sering dikunjungi banyak turis, baik turis domestik maupun turis asing. Dengan jumlah penduduk kurang lebih 15 ribu orang, Bajawa menawarkan keramahtamahan dan fasilitas yang cukup memadai untuk tamu yang singgah. Kota yang memiliki julukan “Kota Bunga” ini sudah dilengkapi dengan fasilitas hotel, restoran, kafe, pasar tradisional dan art shop. Dari Bajawa, Anda bisa melanjutkan petualangan ke berbagai destinasi menarik lainnya di Kabupaten Ngada.

Kawah Wawo Muda
Kawah Wawo Muda terletak di Dusun Ngoranale, Kelurahan Susu, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada. Untuk mencapai kawah ini Anda harus berkendara sekitar 15 menit dan berjalan kaki mendaki gunung sekitar 30 menit. Pagi hari, adalah waktu terbaik untuk mengunjungi Kawah Wawo Muda karena di pagi hari yang cerah, biasanya Puncak Gunung Wawo tak berkabut, sehingga Anda bisa menyaksikan keindahan Kawah Wawo Muda dengan air yang berwarna-warni. Karena memiliki tiga buah kawah kecil dengan warna yang berbeda-beda, Kawah Wawo Muda sering disebut sebagai “Mini Kelimutu.” Saat saya berkunjung ke sana, tiga kawah Wawo Muda memiliki warna yang berbeda-beda, yaitu merah kecoklatan, kuning, dan coklat.

Kawah Wawo Muda yang airnya berwarna-warni

Kawah Wawo Muda memiliki cerita menarik. Kawah ini berada di Gunung Wawo Muda yang letaknya tidak begitu jauh dari Kota Bajawa. Sebelum meletus, Gunung Wawo Muda hanyalah gunung berapi biasa, dan tidak memiliki kawah. Gunung ini juga tidak begitu tinggi (tingginya hanya 1.559 meter di atas permukaan laut), sehingga tampak seperti bukit. Gunung Wawo Muda mulai menyita perhatian masyarakat dan terkenal sampai ke mancanegara sejak meletus pada tahun 2001. Saat itu, malam hari tanggal 11 Januari 2001, salah satu lereng Gunung Wawo Muda meletus, dan mengagetkan Warga Kota Bajawa dan sekitarnya. Letusan tadi disertai dengan gempa yang melenyapkan sebagian lereng gunung, yang dulunya merupakan area perkebunan kopi. Akibat letusan tersebut, terbentuklah beberapa kawah dengan air kawah yang berwarna-warni. Dari keterangan petugas hotel tempat saya menginap, setelah meletus terbentuk lima kawah dengan berbagai ukuran di lereng Gunung Wawo Muda. Kawah-kawah tersebut berisi air yang awalnya berwarna merah marun. Namun, ada yang unik dengan air kawah tersebut. Warna air kawah di Gunung Wawo Muda kerap berubah-ubah seiring perjalanan waktu. Saat ini, kawah di Gunung Wawo Muda tinggal tersisa tiga buah. Tiga kawah tersebut memiliki warna yang berbeda-beda, yaitu merah kecoklatan, kuning, dan coklat. Menurut para ahli, perubahan warna air kawah tersebut adalah akibat perubahan kandungan mineral dalam air kawah dan bebatuan di sekitarnya.

Air Terjun Ogi
Mungkin inilah satu-satunya air terjun di Indonesia, yang letaknya sangat dekat dengan kota. Air Terjun Ogi terletak di Desa Faobata, Kecamatan Bajawa. Jaraknya hanya sekitar 7 Km dari pusat Kota Bajawa. Karena berada di dekat kota, akses jalan menuju Air Terjun Ogi sangat mudah dengan kondisi jalan yang cukup bagus. Sayangnya, tidak ada rambu-rambu atau penunjuk arah ke air terjun ini. Jadi Anda harus bertanya kepada penduduk setempat untuk mencapai air terjun ini. Dari pusat Kota Bajawa, arahkan kendaraan Anda menuju Desa Faobata. Dalam perjalanan Anda akan melewati sebuah SPBU, yang merupakan satu-satunya SPBU di Kota Bajawa. Dari SPBU tersebut Anda lurus saja, sampai tiba di depan rumah penduduk dengan sawah di seberang jalannya. Beloklah ke kanan, mengikuti jalan setapak di samping sawah tersebut (kira-kira sejauh 500 meter) dan sampailah Anda di Air Terjun Ogi.

