PULAU BAWEAN, MUTIARA TERPENDAM DI TENGAH LAUT JAWA
Posted in
Labels:
Keliling Indonesia
|
at
10:58
Nampang sejenak di Pelabuhan Sangkapura, Bawean
Bawean memang sebuah pulau kecil yang berada di antara Pulau Jawa dan Kalimantan, tepatnya sekitar 120 km atau 80 mil dari lepas pantai Gresik. Secara administratif, Bawean memang masuk dalam wilayah Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pulau Bawean yang luasnya 196,27 km2 dengan diameter 12 kilometer ini dibagi menjadi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Sangkapura di sebelah selatan dan Kecamatan Tambak di sebelah utara. Dengan kendaraan bermotor, Anda bisa mengelilingi seluruh sudut Pulau Bawean dalam waktu satu hingga dua hingga jam karena panjang jalan sekeliling pulau hanya sekitar 70 km.
Pulau Bawean yang terletak di sebelah utara Grsik, di tengah Laut Jawa
Sampai saat ini, satu-satunya cara untuk mencapai Bawean adalah dengan naik Kapal Cepat Express Bahari 8B dari Pelabuhan Gresik. Kapal cepat ini akan membawa Anda ke Pelabuhan Sangkapura, Bawean dalam waktu 3 - 4 jam. Kapal cepat ini beroperasi seminggu 3 kali, dari Gresik berangkat setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu jam 09.00, sedangkan dari Bawean berangkat setiap Rabu, Jumat dan Senin setiap jam 09.00. Sebenarnya ada pilihan lain untuk mencapai Bawean, yaitu dengan naik perahu tongkang yang biasa mengangkut barang-barang (dan orang) ke Bawean. Namun, jadwal operasional perahu ini tidak menentu sehingga tidak bisa diandalkan. Selain itu, saat ini juga sedang dibangun sebuah bandara perintis di Bawean yang diharapkan selesai tahun 2014. Bila bandara tersebut sudah jadi, kita bisa mencapai Bawean dengan pesawat dari Bandara Juanda, Surabaya.
Pelabuhan Sangkapura, Bawean
Meski letaknya terpencil dan sering luput dari perhatian publik, Bawean adalah pulau yang menarik. Pulau kecil ini memiliki beragam tempat menarik yang tersebar di berbagai penjuru pulau, mulai dari danau, air terjun, sumber air panas, pantai berpasir putih, hingga pulau-pulau kecil yang bertebaran di sekitarnya. Selain itu, Bawean juga mempunyai hewan endemik yang terkenal sampai ke mancanegara dan sering menjadi objek penelitian, yaitu Rusa Bawean (Axis kuhlii).
Penasaran dengan Bawean, saya berkunjung ke sana bersama seorang teman di pertengahan Bulan Juli. Selama dua hari, saya menjelajah Bawean dengan sepeda motor yang saya sewa dari hotel temopat saya menginap. Saya mengelilingi Bawean dari Sangkapura sampai Tambak, dengan arah yang berlawanan dengan jarum jam. Berikut tempat-tempat menarik di Bawean yang sempat saya datangi dalam kunjungan dua hari di Bawean.
Pulau Selayar yang bisa dicapai dengan berjalan kaki saat laut sedang surut
Pulau Selayar
Bawean dikelilingi pulau-pulau kecil nan indah di sekelilingnya. Salah satu pulau yang harus dikunjungi ketika berlibur di Bawean adalah Pulau Selayar yang letaknya tak begitu jauh dari Pelabuhan Sangkapura. Pulau Selayar yang biasa disebut “Lelajar” oleh Warga Bawean merupakan pulau kecil tak berpenghuni yang masuk ke dalam wilayah Desa Sungai Rujing, Kecamatan Sangkapura. Pantai berpasir putih, laut biru jernih, dan suasana pulau yang alami. Itulah tiga hal yang ditawarkan Pulau Selayar. Di pulau yang berbentuk seperti bukit ini, Anda bisa bermain pasir, berenang atau bermain air sepuasnya tanpa ada gangguan karena pulau ini jarang dikunjungi orang. Untuk mencapai Pulau Selayar, Anda bisa menyewa perahu nelayan dari Pelabuhan Sangkapura atau Desa Sungai Rujing (desa terdekat dengan Pulau Selayar). Bila Anda beruntung, Anda bisa berjalan kaki menuju Pulau Selayar tanpa harus bersusah-susah naik perahu, tentunya pada saat air laut sedang surut, yang biasanya terjadi di sore hari. Karena saya datang di pagi hari, saya harus naik perahu untuk mencapai Pulau Selayar.
Air Panas Taubat yang dibiarkan alami
Air Panas Taubat
Masih di Desa Sungai Rujing, tak jauh dari Pulau Selayar, terdapat sumber air panas alami. Namanya Air Panas Taubat. Saya agak heran mengetahui ada sumber air panas di pulau sekecil Bawean, yang tak mempunyai gunung berapi ini. Biasanya, sumber air panas berada di dekat gunung berapi. Selain itu, letaknya juga tak begitu jauh dari pantai. Sayangnya sumber air panas ini dibiarkan begitu saja oleh pemerintah daerah atau penduduk desa setempat. Tak ada kolam atau pemandian yang menampung air panas tersebut. Jadi, pengunjung tidak bisa memanfaatkan air panas tersebut untuk mandi atau berendam. Padahal, konon kabarnya air panas tersebut berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Untuk menuju Air Panas Taubat, kita harus bertanya ke penduduk setempat karena tak ada rambu-rambu atau penunjuk arah yang menunjukkan jalan ke sana.
Pantai Mayangkara yang rusak terkena abras
Pantai Mayangkara
Seperti pulau-pulau kecil lainnya, Bawean juga memiliki beberapa pantai yang cukup indah. Salah satunya adalah Pantai Mayangkara yang terletak di Desa Kepuh Teluk, Kecamatan Tambak. Pantai berpasir kecoklatan ini letaknya, sekitar 500 meter dari Jalan Raya Sangkapura - Tambak. Ciri khusus Pantai Mayangkara adalah deretan pohon kelapa yang berjajar di sepanjang pantai, sehingga membuat suasana di sana indah dan asri. Sayangnya, kondisi Pantai Mayangkara sekarang cukup mengenaskan dengan abrasi parah di sepanjang pantainya. Selain itu, akses jalan menuju pantai masih berupa jalan tanah berbatu yang becek di musim hujan. Pemerintah daerah setempat sepertinya juga acuh tak acuh dengan Pantai Mayangkara. Padahal, dulunya pantai ini sangat indah dan ramai didatangi pengunjung di akhir pekan atau di hari libur. Pantai Mayangkara mempunyai nilai historis tinggi karena pantai ini merupakan tempat mendarat pertama istri Sunan Giri yang bernama Siti Zaenab, ketika menginjakkkan kaki pertama kalinya di Pulau Bawean. Kini, Pantai Mayangkara sangat sepi dan tak terurus. Bila abrasi di Pantai Mayangkara tidak segera ditangani, saya yakin dalam hitungan hari pantai ini akan lenyap dan hilanglah salah satu objek wisata andalan Bawean.
Danau Kastoba
Meski kecil, Bawean memiliki sebuah danau yang indah, yaitu Danau Kastoba. Danau Kastoba tidak kalah menarik dengan Danau Toba yang sudah tersohor di Sumatera Utara itu. Bedanya, Danau Toba sudah dipoles, sedangkan Danau Kastoba masih alami seperti gadis yang masih perawan. Danau Kastoba terletak di Desa Peromaan, Kecamatan Tambak. Nama danau ini diambil dari nama pohon kastuba (Euphorbia pulcherrima) yang dulu banyak tumbuh di sekitar danau.
Danau Kastoba yang tenang dan indah
Diperlukan stamina prima untuk bisa mencapai Danau Kastoba, karena kita harus berjalan kaki menyusuri jalan setapak yang mendaki sekitar 1,5 km dari Desa Peromaan. Jalan setapak di dalam hutan yang masih lebat itu sangat terjal dengan bebatuan dan pepohonan rindang di kanan kirinya. Namun, perjuangan mencapai Danau Kastoba akan terbayar lunas begitu kita sampai di tepi danau. Panorama di sekitar Danau Kastoba sangat indah, dengan pepohonan hijau nan lebat di sekeliling danau. Air danau yang jernih bebas dari sampah dan pencemaran, membuat siapa pun yang datang ingin menceburkan diri ke dalamnya. Air di Danau Kastoba tidak pernah habis meski di musim kemarau. Berdasarkan penelitian dari perguruan tinggi ITS Surabaya, kedalaman Danau Kastoba di tengah mencapai 40 meter. Menurut kepercayaan warga setempat, mandi di jernihnya air Danau Kastoba bisa membuat kita tetap awet muda. Saya tak tahu kebenaran mitos tersebut. Sayangnya, pengunjung yang datang ke Danau Kastoba hanya bisa menikmati keindahan danau dari sisi sebelah tenggara danau karena danau yang memiliki keliling sekitar 2 km itu masih lebat dengan pepohonan dan rumput di sekelilingnya. Jadi, pengunjung tidak bisa mengelilingi danau.