Air Terjun Ogi

Air Terjun Ogi memiliki ketinggian sekitar 30 meter dengan debit air yang cukup besar. Anda tidak perlu membayar tiket masuk untuk mengunjungi air terjun ini. Air Terjun Ogi dikelilingi pepohonan yang hijau dan asri. Udaranya juga sejuk dan bebas polusi, sehingga membuat betah pengunjung untuk berlama-lama di sana. Di dekat air terjun terdapat sebuah bangunan yang digunakan oleh PLN untuk menjadi pembangkit listrik. Namun, saya kurang tahu, apakah saat ini masih digunakan atau tidak. Di samping kiri Air Terjun Ogi terdapat sebuah anak tangga dari besi yang bisa digunakan oleh pengunjung untuk menuju puncak air terjun. Ikuti saja jalan tersebut tanpa belok kanan atau kiri sejauh 6,5 km,

Kampung Bena
Pernah membaca Komik Asterix dan Obelix, di mana terdapat Desa Galia yang rumah-rumahnya berbentuk seragam? Kabupaten Ngada memiliki sebuah desa megalitikum yang mirip Desa Galia di Komik Asterix dan Obelix. Namanya Kampung Bena. Kampung tradisional yang unik ini terletak di Desa Tiworiwu, Kecamatan Jerebuu, Kabupaten Ngada. Kampung yang berada di kaki Gunung Inerie ini, jaraknya sekitar 19 km dari pusat Kota Bajawa atau setengah jam berkendara. Letak Kampung Bena yang di bawah gunung merupakan ciri khas masyarakat penganut aliran dinamisme yang percaya bahwa gunung adalah tempat bersemayamnya para dewa. Penduduk Kampung Bena meyakini keberadaan Yeta, dewa yang bersinggasana di Gunung Inerie yang melindungi kampung mereka. Keistimewaan Kampung Bena adalah kehidupan dan budaya masyarakatnya yang masih tradisional. Walau zaman sudah modern, penduduk Bena masih memegang teguh adat dan budaya para leluhurnya.

Kampung Bena bentuknya memanjang, dari utara ke selatan dengan kontur tanah yang miring. Pintu masuk kampung hanya dari sebelah utara, di pinggir jalan. Sementara ujung lainnya di bagian selatan merupakan puncak sekaligus tepi tebing terjal. Rumah-rumah di Kampung Bena membentuk dua baris dan letaknya berhadap-hadapan. Saat ini, jumlah rumah di Kampung Bena sekitar 45 unit rumah, yang dihuni oleh sembilan suku, yaitu : Suku Bena, Suku Dizi, Suku Dizi Azi, Suku Wahto, Suku Deru Lalulewa, Suku Deru Solamae, Suku Ngada, Suku Khopa, dan Suku Ago. Untuk membedakan antara satu suku dengan suku lainnya, dipisahkan berdasarkan sembilan tingkat ketinggian tanah dan kubur batu yang menjadi batas tiap-tiap suku.Suku Bena merupakan suku tertua dan pendiri Kampung Bena, sehingga namanya digunakan sebagai nama kampung.

Kampung Megalitikum Bena
Rumah-rumah di Kampung Bena bentuknya seragam dengan dinding yang terbuat dari kayu dan bambu, serta atap yang tinggi terbuat dari ijuk. Rumah keluarga inti pria disebut Sakalobo. Ini ditandai dengan patung pria memegang parang dan busur panah di atas rumah. Sementara rumah keluarga inti wanita disebut Sakapu’u. Di beberapa rumah terdapat tanduk kerbau dan rahang babi yang diapajang di depan rumah. Tanduk kerbau yang dipajang menandakan bahwa keluarga di rumah tersebut pernah berbuat suatu kebaikan untuk orang miskin, sedangkan rahang babi menunjukkan jumlah babi yang pernah dipotong untuk Upacara Kasao (upacara membuat rumah adat).

Di tengah-tengah Kampung Bena ada lapangan terbuka di mana terdapat batu-batu megalitikum yang merupakan makam para leluhur dan beberapa bangunan yang disebut Ngadhu dan Bhaga. Ngadhu merupakan simbol dari laki-laki, berbentuk seperti payung setinggi tiga meter yang ditopang oleh tiang kayu berukir. Tiang Ngadhu terbuat dari jenis kayu khusus yang sangat keras karena sekaligus berfungsi sebagai tiang gantungan hewan kurban ketika pesta adat. Arti dari simbol tersebut adalah meskipun laki-laki masuk dalam keluarga perempuan, dia tetap menjadi penguasa tunggal di dalam keluarganya dan menjadi seseorang yang mengayomi dan melindungi keluarga. Sedangkan Bhaga merupakan simbol dari perempuan, berupa miniatur rumah adat yang artinya perempuan dipersiapkan untuk menerima laki-laki ke dalam rumah yang akan mereka tempati bersama. Di atap rumah terdapat senjata yang berguna untuk melindungi penghuni rumah dari gangguan roh-roh jahat.

Penduduk Kampung Bena yang berprofesi sebagai petani, selalu menggelar pesta adat yang disebut Reba setiap tahun. Reba diselenggarakan pada bulan Desember atau Januari setiap tahunnya. Reba merupakan suatu pesta adat untuk melakukan syukuran atas apa yang telah diperoleh selama setahun dan memohon keberhasilan di tahun yang akan datang. Prosesi ini merupakan wujud syukur kepada Tuhan dan sekaligus sebagai ritual untuk menghormati nenek moyang. Pada saat Prosesi Reba, semua anggota keluarga berkumpul dalam sebuah rumah adat dan harus memakai pakaian adat Bena.