Jembatan Gili Barat yang menghubungkan Pulau Gili Barat dengan Pulau Bawean
Pulau Gili Barat
Ada satu lagi pulau di dekat Bawean yang bisa dikunjungi tanpa harus naik perahu/sampan, yaitu Pulau Gili Barat. Pulau imut ini terletak di Desa Dekatagung, Kecamatan Sangkapura. Sebenarnya Gili Barat adalah pulau kecil biasa. Yang membuatnya menarik dan membuat orang penasaran adalah jembatan yang menghubungkan Gili Barat dengan daratan utama Pulau Bawean. Jembatan sepanjang 1 km tersebut, terbuat dari tumpukan batu karang dan anyaman bambu. Uniknya lagi, jembatan hasil swadaya masyarakat tersebut sangat sempit dan hanya ditujukan untuk pejalan kaki. Sepeda motor (walaupun milik Warga Gili Barat) tidak diperbolehkan melewati jembatan ini karena dikhawatirkan dapat merusak jembatan. Jadi, siapa saja yang akan berkunjung ke Gili Barat harus memarkir kendaraannya di dekat jembatan, di Desa Dekatagung, Pulau Bawean.
Penangkaran Rusa Bawean
Seperti kita ketahui, Bawean memiliki hewan endemik yang tak dijumpai di belahan dunia mana pun, yaitu Rusa Bawean (Axis kuhlii).Hewan ini memiliki ciri tubuh yang relatif lebih kecil dibandingkan rusa jenis lainnya. Rusa Bawean mempunyai tinggi tubuh antara 60-70 cm dan panjang tubuh antara 105-115 cm. Rusa Bawean mempunyai bobot antara 15-25 kg untuk rusa betina dan 19-30 kg untuk rusa jantan. Selain tubuhnya yang mungil, ciri khas lainnya adalah memiliki ekor sepanjang 20 cm yang berwarna coklat dan keputihan pada lipatan ekor bagian dalam. Tubuh yang mungil ini menjadikan Rusa Bawean lincah dan menjadi pelari yang ulung.
Rusa Bawean di Penangkaran Rusa Bawean, di Desa Pudakit Barat
Di Bawean terdapat Penangkaran Rusa Bawean yang dikelola oleh masyarakat setempat. Penangkaran rusa ini terletak di Desa Pudakit Barat, Kecamatan Sangkapura. Jaraknya sekitar 6 km dari Pelabuhan Sangkapura. Lokasi ini sering dikunjungi para turis dari berbagai negara baik untuk sekadar berwisata maupun untuk melakukan penelitian. Dengan membayar tiket masuk Rp 3.000,00, kita bisa melihat Rusa Bawean bahkan bercengkerama dengannya. Sayangnya, tak ada penunjuk arah untuk menuju tempat ini. Jadi, mau tak mau kita harus bertanya kepada penduduk setempat agar bisa sampai di lokasi Penangkaran Rusa Bawean tersebut.
Sebenarnya masih banyak tempat-tempat menarik di Bawean yang layak dikunjungi. Mulai dari Pantai Sukaoneng, Tanjung Gaang, Pulau Gili Timur, Pulau Noko hingga sejumlah air terjun menawan. Sayangnya, karena keterbatasan waktu saya belum sempat menyambangi tempat-tempat tersebut. Mungkin, suatu hari nanti, bila saya diberi kesempatan untuk menengok Bawean lagi, saya akan mengunjungi tempat-tempat tersebut. (edyra)***
TEMPAT-TEMPAT MENAWAN DI TUBAN
Posted in
Labels:
Keliling Indonesia
|
at
11:38
Pantai Sowan
Bila Anda menuju Tuban dari arah barat (Rembang, Jawa Tengah), tempat menarik yang akan Anda jumpai pertama kali di wilayah Kabupaten Tuban adalah Pantai Sowan. Pantai ini berada di area Perhutani KPH Tuban, tak jauh dari Jalur Pantai Utara Jawa (Pantura) tepatnya di Desa Sowan, Kecamatan Bancar, Kabupaten Tuban. Jaraknya sekitar 35 km dari pusat Kota Tuban. Selain pasir putih dan air lautnya yang biru, daya tarik Pantai Sowan adalah suasananya yang masih sangat alami dengan pepohonan yang rindang di tepi pantai. Tak heran kalau pantai ini ramai dikunjungi Warga Tuban di hari libur atau di akhir pekan. Untuk mencapai Pantai Sowan sangat mudah. Dari Jalur Pantura di Desa Sowan, Anda tinggal belok kiri (bila datang dari arah Rembang) sekitar 1 km hingga Anda tiba di Pantai Sowan. Untuk masuk ke pantai ini Anda dikenakan retribusi sebesar Rp 3.000 per orang. Biaya yang cukup murah untuk menikmati keindahan pantai berpasir putih yang jarang terdapat di Pulau Jawa.
Klenteng Kwan Sing Bio
Berjalan ke arah timur menuju kota Tuban, Anda akan melihat sebuah klenteng yang cukup unik di sebelah kanan jalan. Namanya Klenteng Kwan Sing Bio. Klenteng yang terletak di Jalan R.E. Martadinata Tuban ini, berada tak jauh dari pantai dan merupakan satu-satunya klenteng di Indonesia yang menghadap laut lepas. Konon,kabarnya keberadaan Klenteng Kwan Sing Bio yang berani menantang laut menunjukkan bahwa klenteng ini memiliki kekuatan mistik yang tinggi sehingga siapa saja yang berdoa di sana, dipercaya doanya akan terkabul. Makanya klenteng ini selalu ramai didatangi pengunjung dari berbagai daerah di Indonesia.
Selain posisinya yang menghadap laut, keunikan Klenteng Kwan Sing Bio adalah hiasan gerbangnya yang tidak biasa. Kalau kebanyakan klenteng gerbangnya dihiasi naga, gerbang Klenteng Kwan Sing Bio berhias kepiting raksasa. Setelah memasuki gerbang utama, baru Nampak hiasan naga. Hal ini membuat Klenteng Kwan Sing Bio menjadi satu-satunya klenteng di Indonesia yang gerbangnya memakai hiasan kepiting bukan naga. Hiasan kepiting yang menjadi ikon Kelenteng Kwan Sing Bio ternyata berkaitan dengan sejarah awal pembangunan klenteng yang diperkirakan dibangun pada abad XVIII (1928) ini. Konon, lokasi dibangunnya Kelenteng Kwan Sing Bio adalah rawa-rawa di mana terdapat banyak kepiting yang hidup dan berkembang biak di sekitarnya. Tak hanya itu, menurut mitologi Cina, kepiting juga dipercaya dapat memberi perlindungan pada klenteng dan umatnya dari pengaruh unsur-unsur jahat. Penghormatan kepada kepiting dilakukan dengan tidak menyajikan kepiting sebagai sesembahan kepada dewa di klenteng tersebut.
Kelenteng Kwan Sing Bio menganut ajaran Tri Dharma yaitu Budha, Tao dan Kong Hu Chu dengan pemujaan kepada dewa utamanya yaitu Dewa Kwan Kong. Hal ini sesuai dengan arti nama Kwan Sing Bio yang berarti kelenteng untuk memuja dan menghormati Dewa Kwan Kong. Klenteng ini berdiri di atas lahan seluas lebih dari dua hektar, dan dibagi menjadi beberapa bagian. Di bagian depan terletak sebuah tempat sembahyang (altar utama), yang juga merupakan bangunan tertua. Di sebelah kiri altar utama berdiri tempat belajar Bahasa Mandarin, kantor sekretariat, dan tempat penjualan perlengkapan sembahyang. Di bagian belakang terdapat dapur dan aula (gedung serba guna) yang sekaligus menjadi tempat menginap bagi pengunjung, bersebelahan dengan taman berarsitektur Cina, plus danau kecil dan jembatan yang melintas di atasnya yang sekaligus berfungsi sebagai panggung pertunjukan acara saat peringatan ulang tahun klenteng.
Klenteng Kwan Sing Bio setiap hari ramai dikunjungi wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan asing. Mereka yang datang ke kelenteng bukan hanya berasal dari kalangan Kong Hu Chu melainkan umat muslim, Kristen, dan lainnya. Tujuan wisatawan berkunjung ke Klenteng Kwan Sing Bio berbeda-beda, ada yang datang khusus untuk bersembahyang, ada yang sekedar ingin melihat-lihat, ada juga yang datang untuk mencari peruntungan dan mohon petunjuk.