Untuk berkunjung ke Kampung Bena, pengunjung tidak dikenakan tiket masuk. Pengunjung hanya diminta mengisi buku tamu dan memberikan donasi seikhlasnya. Donasi yang terkumpul akan digunakan untuk pemeliharaan kampung agar senantiasa terjaga keaslian tradisinya.

Gunung Inerie

Gunung Inerie
Kabupaten Ngada merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki banyak gunung. Di antara gunung-gunung tersebut yang tertinggi adalah Gunung Inerie. Gunung yang bentuknya seperti kerucut ini memiliki ketinggian 2.245 meter di atas permukaan laut. Bagi yang suka mendaki gunung, Anda pasti tertantang untuk mendaki gunung ini. Titik awal pendakian Gunung Inerie berada di Desa Watumeze (sekitar 30 menit berkendara dari Bajawa). Pendakian dari Desa Watumeze ke puncak Gunung Inerie memakan waktu sekitar tiga jam. Dari puncak Gunung Inerie Anda bisa menyaksikan panorama spektakuler Kota Bajawa, Laut Sawu, dan hutan yang ada di wilayah Kabupaten Ngada.

Air Panas Mengeruda
Setelah seharian berkeliling Kabupaten Ngada, akhirilah hari Anda dengan berendam air hangat di Pemandian Air Panas Mengeruda. Pemandian air panas ini terletak di Desa Mengeruda, Kecamatan Soa. Jaraknya sekitar 25 km dari Kota Bajawa atau sekitar empat puluh menit berkendara. Untuk mengunjungi Air Panas Mengeruda, sebaiknya Anda menyewa kendaraan atau naik ojek dari Bajawa karena tidak ada kendaraan umum yang menuju atau melewati air panas ini.

Air Panas Mengeruda
Pada awalnya, Pemandian Air Panas Mengeruda adalah pemandian alam bagi para petani di sekitarnya yang lelah bekerja seharian di ladang. Sebelum pulang ke rumah, mereka berendam dulu di Air Panas Mengeruda agar badan segar kembali. Saat ini, Air Panas Mengeruda sudah dikelola dengan baik dan dibuka untuk wisatawan. Pemerintah Kabupaten Ngada telah membangun tembok yang memagari Kompleks Air Panas Mengeruda. Sumber air panas yang berada di sebuah kolam juga dipagari tembok. Di Kompleks Air Panas Mengeruda telah dibangun berbagai fasilitas untuk turis, antara lain : kolam renang, restoran, toilet, dan ruang ganti. Sayangnya, pada saat saya ke sana, toilet dan ruang gantinya dalam kondisi yang kurang terawat. Restorannya juga sudah lama tutup.

Untuk masuk ke Pemandian Air Panas Mengeruda, turis lokal dikenakan biaya sebesar Rp 2.500,00 per orang, sedangkan turis asing dikenakan biaya Rp 5.000,00 per orang. Anda bisa memilih mandi di air panas yang ada di pinggir sungai atau berendam dan berenang di kolam renang. Keduanya berair hangat karena airnya berasal dari mata air yang sama. Berendam di air hangat dengan suhu sekitar 40 derajat Celcius tentunya sangat menyenangkan. Selain menghilangkan pegal-pegal, Air Panas Mengeruda dipercaya bisa menyembuhkan berbagai penyakit kulit karena mengandung belerang.

Getting There
Untuk mengunjungi Kabupaten Ngada yang ada di Pulau Flores, Anda harus terbang dulu menuju Denpasar atau Kupang. Dari Kupang, lanjutkan perjalanan dengan pesawat menuju Bajawa atau Ende (kota terdekat dengan Bajawa). Kalau dari Denpasar, Anda hanya bisa terbang ke Ende. Dari Ende, Anda harus melanjutkan perjalanan darat sekitar tiga jam menuju Bajawa. Dari Bajawa, Anda bisa menuju berbagai tempat wisata di Kabupaten Ngada dengan menyewa kendaraan atau naik ojek. Sebenarnya Anda bisa naik kendaraan umum tapi saya tidak menganjurkan karena kendraan umum di Bajawa belum menjangkau semua tempat wisata yang ada di wilayah Kabupaten Ngada dan waktu beroperasi kendaraan umum pun sangat terbatas.

Maskapai yang melayani penerbangan dari Denpasar atau Kupang menuju Bajawa dan Ende adalah Lion Air (www.lionair.co.id), Merpati Air (www.merpati.co.id), dan Trans Nusa (www.transnusa.co.id). Sebaiknya Anda menanyakan langsung ke maskapai tersebut atau mengecek jadwal penerbangan di internet karena penerbangan menuju kedua kota tersebut tidak tersedia setiap hari. (edyra)***

*Dimuat di Majalah CHIC No.119, 11 Juli 2012.
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

0 Response to "PESONA NGADA MEMANG TIDAK MENGADA-ADA"

Post a Comment