Gua Akbar
Biasanya gua berada di daerah terpencil, baik di tengah hutan, di lereng gunung atau di tepi pantai. Namun, berbeda dengan gua kebanggaan Warga Tuban ini. Gua yang diberi nama Gua Akbar ini terletak di tengah Kota Tuban, tepatnya di bawah Pasar Tuban. Ramainya aktivitas jual beli di pasar, sangat kontras dengan suasana sunyi dan hening di dalam Gua Akbar.
Nama Akbar konon berasal dari nama sebuah pohon yang tumbuh di depan gua, yakni Pohon Akbar. Namun, sumber lain menyebutkan bahwa nama Akbar tersebut diberikan oleh pemerintah Kabupaten Tuban yang merupakan akronim dari Aman, Kreatif, Bersih, Asri dan Rapi yang tak lain adalah slogan dari Kabupaten Tuban itu sendiri.
Gua Akbar memiliki nilai religius. Diceritakan bahwa Sunan Bonang melihat gua ini saat diajak oleh Sunan Kalijogo yang saat itu masih bernama Raden Mas Sahid. Beberapa tempat di Gua Akbar dipercaya sebagai tempat Sunan Kalijogo dan Sunan Bonang pernah bertapa. Seperti ceruk yang diberi nama Pasepen Koro Sinandhi, yaitu tempat pintu yang dirahasiakan. Ceruk ini sangat kecil pintunya. Untuk masuk ke dalamnya, orang dewasa harus merangkak atau sekurangnya membungkuk. Oleh masyarakat sekitar dipercaya prosesi membungkuk ini memiliki makna filosofis yang tinggi, yakni pengunjung diingatkan bahwa di depan mata Allah semua harus merendahkan diri.
Pada sisi lain dari dalam gua terdapat sebuah ruangan yang bisa digunakan oleh pengunjung untuk melakukan ibadah sholat. Bagian ini memiliki lantai dasar gua yang telah dilapis keramik warna putih dan hitam sebagai penanda barisan sholat. Beberapa pengunjung tampak meluangkan waktu untuk sholat sejenak di tempat ini.
Sebuah ruangan yang cukup luas terdapat pula di dalam gua ini diberi nama Paseban Wali yang dipercaya dulunya digunakan oleh para walisongo untuk berkumpul dan menyampaikan ajaran agama Islam. Suatu hal yang harus ditelaah lebih lanjut, mengingat Wali Songo hidup tidak persis pada zaman yang sama. Namun demikian, Paseban Para Wali itu memang mirip ruang pertemuan. Adanya lubang-lubang di langit-langit goa hingga cahaya matahari masuk dalam bentuk jalur cahaya yang jelas. Stalaktit dan stalagmit juga seakan menjadi hiasan ruangan. Itu ditambah dengan adanya batu-batu besar yang terletak di bagian depan ruang, seakan menjadi podium bagi pembicara.
Air Terjun Nglirip
Mungkin tidak banyak yang tahu kalau Tuban memiliki sebuah air terjun yang indah, namanya Air Terjun Nglirip. Air terjun ini letaknya memang di luar kota Tuban, tepatnya di Desa Mulyoagung, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban. Jaraknya sekitar 35 km dari Kota Tuban atau sekitar 45 menit berkendara karena jalan menuju Air Terjun Nglirip berkelok-kelok dan naik turun.
Air Terjun Nglirip merupakan air terjun alami yang berada di bawah Bendungan Nglirip. Daya tarik Air Terjun Nglirip adalah air yang mengucur dari ketinggian sekitar 30 meter dengan kolam yang berwarna hijau toska di bawahnya. Melihat kolam hijau toska tersebut, siapa pun pasti ingin terjun dan bermain air di sana. Selain itu, jembatan yang membentang di atas air terjun dan suasana alam sekitar yang masih alami juga menambah nilai plus Air Terjun Nglirip.
Selain keindahan alamnya, keistimewaan Air Terjun Nglirip dibanding air terjun lainnya adalah Anda tidak perlu bersusah-susah naik turun tangga untuk bisa melihatnya. Dengan berjalan kaki beberapa meter dari jalan raya, Anda sudah bisa menikmati keindahan Air Terjun Nglirip. Tempat pertama yang Anda jumpai tentunya adalah Bendungan Nglirip. Dari bendungan ini, Anda bisa melihat Air Terjun Nglirip di bawah Anda. Bila Anda ingin melihat air terjun dari dekat atau bermain air di sekitar air terjun, Anda bisa turun ke sungai melewati jalan setapak yang telah disediakan. Itupun tidak akan menguras energi, karena jaraknya tak begitu jauh dari jalan raya. (edyra)***
Subscribe to:
Posts (Atom)